Thursday, October 13, 2011
Contoh Proposal PTK
A. Judul
Penerapan Metode Pembelajaran Group Investigation dengan Berbasis Mind Mapping untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS di Kelas V SD Negeri Gumawang 02
B. Bidang Kajian
Peningkatan Hasil Belajar
C. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Siswa merupakan subyek belajar. Bila diilustrasikan dalam sebuah perusahaan jasa, siswa adalah pelanggan. Pelanggan selalu mendapatkan tempat teratas dan penyedia layanan jasa harus berusaha semaksimal mungkin untuk memuaskan pelanggannya. Apabila perusahaan tidak memberikan layanan yang baik maka perusahaan akan merugikan pelanggan, pada akhirnya akan kehilangan kepercayaan dan ditinggalkan oleh para pelanggan. Ilustrasi tadi apabila kita refleksikan dalam pembelajaran di kelas menempatkan siswa sebagai pihak yang superior. Kegagalan dalam pembelajaran akan merugikan siswa, mengecewakan masyarakat serta akan mengundang keprihatinan terhadap fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan.
Tolok ukur keberhasilan suatu pembelajaran adalah munculnya perubahan perilaku sebagai akibat interaksi siswa dengan lingkungannya. Lingkungan bagi siswa di sekolah adalah kelas, sumber, media, sarana prasarana serta yang guru sebagai manager pembelajaran. Kompetensi guru dalam mengorganisasi pembelajaran akan mempengaruhi hasil belajar siswa.
Untuk mengetahui sejauh mana kegiatan pembelajaran berhasil dapat dilihat dari hasil evaluasi belajar siswa yang dapat ditampilkan berupa data kuantitatif. Apabila hasil belajar siswa berada di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) maka kegiatan belajar dapat dikatakan berhasil, tetapi apabila hasil belajar siswa berada di bawah KKM maka kegiatan pembelajaran tersebut mengalami kegagalan atau pelaksanaannya kurang efektif dan bermakna.
Sebagai guru kelas di SD Negeri Gumawang 02, penulis memiliki pengalaman empiris dan dapat mengidentifikasi langsung suatu proses pembelajaran yang berjalan tidak efektif. Dari sekian banyak mata pelajaran di SD, IPS merupakan mata pelajaran yang dari waktu ke waktu sebenarnya mengandung banyak permasalahan berkaitan dengan rendahnya hasil belajar. Rata-rata nilai IPS di kelas V SD Negeri Gumawang 02 dari hasil Ujian Akhir semester I tahun pelajaran 2009/2010 adalah 59 dengan KKM 55. Hasil belajar tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata mata pelajaran lain seperti Matematika (rata-rata 71), Bahasa Indonesia (rata-rata 75) dan IPA (rata-rata 77). Rendahnya nilai mata pelajaran IPS ternyata sudah berlangsung dari waktu ke waktu dan tidak hanya di jumpai di SD Negeri Gumawang 02 saja.
Dari pengalaman mengajar dan dari beberapa perbincangan dengan beberapa guru didapatkan informasi bahwa salah satu kesulitan dalam kegiatan pembelajaran IPS adalah bahwa IPS memiliki materi yang luas, abstrak dan komplek mencakup ilmu ekonomi, sosialogi, geografi dan sejarah. Kenyataan ini menimbulkan kesulitan bagi guru dalam mendesain pembelajaran yang efektif. Sebagai contoh ketika mengajarkan tentang Konsep Ekonomi, guru cenderung enggan untuk meramu pembelajaran yang lebih inovatif. Tendensi yang ada adalah penggunaan metode pembelajaran konvensional, teacher centered dengan ceramah yang membosankan siswa.
Faktor guru sebagai penyelenggara pembelajaran memegang peranan penting terhadap keberhasilan kegiatan belajar siswa. Kemampuan dalam mendesain dan menerapkan pendekatan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan merupakan salah satu tuntutan profesional seorang guru. Namun pada kenyataan di lapangan, inovasi pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar hanya dilakukan oleh sebagian kecil guru saja. Tidak dapat dipungkiri masih banyak guru yang belum menguasai berbagai model, pendekatan dan metode pembelajaran yang inovatif terutama adalah guru generasi lama dengan ijazah SPG dan D 2 Penyetaraan yang kurang melakukan update terhadap perkembangan di dunia pendidikan dan pemebelajaran.
Rendahnya efektifitas kegiatan pembelajaran IPS merupakan masalah yang perlu segera dipecahkan dan bukan untuk ditutupi. Bila kita berani jujur fenomena yang terjadi adalah masih banyak guru yang berusaha menutupi kegagalan pembelajaran dengan melakukan perubahan pada nilai perolehan siswa dengan menuliskan nilai yang lebih tinggi. Manipulasi nilai tersebut biasa dikatakan sebagai pengkatrolan nilai. Fenomena ini tentunya merupakan masalah yang cukup ironis dan memprihatinkan bagi insan pendidik, karena apabila masalah pembelajaran IPS terus menerus belum terpecahkan maka pihak yang sangat dirugikan adalah siswa sebagai subyek belajar. Pada akhirnya siswa akan kesulitan dalam beradaptasi dengan materi di jenjang pendidikan berikutnya
Terkait permasalahan rendahnya hasil IPS di SD Negeri Gumawang 02 maka penulis berusaha memberikan alternatif pemecahan masalah melalui penerapan salah satu model pembelajaran dari pendekatan pembelajaran cooperative learning yaitu metode belajar Group Investigation (investigasi kelompok) dengan teknik pencatatan berbasis Mind Mapping (peta pikiran) untuk meningkatkan hasil belajar IPS.
Penerapan metode group investigation merupakan refleksi dari pentingnya pengelolaan pembelajaran yang inovatif dan efektif. Pembelajaran juga dikemas dengan model pencatatan berbasis mind mapping dengan asumsi proses pencatatan yang efektif akan membantu daya ingat siswa terhadap materi pelajaran yang dipelajari.
Berdasarkan situasi tersebut maka penulis ingin mengetahui sejauh mana efektifitas penggunaan metode pembelajaran group investigation berbasis mind mapping terhadap peningkatan hasil belajar IPS di kelas V SD Negeri Gumawang 02. Apabila hasilnya nanti menunjukkan efektifitas penggunaan metode tersebut maka sudah seharusnya para guru tidak akan mengalami persoalan dalam mengelola pembelajaran IPS yang efektif dengan hasil belajar yang lebih memuaskan. Untuk itu maka penulis melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul: “Penerapan Metode Pembelajaran Group Investigation dengan Berbasis Mind Mapping untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS di Kelas V SD Negeri Gumawang 02”
2. Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah
a. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian tindakan kelas ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar IPS melalui metode pembelajaran Group Investigation berbasis Mind Mapping di kelas V SD N Gumawang 02?
2. Bagaimanakah aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS dengan metode pembelajaran Group Investigation berbasis Mind Mapping di kelas V SD N Gumawang 02?
b. Pemecahan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas peneliti merencanakan pemecahan masalah melalui tahapan-tahapan pembelajaran Group Investigation yang dipadukan dengan pembuatan Mind Mapping sebagai berikut:
1. Seleksi topik, para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
2. Merencanakan kerjasama, para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) diatas.
3. Implementasi, para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4. Analisis dan sintesis, para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan membuat Mind Mapp dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a Menentukan Central Topik yang akan dibuatkan MM-nya, untuk buku pelajaran Central Topik biasanya adalah judul buku atau judul bab yang akan dipelajari dan harus diletakkan ditengah kertas serta usahakan berbentuk image/gambar.
b Membuat Basic Ordering Ideas – BOIs untuk Central Topik yang telah dipilih, BOIs biasanya adalah judul bab atau sub-bab dari buku yang akan dipelajari atau bisa juga dengan menggunakan 5WH (What, Why, Where, When, Who dan How).
c Melengkapi setiap BOIs dengan cabang-cabang yang berisi data-data pendukung yang terkait. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting karena pada saat inilah seluruh data-data harus ditempatkan dalam setiap cabang BOIs secara asosiatif dan menggunakan struktur radian yang menjadi ciri yang paling khas dari suatu MM.
d Melengkapi setiap cabang dengan Image baik berupa gambar, simbol, kode, daftar, grafik dan garis penghubung bila ada BOIs yang saling terkait satu dengan lainnya. Tujuan dari langkah ini adalah untuk membuat sebuah MM menjadi lebih menarik sehingga lebih mudah untuk dimengerti dan diingat.
5. Penyajian hasil akhir, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari dengan menampilkan Mind Mapp agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
6. Evaluasi, guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk:
a Meningkatkan hasil belajar IPS materi perjuangan para tokoh menuju kemerdekaan RI melalui pembelajaran Group Investigation dengan berbasis Mind Mapping di kelas V SD N Gumawang 02.
b Meningkatkan aktivitas belajar IPS materi perjuangan para tokoh menuju kemerdekaan RI melalui pembelajaran Group Investigation dengan berbasis Mind Mapping di kelas V SD N Gumawang 02.
4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah:
a Bagi siswa, siswa akan mendapatkan pengalaman belajar yang berbeda sehingga kegiatan belajar akan terasa menyenangkan.
b Bagi guru, penggunaan metode Group Investigation akan menghilangkan pembelajaran yang teacher centered yang melelahkan guru.
c Bagi sekolah, dengan variasi metode pembelajaran inovatif akan meningkatkan prestasi siswa pada khususnya dan prestasi sekolah pada umumnya.
D. Kajian Pustaka
1. Hasil Belajar IPS
Hasil belajar sering disebut juga prestasi belajar. Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, kemudian di dalam bahasa Indonesia disebut prestasi yang diartikan sebagai hasil usaha. Prestasi banyak digunakan di dalam berbagai bidang dan diberi pengertian sebagai kemampuan, ketrampilan, sikap seseorang dalam menyelesaikan sesuatu hal, Djamarah, (1994:48).
Menurut Djamarah (1994:49), “prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan atau diciptakan secara individu maupun secara kelompok”.
Pendapat ini berarti prestasi tidak akan pernah dihasilkan apabila seseorang tidak melakukan kegiatan. Hasil belajar atau prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh sebab itu prestasi belajar bukan merupakan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seseorang dalam dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar orang tersebut.
Menurut Gagne (1997:50), “prestasi belajar dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kategaori yaitu: 1) ketrampilan intelektual, 2) informasi verbal, 3) setrategi kognitif, 4) ketrampilan motorik, 5) sikap”. Pendapat ini diuraikan sebagai berikut:
a Ketrampilan intelektual (intellectual skills).
Belajar ketrampilan intelektual berarti belajar bagaimana melakukan sesuatu secara intelektual. Ada enam jenis ketrampilan intelektual, yaitu 1) diskriminasi-diskriminasi, yaitu kemempuan membuat respon yang berbeda terhadap stimulus yang berbeda pula, 2) konsep-konsep konkrit, yaitu kemempuan mengidentifikasi ciri-ciri atau atribut suatu obyek, 3) konsep-konsep terdefinisi, yaitu kemampuan memberikan makna terhadap sekelompok obyek-obyek, kejadian-kejadian atau hubungan-hubungan, 4) aturan-aturan, yaitu kemampuan merespon hubungan-hubungan antara obyek-obyek dan kejadian-kejadian, 5) aturan tingkat tinggi, yaitu kemampuan merespon hubungan-hubungan antara obyek-obyek dan kejadian-kejadian secara lebih kompleks, 6) memecahkan masalah, yaitu kemampuan memecahkan masalah yang biasanya melibatkan aturan-aturan tingkat tinggi.
b Setrategi-setrategi kognitif (cognitive strategies).
Setrategi-setrategi ini merupakan kemampuan yang mengarahkan perilaku belajar, mengingat dan berpikir seseorang. Ada lima jenis setrategi-setrategi kognitif, yaitu 1) setrategi-setrategi menghafal, adalah setrategi belajar yang dilakukan dengan cara menghafal ide-ide dari suatu teks, 2) setrategi-setrategi elaborasi, yaitu setrategi belajar dengan cara mengaitkan materi yang dipelajari dengan materi lain yang relevan, 3) setrategi-setrategi pengaturan, yaitu setrategi belajar yang dilakukan dengan cara mengelompokkan konsep-konsep agar menjadi kategori-kategori yang bermakna, 4) setrategi-setrategi pemantauan pemahaman, yaitu setrategi belajar yang dilakukan dengan cara memantau proses-proses belajar yang sedang dilakukan, 5) setrategi-setrategi afektif, yaitu setrategi belajar yang dilakukan dengan cara memusatkan dan mempertahankan perhatian.
c Informasi verbal (verbal information).
Belajar informasi verbal adalah belajar untuk mengetahui apa yang dipelajari baik yang berbentuk nama-nama obyek, fakta-fakta, maupun pengetahuan yang telah disusun dengan baik.
d Ketrampilan motor (motor skills).
Kemahiran ini merupakan kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan mekanisme otot yang dimiliki.
e Sikap (attitudes).
Sikap merupakan kemampuan memberikan reaksi secara positif atau negatif terhadap orang, sesuatu dan situasi.
Definisi prestasi belajar di atas hampir sejalan dengan pemikiran Bloom. Menurut Bloom, “prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kawasan, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik”.
Menurut pendapat ini aspek kognitif berkaitan dengan perilaku berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Ada enam tingkatan aspek kognitif yang bergerak dari yang sederhana sampai yang kompleks, 1) pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan mengingat materi pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya, 2) pemahaman (comprehension, understanding) seperti kemampuan menafsirkan, menjelaskan atau meringkas, 3) penerapan (application), yaitu kemampuan menafsirkan dan menggunakan materi pelajaran yang sudah dipelajari dalam situasi baru atau konkrit, 4) analisis (analysis), yaitu kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke dalam komponen-komponen atau bagian-bagian sehingga susunannya dapat dimengerti, 5) sistesis (sythesis), yaitu kemampuan menghimpun bagian-bagian ke dalam satu keseluruhan, 6) evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu.
Aspek afektif baerkaitan dengan sikap, nilai-nilai, interes, apresiasi dan penyesuaian sosial. Aspek ini memiliki lima tingkatan dari yang sederhana ke yang kompleks, 1) penerimaan (receiving), merupakan kepekaan menerima rangsangan (stimulus) baik berupa situasi maupun gejala, 2) penanggapan (responding), yaitu berkaitan dengan reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus yang dating, 3) penilaian (valuing), yaitu berkaitan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang datang, 4) organisasi (organization), yaitu penerimaan terhadap berbagai nilai yang berbeda berdasarkan suatu sistem nilai tertentu yang lebih tinggi, 5) karakteristik nilai (characterization by a value complex), merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan siswa tantang masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Adapun tujuan pembelajaran IPS di SD adalah: (1) mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi dan sejarah melalui pendekatan pedagogis dan psikologis; (2) mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inquiri, memecahkan masalah dan keterampilan sosial; (3) membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; dan (4) meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk baik secara nasional maupun global (Puskur Balitbang Depdiknas, 2003:2).
Terkait dengan tujuan mata pelajaran IPS yang sedemikian fundamental maka guru dituntut untuk memiliki pemahaman yang holistik dalam upaya mewujudkan pencapaian tersebut. Dalam terminologi pembelajaran, pencapaian tujuan direfkeksikan dalam ketercapaian indikator (kurikulum 2006).
Pemberian indikator dalam pembelajaran merupakan acuan untuk menetapkan target belajar yang harus dicapai siswa. Dalam pencapaian hasil belajar siswa, guru dituntut untuk mengembangkan pembelajaran yang menjangkau perubahan tingkah laku pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik secara proporsional.
Berdasarkan konsep di atas maka dapat diperoleh suatu pengertian bahwa hasil belajar IPS adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah belajar yang wujudnya berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Derajat kemampuan yang diperoleh siswa diwujudkan dalam bentuk nilai hasil belajar IPS.
2. Metode Pembelajaran Group Investigation
Group Investigationn merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi.
Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005:28), mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah:
1. Membutuhkan Kemampuan Kelompok.
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.
2. Rencana Kooperatif.
Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.
3. Peran Guru.
Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.
Para guru yang menggunakan metode Group Investigation umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen, (Trianto, 2007:59). Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan kelas.
Langkah-langkah penerapan metode Group Investigation, (Kiranawati (2007), dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Seleksi topik
Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
2. Merencanakan kerjasama
Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) diatas.
3. Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4. Analisis dan sintesis
Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
5. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
6. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
Tahapan-tahapan kemajuan siswa di dalam pembelajaran yang menggunakan metode Group Investigation untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut (Slavin: 1995) dalam Siti Maesaroh (2005:29-30):
Tabel 1: Tahap-Tahap Kemajuan Siswa
Dalam Pembelajaran Yang Menggunakan Metode Group Investigation
Tahap I
Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.
Tahap II
Merencanakan tugas. Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.
Tahap III
Membuat penyelidikan. Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.
Tahap IV
Mempersiapkan tugas akhir. Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.
Tahap V
Mempresentasikan tugas akhir. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.
Tahap VI
Evaluasi. Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan.
Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation (GI)
Santyasa mengungkapkan pembelajaran kooperatif tipe GI didasari oleh gagasan John dewey tentang pendidikan, bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan di dunia nyata yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Menurut Winataputra (1992:39) model GI atau investigasi kelompok telah digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi dan berbagai tingkat usia. Pada dasarnya model ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis.
Menurut Depdiknas (2005:18) pada pembelajaran ini guru seyogyanya mengarahkan, membantu para siswa menemukan informasi, dan berperan sebagai salah satu sumber belajar, yang mampu menciptakan lingkungan sosial yang dicirikan oleh lingkungan demokrasi dan proses ilmiah. Menurut Winataputra (1992:63) sifat demokrasi dalam kooperatif tipe GI ditandai oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan atau setidaknya diperkuat oleh pengalaman kelompok dalam konteks masalah yang menjadi titik sentral kegiatan belajar. Guru dan murid memiliki status yang sama dihadapan masalah yang dipecahkan dengan peranan yang berbeda. Jadi tanggung jawab utama guru adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara kooperatif dan memikirkan masalah sosial yang berlangsung dalam pembelajaran serta membantu siswa mempersiapkan sarana pendukung. Sarana pendukung yang dipergunakan untuk melaksanakan model ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan para pelajar untuk dapat menggali berbagai informasi yang sesuai dan diperlukan untuk melakukan proses pemecahan masalah kelompok.
Ibrahim, dkk. (2000:23) menyatakan dalam kooperatif tipe GI guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa heterogen dengan mempertimbangkan keakraban dan minat yang sama dalam topik tertentu. Siswa memilih sendiri topik yang akan dipelajari, dan kelompok merumuskan penyelidikan dan menyepakati pembagian kerja untuk menangani konsep-konsep penyelidikan yang telah dirumuskan. Dalam diskusi kelas ini diutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa.
Slavin (dalam Asthika, 2005:24) mengemukakan tahapan-tahapan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai berikut:
1) Tahap Pengelompokan (Grouping)
Yaitu tahap mengidentifikasi topik yang akan diinvestigasi serta mebentuk kelompok investigasi, dengan anggota tiap kelompok 4 sampai 5 orang. Pada tahap ini: 1) siswa mengamati sumber, memilih topik, dan menentukan kategori-kategori topik permasalahan, 2) siswa bergabung pada kelompok-kelompok belajar berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk diselidiki, 3) guru membatasi jumlah anggota masing-masing kelompok antara 4 sampai 5 orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
Misalnya:
1) Dalam sub pokok bahasan turunan fungsi aljabar, sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat, guru menyampikan topik yang akan diinvestigasi seperti: (a) Bila y = c maka y’= 0 (c konstanta), (b) Bila y = ax maka y’ = a (a konstanta), dan (c) Bila y = axn maka y’ = a.n.xn-1 (a dan n konstanta)
2) Setelah penyampaian topik bahasan yang akan diinvestigasi: (a) guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih topik yang menarik untuk dipilih dan membentuk kelompok berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk diselidiki, (b) Guru membatasi anggota kelompok 4 sampai 5 orang dengan cara mengarahkan siswa dan memberikan suatu motivasi kepada siswa supaya bersedia membentuk kelompok baru dan memilih topik.
2) Tahap Perencanaan (Planning)
Tahap Planning atau tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran. Pada tahap ini siswa bersama-sama merencanakan tentang: (1) Apa yang mereka pelajari? (2) Bagaimana mereka belajar? (3) Siapa dan melakukan apa? (4) Untuk tujuan apa mereka menyelidiki topik tersebut?
Misalnya pada topik Bahasan, Bila y = c maka y’= 0 dimana c konstanta, pada tahap ini: 1) siswa belajar tentang turunan fungsi yang nilainya konstan, 2) siswa belajar dengan menggali informasi, bekerjasama dan berdiskusi, 3) siswa membagi tugas untuk memecahkan masalah topik tersebut, mengumpulkan informasi, menyimpulkan hasil investigasi dan mempresentasikan di kelas, dan (4) siswa belajar untuk mengetahui sifat turunan fungsi aljabar yang bernilai konstan.
3) Tahap Penyelidikan (Investigation)
Tahap Investigation, yaitu tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa. Pada tahap ini, siswa melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat simpulkan terkait dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki, 2) masing-masing anggota kelompok memberikan masukan pada setiap kegiatan kelompok, 3) siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mempersatukan ide dan pendapat. Misalnya: 1) siswa menemukan cara-cara pembuktian sifat turunan fungsi aljabar yang bernilai konstan, 2) siswa mecoba cara-cara yang ditemukan dari hasil pengumuplan informasi terkait dengan topik bahasan yang diselidiki, dan 3) siswa berdiskusi, mengklarifikasi tiap cara atau langkah dalam pemecahan masalah tentang topik bahasan yang diselidiki.
4) Tahap Pengorganisasian (Organizing)
Yaitu tahap persiapan laporan akhir. Pada tahap ini kegiatan siswa sebagai berikut: 1) anggota kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam proteknya masing-masing, 2) anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana mempresentasikannya, 3) wakil dari masing-masing kelompok membentuk panitia diskusi kelas dalam presentasi investigasi.
Misalnya: 1) siswa menemukan bahwa turunan fungsi aljabar yang bernilai konstan nilainya adalah 0 jadi rumus yang diberikan terbukti, 2) siswa menemukan bahwa turunan fungsi aljabar yang bernilai konstan nilainya adalah 0 yang dibuktikan dengan definisi turunan dan limit fungsi, 3) siswa membagi tugas sebagai pemimpin, moderator, notulis dalam presentasi investigasi.
5) Tahap Presentasi (Presenting)
Tahap presenting yaitu tahap penyajian laporan akhir. Kegiatan pembelajaran di kelas pada tahap ini adalah sebagai berikut: (1) penyajian kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk penyajian, (2) kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai pendengar, (3) pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan terhadap topik yang disajikan. Misalnya: 1) siswa yang bertugas untuk mewakili kelompok menyajikan hasil atau simpulan dari investigasi yang telah dilaksanakan, 2) siswa yang tidak sebagai penyaji, mengajukan pertanyaan, saran tentang topik yang disajikan, 3) siswa mencatat topik yang disajikan oleh penyaji.
6) Tahap evaluasi (evaluating)
Pada tahap evaluating atau penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa. Pada tahap ini, kegiatan guru atau siswa dalam pembelajaran sebagai berikut: 1) siswa menggabungkan masukan-masukan tentang topiknya, pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan tentang pengalaman-pengalaman efektifnya, 2) guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan, 3) penilaian hasil belajar haruslah mengevaluasi tingkat pemahaman siswa. Misalnya: 1) siswa merangkum dan mencatat setiap topik yang disajikan, 2) siswa menggabungkan tiap topik yang diinvestigasi dalam kelompoknya dan kelompok yang lain, 3) guru mengevaluasi dengan memberikan tes uraian pada akhir siklus.
Metode Pembelajaran GI (Group Investigation)
Model koperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misal mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah), pengoalahn data penyajian data hasi investigasi, presentasi, kuis individual, buat skor perkem\angan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.
Materi PKn: DEMOKRASI
A. Hakekat Demokrasi
Kata demokrasi seringkali terdengar di telinga kita. Kata demokrasi digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti demokrasi ekonomi, demokrasi dalam politik, demokrasi dalam pemerintahan, dan sebagainya. Namun, tahukah kamu apa artinya demokrasi tersebut?
Untuk memahami demokrasi dan penerapannya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara ikutilah penjelasan di bawah ini.
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demos yang berarti rakyat dan kratien yang berarti pemerintahan. Jadi demokrasi berarti pemerintahan rakyat. Dapat dikatakan bahwa hakekat pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Di Yunani sendiri pelaksanaan demokrasi ini dilakukan secara langsung. Artinya setiap warga negara terlibat langsung dalam membicarakan semua masalah di dalam polis. Penerapan demokrasi berawal dari Solon, pemimpin masyarakat Athena mengumpulkan warga negara Athena dalam amphiteater untuk bersidang dan membicarakan permasalahan di dalam polis. Sistem ini terus dikembangkan oleh Pericles setelah perang Yunani dan Persia berakhir. Dengan sistem demokrasi ini, Athena berkembang menjadi pusat kebudayaan dan pemerintahan sipil di Yunani.
B. Sejarah Perkembangan Demokrasi
Pada permulaan pertumbuhannya demokrasi telah mencakup beberapa azas dan nilai yang diwariskan kepadanya dari masa yang lampau, yaitu gagasan mengenai demokrasi dari kebudaya an Yunani Kuno dan gagasan mengenai kebebasan beragama yang dihasilkan oleh aliran Reformasi serta perang-perang agama yang menyusulnya.
Sistim demokrasi yang terdapat di negara-kota (city state)· Yu nani Kuno (abad ke-6 sampai abad ke·3 S.M.) merupakan demokrasi la.ngsung (direct democracy) yaitu suatu bentuk pemerin tahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang ber· tindak berdasarkan prosedur!mayoritas. Sifat langsung dari demo krasi Yunani dapat diselenggarakan secara efektif karena berlang· sung dalam kondisi yang sederhana, wilayahnya terbatas (negara terdiri dari kota dan daerah sekitarnya) serta jumlah penduduk sedikit (300.000 penduduk dalam satu negara-kota). Lagipula, ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga nega· ra yang resmi, yang hanya merupakan bagian kecil saja dari pen·duduk. Untuk mayoritas yang terdiri dari budak belian dan pedagang asing demokrasi tidak berlaku. Dalam negara modern demokrasi tidak lagi bersifat langsung, tetapi bersifat demokrasi berdasarkan perwaki/an(representative democracy).
Memasuki Abad Pertengahan (600-1400) gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan hilang dari muka dunia Barat. Masyarakat Abad Pertengahan dicirikan oleh struktur sosial yang feodal (hubungan antara vassal dan lord); yang kehidupan sosial serta spirituilnya dikuasai oleh Paus dan pejabat-pejabat agama lainnya; yang kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan antara para bangsawan satu sama lain. Dilihat dari su dut perkembangan demokrasi Abad Pertengahan menghasilkan suatu dokumen yang penting, yaitu Magna Charta (Piagam Besar) (1215). Magna Charta merupakan semacam kontrak. an tara beberapa bangsawan dan Rlija. John dari Inggris di mana untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dan privileges dari bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya. Biarpun piagam ini lahir dalam suasana feodal dan tidak berlaku untuk rakyat jelata, namun diang gap sebagai tonggak dalam perkembangan gagasan demokrasi.
Sebelum Abad Pertengahan berakhir dan di Eropa Barat pada permulaan abad ke-16 muncul negara-negara nasional (national state) dalam bentuk yang modern, maka Eropa Barat mengalami beberapa perubahan sosial dan kulturil yang mempersiapkan jalan untuk memasuki zaman yang lebih modern di mana akal dapat memerdekakan diri dari pembatasan-pembatasannya.
Sesudah berakhirnya Abad Pertengahan antara 1500-1700 lahirlah negara-negara Monarcchi. Raja-raja absolut menganggap dirinya berhak atas takhtanya berdasarkan konsep ”Hak Suci Raja” (Divine Right of Kings). Raja-raja yang terkenal di Spanyol ialah Isabella dan Ferdinand (1479- 1516). di Prancis raja-raja Bourbon dan sebagainya. Kecaman-kecaman ..diontarkan terhadap gagasan absolutisme mendapat dukungan kuat dari golongan menengah (middle class) yang mulai berpengauruh berkat majunya kedudukan ekonomi serta mutu pen didikan.
Pendobrakan terhadap kedudukan raja-raja absolut ini didasar suatu teori rasionalistis, yang umumnya dikenal sebagai social-contract (kontrak sosiaI). Salah satu azas dari gagasan kontral sosial ialah bahwa dunia dikuasai oleh hukum yang timbul (nature) yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universal: artinya berlaku untuk semua waktu serta semua manusia, apakah dia raja, bangsawan atau rakyat jelata. Hukum ini dinamakan Natural Law (Hukum Alam, ius- naturale). Unsur uni versalisme inilah yang diterapkan pada masalah-masalah politik. Teori kontrak sosial beranggapan bahwa hubungan antara raja dan rakyat didasari oleh suatu kontrak yang ketentuan-ketentu annya mengikat kedua belah fihak. Kontrak sosial menentukan di satu fihak bahwa raja diberi kekuasaan oleh rakyat untuk menye lenggarakan penertiban dan menciptakan suasana di mana rakyat dapat menikmati hak-hak alamnya (natural rights) dengan aman. Di fihak lain rakyat akan mentaati pemerintahan raja asal hak· hak alam itu terjamin.
Pada hakekatnya teori-teori kontrak sosial merupakan usaha untuk mendobrak dasar dari pemerintahan absolut dan menetap kan hak-hak politik rakyat. Filsuf-filsuf yang mencetuskan gagas an . ini antara lain John Locke dari Inggris (I632-1704) da Montesquieu dari Perancis (1689-) 755). Menurut John Locke hak-hak politik mencakup hak atas hidup, atas kebebasan dan hak untuk memiliki (life, liberty and property). Montes quieu mencoba menyusun suatu sistim yang dapat menjamin hak-hak politik itu, yang kemudian dikenal dengan istilah trias politica. Idee-idee bahwa manusia mempunyai hak-hak politik menimbulkan revolusi Perancis pada akhir abad ke-18, serta Revolusi Amerika melawan Inggris.
Sebagai akibat dari pergolakan yang tersebut di atas tadi maka pada akhir abad ke-19 gagasan mengenai demokrasi men dapat wujud yang konkrit sebagai program dan sistim politik. Demokrasi pada tahap ini semata-mata bersifat politis dan men dasarkan dirinya atas azas-azas kemerdekaan individu, kesamaan hak (equal rights) serta hak pilih untuk semua warganegara (univer sal suffrage)
Dalam abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 lahirlah gagasan mengenai demokrasi konstitusional. AhIi hukum Eropa Barat Kontinental seperti Immanuel Kant (1724-1804) dan Friedrich Julius Stahl memakai istilah Rechtsstaat, sedangkan ahli Anglo Saxon seperti A.V. Dicey memakai istilah Rule of Law. Oleh Stahl disebut empat Unsur Rechtsstaat (negara demokrasi yang berdasarkan hukum) dalam arti klasik, yaitu:
1) Adanya perlindungan ak-hak manusia
2) Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjaminhak- hak itu
3) Pemerirttah berdasarkan peraturan-peraturan
4) Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Unsur-unsur Rule of Law dalam arti yang klasik, seperti yang dikemukakan oleh A.V. Dicey dalam Introduction to the Law of the Constitution mencakup:
a. Supremasi aturan-atuTlln hukum (supremacy of the law); tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum.
b. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law). DaliI ini berlaku baik untuk orang biasa, maupun untuk pejabat.
c. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di negara lain oleh undang-undang dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan.4
C. Macam-macam Demokrasi
Beberapa macam demokrasi yang berkembang di dunia, antara lain:
1) Demokrasi Parlementer
Di dalam sistem parlementer, kekuasaan legislatif terletak di atas kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu, menteri-menteri kabinet harus mempertanggungjawabkan semua tindakannya kepada Dewan/DPR/Senat. Pemerintah setiap saat dapat dijatuhkan oleh Dewan/DPR/Senat dengan mosi tidak percaya.
2) Demokrasi Liberal
Dalam system liberal, kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dipisahkan (sparate of power peinisahan). Kepala negara / presiden langsung dipilih oleh rakyat (contoh Amerika Serikat). Dalam demokrasi liberal pemerintah dipegang oleh partai yang menang dalam pemilihan umum, sedangkan partai yang kalah menjadi pihak oposisi.
3) Demokrasi Rakyat
Demokrasi ini terdapat dalam negara-negara komunis yang totaliter. Lembaga-lembaga demokrasi pada umumnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena kekuasaan ada di tangan sekelompok kecil pimpinan partai komunis. Mereka ini yang memegang dan mempergunakan kekuasaan menurut ideologi totaliter komunis: Dalam demokrasi rakyat, pada dasarnya rakyat tidak memperoleh hak yang lazimnya di dapat dalam sistem demokrasi lainnya.
4. Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan Paneasila dan UUD 1945. Dalam Demokrasi Pancasila sangat diharapkan adanya musyawarah untuk mufakat. Akan tetapi, bila tidak tercapai mufakat, pengambilan keputusan dapat ditempuh melalui pemu ngutan suara (Pasal 2, Ayat (3), WD 1945). Dalam demokrasi Pancasila tidak mengenal dominasi mayoritas ataupun tirani minoritas. Domiinasi mayoritas adalah kelompok besar yang menguasai segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengabaikan kelompok yang kecil. Tirani minoritas adalah kelompok kecil yang menguasai segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengabaikan kelompok besar.
Keunggulan demokrasi Pancasila dibanding dengan demokrasi lainnya sebagai berikut.
a) Adanyaa penghargaan terhadap hak asasi manusia dan hak-hak minoritas tidak akan diabaikan.
b) Mendahulukan kepentingan rakyat, dalam hal ini hak rakyat diakui dan dihargai.
c) Mengutamakan musyawarah untuk mufakat, dan baru kemudaian menggunakan suara terbanyak
d) Kebenaran dan keadilan selalu dijunjung tinggi.
e) Mengutamakan kejujuran dan iktikad baik.
Sedangkan dilihat dari pelaksanaannya dikenal ada dua macam demokrasi, yaitu demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung (perwakilan).
1) Demokrasi langsung, adalah suatu sistem demokrasi yang melibatkan seluruh rakyatnya dalam membicarakan atau menentukan segala unsur negara secara langsung. Demokrasi langsung pernah dipraktikan pada zaman Yunani kuno; yaitu beberapa negarakota di Athena. Demokrasi yang pertama di dunia ini mampu melaksanakan demokrasi langsung dengan suatu majelis yang mungkin terdiri dari 5000 sampai 6000 orang dan berkumpul di satu tempat untuk melaksanakan demokrasi langsung. ,
2) Demokrasi tidak langsung atau perwakilan, adalah suatu sisitem demokrasi yang dalam menyalurkan aspirasinya, rakyat memilih wakil-wakil untuk duduk dalam suatu lembaga parlemenatau lembaga perwakilan rakyat. Lembaga ini dipilih dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, karena itu dalam demokrasi tidak langsung semua rakyat turut serta dalam membicarakan dan menetapkan kebijakan tentang persoalan-persoalan' negara.
C. Perwujudan Demokrasi Pancasila dalam Bidang Politik, Ekonomi, dan Sosial.
Untuk mewujudkan Demokrasi Pancasila kita terlebih dahulu harus memahawi nilai-nilai demokrasi. Nilai-nilai demokrasi yang perlu dikembangankan dalam suatu masyarakat yang demokratis menurut Henry B. Mayo (dalam Miriam Budiardjo; 1986:62-63) adalah sebagai berikut;
1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga. Dalam setiap masyarakat terdapat perselisihan pendapat serta kepentingan, yang dalam alam demokrasi dianggap wajar untuk diperjuangkan. Perselisihan harus dapat diselesaikan melalui perundingan dan dialog terbuka untuk mencapai kompromi, konsensus, atau mufakat. Apabila kompromi tidak tercapai, maka ada bahaya, karena keadaan ini dimungkinkan akan mengundang kekuatan-kekuatan dari luar untuk campur tangan dan memaksakan dengan kekerasan tercapainya kompromi.
2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah. Perubahan sosial terjadi karena beberapa faktor, seperti kemajuan teknologi, kepadatan penduduk, dan pola perdagangan. Pemerintah harus dapat menyesuaikan kebij::tksanaannya kepada perubahan-perubahan ini dan dapat mengendalikannya. Sebab kalau perubahan tidak dijamin oleh pemerintah, maka sistem demokratis tidak dapat berjalandan akan muncul sistem diktatur.
3. Menyelenggarakan pergantian pimpman secara teratur. Dalam masyarakat demokratis, pergantian pimpinan atas dasar keturunan, mengangkat diri sendiri, coup d 'etat dianggap tidak wajar.
4.. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum. Golongan minoritas yang biasanya akan terkena paksaan akan lebih menerimanya apabila diberi kesempatan untuk turut serta dalam merumuskan kebijaksanaan.
5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman. Keanekaragaman ini tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan, dan tingkah laku.
Untuk hal ini perlu terselenggaranya masyarakat yang terbuka dan kebebasan politik yang memungkinkan timbulnya fleksibelitas dan tersedianya berbagai altematif dalam tindakan politik. Namun demikian keanekaragaman tetap berada dalam kerangka persatuan bangsa dan negara.
6. Menjamin tegaknya keadilan. Dalam masyarakat demokratis keadilan merupakan cita-cita bersama, walaupun sebagian kecil masyarakat ada yang merasa diperlakukan tidak adil. Keadilan masyarakat yang dibangun hendaklah keadilan dalam jangka panjang dan melingkupi seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan.
Perwujudan Demokrasi Pancasila dapat dilihat antara lain dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial.
a) Dalam Bidang Politik
Oleh karena Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan maka kebijak dijalankan oleh para wakil rakyat dalam menetapkan berbagai kebijakan peme rintahan dalam bentuk peraturan perun dangan.
Dalam melakukan tugasnya, para wakil rakyat harus mampu memikirkan, memperhatikan, dan mempertimbangkan aneka-ragam kepentingan rakyat agar keputusan-keputusan yang diambilnya benar-benar mencerrninkan aspirasi selu ruh lapisan masyarakat dan benar-benar bermanfaat bagi kesejahteraan bersama.
Tentu tidak hanya wakil rakyat yang harus menjalankan kebijaksanaan dalam melaksanakan tugasnya. Semua penye lenggara negara (para penegak hukum, presiden, wakil presiden, para menteri, para anggota DPR, para anggota BPK, dan seluruh aparat pemerintahan lain, baik di pusat maupun di daerah) wajib menjalan kan atau menunaikan tugasnya dengan penuh hikmat kebijaksanaan.
b) Dalam Bidang Ekonomi
Pancasila dan UUD 1945 menggaris kan dua prinsip pokok demokrasi ekono mi. Prinsip itu adalah sebagai berikut.
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama at as dasar semangat keke luargaan.
2) Segala hal yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besamya kemakmuran rakyat
Dua prinsip pokok ini menunjukkan bahwa kemakmuran seluruh rakyat harus menjadi tujuan utama pelaksanaan Demo krasi Pancasila dalam bidang ekonomi Oleh karena itu, tidak diperbolehkan se orang pun menguasai bidang-bidang eko nomi yang menguasai hajat (kepentingan) orang banyak. Perlulah digariskan peme rataan kesempatan-kesempatan ekonornis dan kesejahteraan bagi setiap warga bangsa ini. Itu semua hanya bisa dicapai apabila semua pihak menggunakan sanaan sebagai pedoman dalam bersikap maupun berkiprah dalam pereekonomian bangsa dan dan negara Inonesia.
c) Dalam Bidang Sosial
Dalam kehidupan bermasyarakat, De mokrasi Pancasila menggariskan penting ”hikmat k ebijaksanaan" sebagai pe nuntut hubungan antar manusia Indonesia dengan bangsa lain.
Dengan demikian, bukan hanya wakil rakyat atau pejabat/aparat pemerintah yang dituntut untuk selalu meng unakan hikmat kebijaksanaan dalam mengusrus kepentingan bersama. Seluruh bangsa Indonessia baik anak dan orang tua dalam keluarga, warga dan pengurus RT dan RW, murid, guru, kepala sekolah dan warga sekolah lainnya di sekolah, maupun kemasyarakatan, partai politik, instansi pemerintah, perusahaan, Dewan Perwakilan Rakyat, untuk dituntut melakukannya..
D. Perwujudan Demokrasi Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari
Bagaimana kita mampu selalu bertindak bijaksana dalam berbagai aspek Demokrasi Pancasila? Syarat utama agar kita mampu ber tindak bijaksana adalah meyakini prinsip bahwa pada hakikatnya setiap orang harkat dan martabatnya yang sama. Dengan prinsip itu, kita dapat memberikan perlakuan dan penghormatan yang sama bagi setiap orang. Oleh karena prinsip persamaan kedudukan haruslah dijunjung tinggi.
Dengan memegang teguh prinsip tersebut, kita menjadi lebih mampu untuk mengendalikan diri agar tidak bertindak, bersikap maupun bertutur kata secara tidak bijaksana. Kita pun akan mampu untuk lebih bertenggang rasa dengan orang lain.
Kebijaksanaan hendaknya dijunjung tinggi baik dalam hubungan sosial antar warga masyarakat, dan dalam penye lenggarakan kehidupan politik, maupun ekonomi negara. Dalam penyelenggaraan kehidupan politik, apabila tidak ada kebijaksanaan dalam pelaksanaannya, maka kehidupan politik akan kacau. Semua orang akan menghalalkan segala cara untuk men dapatkan dan menggunakan kekuasaan yang ada.
Begitu pula dalam bidang ekonomi. Akan terjadi korupsi, penyalahgunaan wewenang dan tindak kejahatan ekonomi lain pun akan bermunculan bila tidak ada kebijaksanaan yang melingkupinya. Prinsip kebijaksanaan sangat penting dalam pengelolaan hidup berbangsa dan bernegara. Kebijaksanaan menjaga ke utuhan bangsa dan mewujudkan kesejah teraan bersama.
Kebijaksanaan itu hendaknya dilandasi oleh sikap menghormati persamaan harkat dan martabat sesamanya dan tenggang rasa dengan orang lain.
Dengan mengakui persamaan kedu dukan orang lain, kita akan selalu memi mirkan, mempertimbangkan, dan memperhatikan kepentingan orang lain pada saat menangani masalah bersama. Bahkan dalam menjalani hidup pribadipun, kita terdorong untuk melakukan hal yang sama.
Untuk melaksanakan Demokrasi Pan casila dalam kehidupan sehari-hari kita hendaknya mengamalkan sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Adapun bentuk-bentuk pengamalan yang dapat kita lakukan antara lain sebagai berikut.
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, kita hendaknya menya dari setiap manusia Indonesia mem punyai kedudukan, hak dan kewa jiban yang sama.
2. Kita hendaknya tidak boleh memaksa kan kehendak kepada orang lain.
3. Kita hendaknya mengutamakan musyawarah dalam mengambil kepu tusan untuk kepentingan bersama .
4. Kita hendaknya menyadari bahwa musyawarah untuk mencapai mu fakat diliputi oleh semangat keke luargaan.
5. Kita hendaknya menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musya warah.
6. Kita hendaknya dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
7. Kita hendaknya menyadari bahwa di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepen tingan pribadi atau golongan.
8. Kita hendaknya menyadari bahwa musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan se cara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, men junjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
E. Budaya Demokrasi
Biasanya kita mendengar bahwa sebelum para wakil rakyat mengambil kebijakan/keputusan, ia melakukan musyawarah dengan rakyat untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan atau aspirasi rakyat. Para wakil rakyat melakukan musyawarah dengan penguasa untuk menentukan apa yang harus dilakukan sebagai tanggapan atas aspirasi rakyat tersebut. Mekanisme musyawarah itu dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak merugikan atau menyampingkan aspirasi elemen rakyat tertentu. Dengan demikian, kebijakan yang dibuat nantinya merupakan kebijakan yang aspiratif dan didukung oleh rakyat.
Secara sederhana, cara-cara seperti inilah yang disebut cara atau perilaku yang demokratis. Jika perilaku-perilaku seperti ini terus menerus dijalankan dan menjadi bagian yang terpisahkan dari setiap proses politik masyarakat, maka kita menyebutnya sebagai budaya demokrasi. Dengan demikian, dapatlah kita katakan bahwa budaya demokrasi adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang demokratis dan dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
Budaya demokrasi terlihat atau tergambar dari perilaku -perilaku (politik) demokratis yang ditunjukkan oleh anggota masyarakat. Perilaku-perilaku demokratis itu antara lain menghargai perbedaan, menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, mengutamakan musyawarah untuk menyelesaikan setiap persoalan, menghormati setiap keputusan yang telah menjadi kesepakatan atau konsensus bersama, memberi kesemapatan yang sama kepada setiap orang untuk memilih dan dipilih menjadi pemimpin, memilih pemimpin dengan jujur, bebas dan adil, menyalurkan aspirasi melalui lembagai-lembaga atau saluran-saluran politik yang telah disepakati bersama.
Dalam ilmu politik, budaya politik umumnya dibedakan atas tiga, yakni budaya politik parokial, budaya politik kaula, dan budaya politik partisipan. Dalam budaya politik parokial (parochial political culture), anggota masyarakat tidak menaruh minat terhadap objek politik yang luas kecuali dalam batas tertentu, yakni terhadap tempat di mana ia terikat secara sempit, seperti yang menyangkut kegiatan mencari makan. Budaya politik seperti ini umumnya terjadi dalam masyarakat tradisional di mana tingkat diferensiasi atau spesialisasi masih sangat kecil. Namun demikian, masyarakat ini menyadari adanya pusat kekuasaan politik dalam masyarakatnya.
Dalam budaya politik kaula (subject political culture), anggota masyarakat memiliki minat, perhatian, mungkin pula kesadaran terhadap sistem secara keseluruhan, terutama terhadap outputnya. Sementara perhatian terhadap aspek input serta kesadarannya sebagai aktor politik sama sekali rendah. Orientasi mereka yang nyata terhadap objek politik dapat terlihat dari pernyataannya baik berupa kebanggaan, dukungan atau sikap bermusuhan terhadap sistem terutama dari segi outputnya. Masyarakat ini umumnya merasa dirinya tidak berdaya mempengaruhi atau mengubah sistem. Oleh karena itu, mereka umumnya menyerah saja kepada segala kebijakan para pemegang kekuasaan di masyarakat.
Dalam masyarakat yang memiliki budaya politik partisipan (participant political culture), seseorang menganggap dirinya atau orang lain sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik. la menyadari setiap hak dan tanggung jawabnya dan berusaha merealisasikan hak dan tanggung jawabnya itu. la tidak menerima begitu saja atau tunduk saja terhadap keadaan karena ia merupakan salah satu mata rantai aktif, betapa pun kecilnya, dalam proses politik baik dari segi input, proses pengelolaannya, dan outputnya. la berperan aktif dalam proses politik yang terjadi dalam masyarakatnya.
Dalam budaya politik parlisipan inilah perilaku-perilaku demokratis akan berkembang. Anggota masyarakat yang aktif dan merasa menjadi bagian dari sebuah proses politik akan cenderung menolak setiap proses politik yang tidak melibatkan dirinya dan elemen lainnya. la juga cenderung akan menolak setiap proses politik yang tidak dilakukan sesuai dengan mekanisme yang telah disepakati bersama. la juga tidak mau tunduk begitu saja tetapi akan selalu mengkritisi setiap kebijakan yang tidak aspiratif. Singkatnya, ia akan cenderung menolak setiap proses politik yang tidak demokratis.
Dalam masyarakat yang menghargai demokrasi ini akan tersedia saluran-saluran serta mekanisme partisipasi masyarakatnya. Saluran-saluran itu antara lain adalah parlai politik, lembaga perwakilan, dan saluran ekspresi lainnya seperti media massa.
F. Dasar Hukum Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Secara yuridis pelaksanaan demokrasi di Indonesia merupakan impelentasi sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 terutama dalam rangka penerapan konsep ”kedaulatan ada di tangan rakyat.” Oleh karena itu yang menjadi landasan pokok pelaksanaan Demokrasi di Indonesia adalah:
a. Pembukaan UUD 1945
Alinea keempat yang menyatakan bahwa; ” .... maka disusunlah kemerdekaaan kebangsaan indonesia itudalam suatu Undang-Undang dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyatKerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan
b. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945
”Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
c. Pasal 28 UUD 1945
”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.
d. Pasal 28E UUD 1945 ayat 3
”Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.
Selain landasan di atas, pelaksanaan demokrasi di Inonesia juga didasarkan atas UU Pemilu, UU Pers, UU Kebebasan Mengeluarkan Pendapat di muka umum, dan berbagai Undang-Undang lain yang secara subtansial mengandung muatan sebagai implementasi sistem pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat.
G. Asas dan Ciri Negara Demokrasi
Negara/pemerintahan yang demokrasi memiliki dua asas pokok, yaitu:
1) pengakuan akan hakekat dan martabat manusia, misalnya perlindungan dari pemerintah terhadap hak asasi manusia demi kepentingan bersama;
2) pengakuan peran serta rakyat dalam pemerintahan, misalnya hak rakyat memilih wakil-wakil rakyat secara langsung, umum, bebas dan rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan adil.
Sedangkan ciri kehidupan masyarakat yang demokratis di bawah Rule of Law menurut Miriam Budiardjo (1986) adalah:
a) adanya perlindungan konstitusional, dengan pengertian, bahwa konstitusi, selain menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara prosedural untuk mempereh perlindungan atas perlindungan at as hak-hak yang dijamin,
b) adanya kehakiman yang bebas dan tidak memihak
c) adanya pemililihan umum yang bebas,
d) adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat,
e) adanya kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi, dan
f) adanyan pendidikan kewarganegaraan (civic education).
Pandangan lain dikemukakan oleh Lyman Tower Sargent (1987:29), bahwa unsur-unsur kunci demokrasi adalah:
1) Keterlibatan rakyat dalam pengambilan keputusan politik,
2) Tingkat persamaan hak di antara warga negara,
3) Tingkat kebebasan dan kemerdekaan yang diberikan pada atau dipertahankan dan h warga negara,
4) Sistem perwakilan, dan
5) Sistem pemilihan dan ketentuan mayoritas.
Lalu bagaimana ciri negara yang demokratis? Sebuah negara demokratis selain harus mengembangkan ciri-ciri atau prinsip di atas; neagara demokratis harus memiliki ciri-ciri:
1) Adanya pandangan, bahwa warga negara (rakyat) harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan politik, baik secara langgsung maupun melalui perwakilan. Asumsi pokok pandangan ini, bahwa rakyat harus mempunyai hak untuk membahas kebijaksanaan negara mengenai hal-hal yang dilakukan atas nama rakyat. Keterlibatan rakyat dalam pengambilan keputusan politik dipandang baik bagi rakyat, sebab dengan demikian rakyat merasa ikut bertanggung jawab terhadap kebijakan yang ditetapkannya dan akan melaksanakan kebijakan itu.
2) Adanya persamaan hak. Persamaan hak mengandung beberapa jenis persamaan hak, seperti persamaan hak politik, persamaan di depan hukum, persamaan kesempatan, persamaan ekonomi, dan persamaan sosial.
Dengan mengasumsikan adanya sistem perwakilan, persamaan hak politi k meliputi hak untuk memilih dalam pemungutan suara dan persamaan kesanggup untuk dipilih mendudukijabatan politik. Persamaan untuk memilih dalam pemungut suara berarti, bahwa (l) setiap individu harus mempunyai akses yang mudah tempat pemungutan suara, (2) setiap orang harus bebas memberikan suaranya, dan (3) setiap suara harus diberikan nilai yang sama sewaktu diadakan perhitungan suara Persamaan dalam kesanggupan untuk dipilih menduduki jabatan politik berart·. bahwa setiap orang yang mempunyai suara dapat dipilih menduduki jabatan politi: walaupun untuk jabatan tertentu biasanya ada kualitikasi tertentu.
Persamaan di depan hukum menetapkan, bahwa semua orang akan diperlakun dengan cara yang sama oleh sistem hukum. Dalam penerapan prinsip ini, seseorang akan mendapatkan jaminan keadilan sesuai dengan hukum yang berlaku. Hakikat hukum adalah suatu kekuatan yang berfungsi untuk meletakkan kedudukan seseorang (masyarakat) secara adil dan jujur.
Persamaan kesempatan berarti, setiap orang di masyarakat diperkenankan untuk naik atau turun dalam sistem kelas atau dalam sistem status tergantung pada kesanggupan dan penerapan kesanggupan dari setiap orang. Dalam penerapan prinsip ini tidak ada penghambat bagi seseorang untuk mencapai beberapa kesanggupan dan keuntungan dari kerja kerasnya.
Persamaan ekonomi dapat diartikan, bahwa setiap orang dalam suatu masyarakat harus mempunyai jaminan pendapatan yang sama. Artinya sistem penghargaaan ekonomi yang sama, sehingga masing-masing individu dapat mencapai tingkat kesejahteraan yang diinginkannya. Setiap individu harus mendapatkan jaminan ekonomi minimum, sebab ketimpangan ekonomi akan mempengaruhi jalannya sistem demokrasi. Tingkat kemiskinan yang ekstrem akan sangat menghambat kemmampuan seseorang untuk mengambil bagian dalam kehidupan masyarakat.
3) Adanya kebebasan dan kemerdekaan yang diberikan atau dipertahankan dan dimiliki oleh warga negara. Kebebasan dan kemerdekaan yang diberikan pada atau dipertahankan dan dimiliki oleh warga negara serng dinamakan hak alamiah atau hak asasi manusia. Hak asasi manusia dalam kehidupan bernegara, seperti hak untuk memilih, kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan pers, kebebasan beragama, kebebasan dari perlakukan semena-mena oleh sistem politik dan hukum, kebebasan bergerak, dan kebebasan berkumpul dan berserikat
4) Adanya sistem perwakilan. Sistem perwakilan sebagai ciri negara demokrasi dilaksanakan karena demokrasi langsung hanya berfungsi efrektif dalam suatu negara yang wilayah negaranya kecil dan jumlah penduduknya sedikit. Sistem perwakilan berarti rakyat diwakili oleh sejumlah orang untuk merumuskan kebijakan yang diinginkan oleh rakyat. Wakil rakyat adalah representasi rakyat.
5) Adanya sistem pemilihan umum. Sistem pemilihan umum sebagai ciri negara demokrasi dilaksanakan untuk mengisi jabatan-jabatan kenegaraan. Dalam pemilihan umum hendaklah dilaksanakan secara jujur dan adil, sehingga pejabat kelembagaan negara yang dipilih merupakan orang-orang yang memiliki integritas dan berkualitas untuk mengemban jabatan negara yang nantinya akan menjamin pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat ddengan baik. Pada sisi lain mayoritas kekuatan politik tetap memberi kesempatan kepada kekuatan politik minoritas untuk bersama-sama membangun bangsa dan
H. Demokrasi yang Pernah Berlaku di Indonesia
Dasar demokrasi ialah bahwa semua manusia sebagai anggota masyarakat adalah bebas dan sama haknya. Alam demokrasi membutuhkan aturan yang menjamin tingkah laku yang adil dan saling menghormati.
Pemerintahan demokrasi akan kacau apabila tidak dijalankan atas tat a aturan tertentu. Supaya kehidupan bernegara te tap diselenggarakan secara tertib, peme rintahan demokrasi perlu dilaksanakan atas dasar aturan. Aturan hidup berde mokrasi harus ditaati agar kehidupan yang tertib dapat terwujud.
Bangsa Indonesia juga percaya bahwa cara terbaik untuk mewujudkan cita-cita bersama adalah dengan menjalankan sistem pemerintahan demokrasi. Sila IV Pancasila memberi dasar bagi pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Sebagai penja baran Pancasila, Batang Tubuh UUD 45 juga mengatur pokok-pokok sistem pemerintahan demokrasi.
Usaha bangsa Indonesia melaksan; kan pemerintahan demokrasi telah men) alami pasang surut.
1) Demokrasi di Masa Awal Kemerdekaan
Berdasar DUD 1945 bangsa Indonesia memulai kehidupan kenegaraan dengan mencoba mewujudkan sistem pemerintahan yang demokrasi. Demokrasi yang dianut adalah demokrasi tidak langsung. Langah yang perlu diambil pada saat itu adalah harus segera membentuk lembaga-lembaga perwakilan rakyak terutama MPR sesuai dengan ayat II Aturan Tambah, UUD 1945, MPR sudah harus terbentuk dalam waktu 6 bulan sesudah kemerdekaan. Sementara lembaga-lembaga negra yang dapat menjadi alat pemerintah demokrasi belum terbentuk, kekuasaan MPR, DPR, dan DPA dijalankan 0leh Presiden, dengan dibantu oleh Komite Nasional.
Kenyataan bahwa selain menjadi kepala negara dan kepala pemerintah, Presiden juga melaksanakan kekuasaan MPR, DPR dan DPA, menimbulkan kesan bahwa pemerintah Indonesia waktu itu bersifat diktator. Oleh karena itu kemudian diambil langkah-langkah sebagai berikut.
1. Pemberian wewenang untuk men lankan fungsi legislatif DPR kepa KNIP
Melalui Maklumat Wakil Presiden No X, tanggal 16 Oktober 1945 KNIP diberi wewenang menjalankan fungsi legislatif (DPR). Dapat dikatakan bahwa sejak saat itu KNIP telah menjadi Dewan Penvakil Rakyat (parlemen).
2. Pemberian kesempatan pada rakyat untuk mendirikan partai politik.
Melalui Maklumat Pemerintah tang gal 3 Nopember 1945 diumumkan bahwa rakyat diberi kesempatan seluas-Iuasnya l1ntuk mengorganisasikan dirinya ke ::lalam partai-partai politik untuk mem Jerjuangkan kepentingan mereka. Tujuan Jemerintah ialah agar dengan adanya Jartai-partai itu segala aliran paham yang lda di masyarakat dapat dipimpin ke jalan 'ang teratur.
3. Mengubah sistem pemerintahan presidensiil menjadi parlementer
Melalui Maklumat Pemerintah tanggal14 November 1945 diumumkan bahwa sejak saat itu tanggung jawab pemerin han ada ditangan para Menteri. Pengal ihan tanggung jawab pemerintahan itu menunjukkan adanya penggantian sistem pemerintahan. Presiden tidak lagi ber fungsi sebagai Kepala Pemerintahan. Kepala Pemerintahan dijabat oleh seorang perdana Menteri. Perdana Menteri ber sama para Menteri itulah mempertang ngjawabkan pelaksanaan pemerintahan pada KNIP yang berfungsi sebagai DPR. Sistem pemerintahan seperti itu disebut parlementer.
Selain mengubah sistem pemerintah Maklumat Pemerintah di atas sebenarnya juga mengatur rencana penyeleng aan pemilu dan pembentukan partai -partai. Dalam kenyataan pemilu belum dapat diilaksanakan waktu itu, namun partai- partai politik segera terbentuk. Partai-par tai politik itulah yang menopang jalannya sistem pemerintahan pada waktu itu, Di samping itu bangsa Indonesia menghadapi dua ancaman berat dari dalam negeri yakni sebagai berikut.
a) Pemberontakan DI/TII Kartosuwirjo di Jawa Barat.
b) Pemberontakan PKI Madiun tahun 1948.
Pemberontakan PKI dapat segera dipadamkan. Pemberontakan DI/TII pada baru dapat dipadamkan di awal tahun 1960 an.
2) Demokrasi Liberal (1950-1959)
Konstitusi RIS mengatur bahwa negara RIS adalah negara demokrasi. Sistem pemerintahan demokrasi yang dianut Konstitusi RIS adalah sistem parlementer.
Negara RIS tidak berumur lama, hanya berdiri selama ± 8 bulan. Pada tanggal 17 Agustus 1950 bangsa Indone sia berhasil kembali ke bentuk negara Kesatuan. Menurut UUDS 1950 negara Kesatuan Indonesia yang "baru" juga merupakan negara demokrasi dengan sistem pemerintahan parlementer.
Berbeda dengan masa berlakunya UUD 1945 yang pertama (1945-1949), berlakunya sistem parlementer di masa RIS dan UUDS 1950 bersifat konstitu sional. Kedua konstitusi itu mengatur berlakunya sistem parlementer di Indo nesia. Sedangkan berlakunya sistem parlementer di masa UUD 1945 lebih merupakan "penyimpangan".
Masa berlakunya UUDS 1950 disebut juga sebagai masa parlementerisme konstitusional, yaitu masa berlakunya sistem demokrasi parlementer seperti yang diatur konstitusi.
Sistem pemerintahan demokrasi parlementer disebut juga sebagai sistem demokrasi liberal, karena dilandasi oleh paham yang mengagungkan kebebasan manusia (liberalisme).
Cara kerja sistem pemerintahan par lementer/demokrasi liberal adalah sebagai berikut.
a) Kekuasaan legislatif dijalankan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR dibentuk melalui pemilu yang diikuti oleh banyak partai. Partai- partai politik yang menguasai ma yoritas kursi DPR membentuk kabinet sebagai penyelenggara pemerintah negara.
b) Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh Kabinet/Dewan Menteri yang diben tuk oleh, dan bertanggung-jawab kepada DPR. Dewan Menteri dikepa lai oleh seorang Perdana Menteri yang berfungsi sebagai Kepala Pemerin tahan.
c) Presiden hanya berfungsi sebagai Kepala Negara.
d) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh badan pengadilan yang bebas dan merdeka.
e) Jika DPR menilai Menteri/beberapa Menteri, atau Kabinet tidak dapat menjalankan pemerintahan dengan baik, DPR dapat mengajukan mosi tidak percaya.
f) Menteri/beberapa Menteri yang sudah tidak dipercaya DPR harus mengundurkan diri. Kabinet yang sudah tidak dipercaya oleh DPR hams membubarkan diri.
g) Jika Kabinet bubar, Presiden akan menunjuk tokoh partai politik yang menguasai mayoritas kursi di DPR untuk menyusun Kabinet baru.
h) Jika Kabinet Baru itu mendapat mosi tidak percaya lagi dari DPR maka DPR harus dibubarkan. Kemudian diadakan pemilu untuk membentuk DPR yang barn.
Praktek pelaksanaan demokrasi liberal menimbulkan ketidakstabilan politik. Kabinet sering berganti-ganti. Selama masa demokasi liberal telah terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Kabinet-kabinet itu adalah sebagai berikut.
1) Kabinet Natsir.
2) Kabinet Soekiman.
3) Kabinet Wilopo.
4) Kabinet Ali Wongso
5) Kabinet Burhanuddin Harahap.
6) Kabinet Ali dan.
7) Kabinet Djuanda.
Kondisi negara Indonesia sejak tahun 1957 mulai "rawan". Konstituante yang mencapai kesepakatan mengenai dasar negara. Terjadi pula pemberontakan-pemberontakan di daerah, yaitu PRRI di Sumatra dan Permesta di Sulawesi. Atas desakan beberapa pihak Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden. Dengan Dekrit itu dinyatakan bahwa mulai tanggal 5 Juli 1959, UUD 1945 berlaku kembali.
3) Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Gagasan demokrasi terpimpin sebagai pengganti demokrasi liberal, sudah dikemukakan Presiden Soekarno sejak bulan Febmari 1957. Soekarno berpendapat bahwa harus diciptakan suatu sistem demokrasi yang menuntun orang untuk mengabdi kepada kepentingan negara, mengabdi kepada bangsa, dan demokrasi yang beranggotakan orang-orang jujur. Hal itu dapat dilakukan dengan jalan berikut.
a) Mengganti sistem free fight liberali dengan demokrasi terpimpin yang lebih sesuai dengan kepribadan bangsa Indonesia.
b) Membentuk lembaga Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang akan membuat rancangan usaha mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
c) Konstituante (badan pembentuk UUD/Konstitusi) harus segera menyelesaikan pekerjaannya. Dengan demikian rancangan yang dibuat Depernas dapat didasarkan pada UUD / Konstitusi baru yang dibuat oleh Konstituante.
d) Penyederhanaan sistem kepartaian
Pengertian demokrasi terpimpin me nurut Soekarno adalah "demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan ".
Tampak bahwa konsep demokrasi terpimpin sesungguhnya baik, karena didasarkan pada Pancasila. Demokrasi terpimpin dimaksudkan untuk mengo reksi praktek demokrasi liberal yang terlalu mengutamakan kebebasan dan ternyata kurang menguntungkan bangsa Indonesia. Sesudah Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang memberlakukan kembali UUD 1945, demokrasi terpimpin segera dijalankan.
Pelaksanaan demokrasi terpimpin ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945. Penyimpangan-penyimpangan itu memperihatinkan pihak-pihak yang setia pada cita-cita mewujudkan de mokrasi berdasarkan UUD 1945.
Meskipun terancam oleh tindakan sewenang-wenang penguasa, berbagai tokoh politik terus melakukan perjuangan. Pihak ABRI juga terus melakukan kegiatan politik untuk menegakkan DUD 1945.
Masa demokrasi terpimpin berakhir dengan tragis. PKI mulai menyetir Pre siden ke arah pembentukan negara komu nis. ABRI berupaya mencegahnya. Terjadi usaha pengambil-alihan kekuasaan negara (kudeta = coup de' etat) secara tidak sah oleh PKI melalui Gerakan 30 S/PKI.
Usaha kudeta itu berhasil digagalkan oleh bangsa Indonesia yang tidak ingin melihat negerinya jatuh ke tangan komu nisme. Kaum pelajar, mahasiswa, ABRI, dan warga partai-partai politik yang anti komunis bahu-membahu menumpas G 30 S/PKI.
Dalam usaha menumpas para pendu kung G 30 S / PKI serta membangun sistem politik yang lebih baik, mahasiswa melalui Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) menggalang demonstrasi besar -besaran selama kurang lebih 60 hari di Jakarta. Demonstrasi yang dimulai tanggal 10 Januari 1966 itu mengajukan tiga tun tutan yang dikenal dengan nama TRI TURA (Tiga Tuntutan Rakyat). Isi Tritura, yaitu sebagai berikut.
1. Pembubaran PKI
2. Rombak Kabinet Dwikora
3. Penurunan harga barang-barang
Keberhasilan usaha penumpasan itu mengantarkan bangsa Indonesia mema suki masa Orde Baru
4) Masa Pemerintahan Soeharto (1966-1998)
Pengalaman yang amat menonjol selama masa Demokrasi Terpimpin adalah bahwa penyimpangan terhadap aturan dasar hidup bernegara akan menimbulkan kekacauan atau ketidaktertiban dalam masyarakat dan negara.
Semangat yang menjiwai kelahiran Orde Baru adalah tekad untuk melak sanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dengan semangat itu seluruh kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara, dan kegiatan hidup bermasyarakat dan berbangsa, seharusnya dijalankan sesuai dengan tat a aturan yang bersumber dari Pancasila dan UUD 1945.
Namun demikian semangat itu ternyata sangat sulit untuk dilaksanakan. Selama 32 tahun pemerintahan Presiden Soeharto, cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis justru semakin jauh dari kehidupan bangsa In donesia. Indonesia justru jatuh menjadi negara yang otoriter/totaliter. Kemer dekaan pers dibatasi, kebebasan berserikat dan berkumpul dikebiri, pemilu dijalan kan namun penuh kecurangan. Para pengeritik penguasa dibungkam melalui pembreidelan surat kabar, pengucilan politik atau bahkan penculikan. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) merajalela, sehingga menyengsarakan rakyat banyak.
Pemerintahan Soeharto yang otoriter berakhir setelah gerakan mahasiswa ber hasil memaksa Soeharto untuk mengun durkan diri dari jabatannya sebagai Presiden. Pemyataan pengunduran diri itu dilakukan pada tanggal 21 Mei 1998 dan sekaligus mengakhiri masa Orde Baru.
5) Masa Pemerintahan Habibie (1998-1999)
Mundumya Soeharto diikuti dengan pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden. Sejak saat itu Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie menjadi Presiden RI yang ke-3. Masa pemerintahan Habibie sangat singkat, kurang lebih hanya 18 bulan. Masa itu sering disebut sebagai masa transisi, yaitu masa peralihan dari era pemerintahan otoriter ke pemerintahan demokrasi.
Selama masa yang singkat itu bangsa Indonesia berhasil menetapkan berbagai peraturan perundangan yang penting bagi pembangunan demokrasi.
Beberapa undang-undang tersebut adalah sebagai berikut.
a) Undang-Undang RI NO.2/1999 ten tang Partai Politik
Di dalam undang-undang ini kebe basan warga negara untuk berserikat dan berkumpul dijamin. Tidak ada pembatasan jumlah parpol, dan setiap parpol dijamin kebebasannya untuk menetapkan asas partai.
b) Undang-Undang RI No.3/1999 ten tang Pemilihan Umum
Kebebasan warga negara untuk mem berikan suara sesuai hati nurani ma sing-masing dijamin dalam undang- undang ini. Baik panitia, saksi mau pun para pemilih dijamin hak dan kewajibannya sehingga pemilu dijamin dapat berjalan seeara demokrat, luber dan jurdil.
c) Undang-Undang RI No. 4/1999 tetang Susunan dan Kedudukan MPR DPR, dan DPRD
Melalui undang-undang ini kedudu an MPR, DPR maupun DPRD selal lembaga pengawas eksekutif diperkuat. Masing-masing lembaga legislatif itu dilengkapi dengan hak-hak agar dapat mengontrol jalannya pemerintah negara. Keanggotaan badan legislatif itu juga diatur sehingga tinggal sebagian keeil anggota MPR, DPR d DPRD yang tidak dipilih melalui pemilihan umum.
Pemilu yang relatif lebih demokratif dan tertib berhasil dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999, dan diikuti oleh partai politik. Melalui pemilu itu dipilih 462 orang calon anggota DPR (38 orang sisanya diangkat dari TNI/Polri). Ke-500 orang itu ditambah dengan 135 orang Utusan Daerah dan 65 orang Utusan Golongan bersama-sama menjadi anggota MPR.
MPR RI hasil Pemilu 1999 kemudian memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden. Melalui Ketetapan MPR RI NO.VII/MPR/1999 MPR mengangkat K.H. Abdurahman Wahid sebagai Presiden RI 1999 - 2004. Melalui Ketetapan MPR RI No. VIII/MPR/1999 MPR mengangkat Megawati Soekamo Putri sebagai Wakil Presiden RI 1999 - 2004.
Selain itu, MPR RI juga menetapkan ketetapan-ketetapan MPR sebagai berikut :
a) Ketetapan Majelis Permusyawara Rakyat Republik Indonesia Nomor II MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
b) Ketetapan Majelis Permusyawara Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1999 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Prof. Dr. Ing. Bucharuddin Jusuf Habibie.
c) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV / MPR /1999 tentang Garis-Garis Besar HaIuan Negara Tahun 1999 2004.
d) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RepubIik Indonesia Nomor V / MPR/1999 tentang Penentuan Pen dapat di Timor Timur.
e) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RepubIik Indonesia Nomor VI/MPR/1999 tentang Tata Cara PencaIonan dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indone sia.
f) Ketetapan MajeIis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX / MPR /1999 ten tang Penugasan Badan Pekerja Majelis Permusya waratan Rakyat RepubIik Indonesia untuk meIanjutkan perubahan Undang-Undang Dasar Negara RepubIik Indonesia tahun 1945.
Labels:
Pendidikan Kewarganegaraan
Wednesday, October 12, 2011
Mengganti Startup Sound Pada Windows XP
Bagi Anda yang gemar memodifikasi sistem pada Windows atau kurang puas dengan penampilan yang ada khususnya startup sound pada Windows XP, Anda datang ke tempat yang tepat. Karena di sini saya akan menjelaskan bagaimana cara untuk mengubah startup sound pada Windows XP sesuai dengan keinginan Anda sendiri. Anda dapat menggunakan file suara apa saja untuk dijadikan sebagai startup sound pada Windows XP.
Artikel kali ini mungkin tidak akan saya jelaskan secara panjang lebar karena memang caranya sangat mudah. Sebelumnya perlu diketahui bahwa sebenarnya menggunakan startup sound dapat memperlambat proses logon Windows. Tetapi tak ada salahnya bila kita mencobanya bukan? Berikut ini akan saya jelaskan langkah-langkah untuk mengubah startup sound pada Windows.
Mencari file suara yang diinginkan
Sebelum memulai semua ini, terlebih dahulu kita harus mencari file suara yang kita inginkan. File tersebut dapat berupa MP3 atau WAV tetapi diutamakan menggunakan file WAV. Jangan khawatir kalau Anda kesulitan menemukan file WAV yang bagus. Anda bisa mengkonversi file suara tersebut menjadi file WAV yang caranya akan saya jelaskan di tahap berikutnya.
Mengkonversi file suara menjadi file WAV
Untuk mengkonversi file suara menjadi file WAV, kita bisa menggunakan aplikasi konverter yang banyak beredar di internet baik berbayar maupun gratisan. Salah satu aplikasi konverter yang saya temukan dan menurut saya cukup bagus adalah Audacity. Mengenai cara singkat mengkonversi file suara menjadi file WAV menggunakan Audacity akan saya jelaskan di bawah ini.
1. Buka aplikasi Audacity
2. Pilih menu File->Open atau tekan Ctrl+O pada keyboard
3. Cari file suara yang Anda inginkan kemudian pilih Open
4. Maka proses Importing akan berlangsung selama beberapa saat
5. Tidak mungkin bukan bila kita mengambil seluruh isi file suara tersebut. Karena file WAV yang dihasilkan tentunya akan berukuran sangat besar. Oleh karena itu, kita harus memotong file suara tersebut. Lihat pada bagian bawah aplikasi Audacity. Di sana Anda dapat menentukan batas awal dan batas akhir file suara sesuai keinginan
6. Pilih Edit->Copy untuk menyalin batas awal dan batas akhir yang Anda tentukan
7. Pilih File->New untuk membuat project baru
8. Pilih Edit->Paste di dalam project yang baru untuk menempelkan hasil copy tadi. Sekarang lupakanlah project yang lama. Pusatkan perhatian Anda pada project yang baru
9. Pilih File->Export untuk mengkonversi file suara tersebut menjadi file WAV
10. Nanti Anda akan diminta untuk memasukkan rincian detail mengenai file suara tersebut seperti Artist Name, Track Title, dll. Sebenarnya rincian ini boleh tidak diisi. Klik OK untuk melanjutkan
11. Tentukan lokasi output file suara tersebut dan isikan nama yang sesuai. Pastikan pilihan Save as type sudah diganti dengan WAV
12. Pilih Save
Perlu diketahui bahwa ukuran file WAV yang akan digunakan diharapkan tidak melebihi 10 MB.
Memindahkan file WAV baru
Sekarang saatnya kita memindahkan file WAV yang baru saja dibuat tadi ke lokasi berikut ini.
C:\Windows\Media
Menerapkan file suara WAV tersebut untuk digunakan
Semua sudah siap. Sekarang kita hanya tinggal menerapkan file WAV yang baru saja dibuat tadi untuk startup sound Windows. Saya rasa tahap ini merupakan tahap yang paling mudah sehingga hampir semua orang mengetahui caranya. Walaupun begitu, silakan ikuti langkah-langkah berikut ini bagi yang tidak mengetahui caranya.
1. Buka Control Panel
2. Aktifkan Classic View agar mudah
3. Klik ganda Sound
4. Pilih tab Sounds
5. Pada bagian Program events, klik Start Windows
6. Klik Browse dan pilih file WAV yang baru saja dibuat tadi
7. Pilih Open
8. Klik OK
Setelah itu, lakukan reboot dan lihat apakah semuanya berjalan dengan baik. Sayangnya modifikasi seperti ini hanya dapat diterapkan pada Windows XP. Saya sudah mencoba menerapkannya pada Windows Vista tetapi ternyata tidak bisa.
Artikel kali ini mungkin tidak akan saya jelaskan secara panjang lebar karena memang caranya sangat mudah. Sebelumnya perlu diketahui bahwa sebenarnya menggunakan startup sound dapat memperlambat proses logon Windows. Tetapi tak ada salahnya bila kita mencobanya bukan? Berikut ini akan saya jelaskan langkah-langkah untuk mengubah startup sound pada Windows.
Mencari file suara yang diinginkan
Sebelum memulai semua ini, terlebih dahulu kita harus mencari file suara yang kita inginkan. File tersebut dapat berupa MP3 atau WAV tetapi diutamakan menggunakan file WAV. Jangan khawatir kalau Anda kesulitan menemukan file WAV yang bagus. Anda bisa mengkonversi file suara tersebut menjadi file WAV yang caranya akan saya jelaskan di tahap berikutnya.
Mengkonversi file suara menjadi file WAV
Untuk mengkonversi file suara menjadi file WAV, kita bisa menggunakan aplikasi konverter yang banyak beredar di internet baik berbayar maupun gratisan. Salah satu aplikasi konverter yang saya temukan dan menurut saya cukup bagus adalah Audacity. Mengenai cara singkat mengkonversi file suara menjadi file WAV menggunakan Audacity akan saya jelaskan di bawah ini.
1. Buka aplikasi Audacity
2. Pilih menu File->Open atau tekan Ctrl+O pada keyboard
3. Cari file suara yang Anda inginkan kemudian pilih Open
4. Maka proses Importing akan berlangsung selama beberapa saat
5. Tidak mungkin bukan bila kita mengambil seluruh isi file suara tersebut. Karena file WAV yang dihasilkan tentunya akan berukuran sangat besar. Oleh karena itu, kita harus memotong file suara tersebut. Lihat pada bagian bawah aplikasi Audacity. Di sana Anda dapat menentukan batas awal dan batas akhir file suara sesuai keinginan
6. Pilih Edit->Copy untuk menyalin batas awal dan batas akhir yang Anda tentukan
7. Pilih File->New untuk membuat project baru
8. Pilih Edit->Paste di dalam project yang baru untuk menempelkan hasil copy tadi. Sekarang lupakanlah project yang lama. Pusatkan perhatian Anda pada project yang baru
9. Pilih File->Export untuk mengkonversi file suara tersebut menjadi file WAV
10. Nanti Anda akan diminta untuk memasukkan rincian detail mengenai file suara tersebut seperti Artist Name, Track Title, dll. Sebenarnya rincian ini boleh tidak diisi. Klik OK untuk melanjutkan
11. Tentukan lokasi output file suara tersebut dan isikan nama yang sesuai. Pastikan pilihan Save as type sudah diganti dengan WAV
12. Pilih Save
Perlu diketahui bahwa ukuran file WAV yang akan digunakan diharapkan tidak melebihi 10 MB.
Memindahkan file WAV baru
Sekarang saatnya kita memindahkan file WAV yang baru saja dibuat tadi ke lokasi berikut ini.
C:\Windows\Media
Menerapkan file suara WAV tersebut untuk digunakan
Semua sudah siap. Sekarang kita hanya tinggal menerapkan file WAV yang baru saja dibuat tadi untuk startup sound Windows. Saya rasa tahap ini merupakan tahap yang paling mudah sehingga hampir semua orang mengetahui caranya. Walaupun begitu, silakan ikuti langkah-langkah berikut ini bagi yang tidak mengetahui caranya.
1. Buka Control Panel
2. Aktifkan Classic View agar mudah
3. Klik ganda Sound
4. Pilih tab Sounds
5. Pada bagian Program events, klik Start Windows
6. Klik Browse dan pilih file WAV yang baru saja dibuat tadi
7. Pilih Open
8. Klik OK
Setelah itu, lakukan reboot dan lihat apakah semuanya berjalan dengan baik. Sayangnya modifikasi seperti ini hanya dapat diterapkan pada Windows XP. Saya sudah mencoba menerapkannya pada Windows Vista tetapi ternyata tidak bisa.
Identitas Nasional
1. Pengertian Identitas Nasional
Identity : ciri-ciri, tanda atau jati diri
Term antropologi : identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan
sesuai dengan kesadaran diri pribadi, golongan sendiri, kelompok sendiri,
atau negara sendiri.
Nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok- kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non fisik, seperti keinginan,cita-cita dan tujuan. Jadi adapun pengertian identitas sendiri adalah ciri-ciri, tanda-tanda, jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang bisa membedakannya.
Identitas nasional pada hakikatnya merupakan manifestasi nilai-nilai
Budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas. Dengan ciri-ciri khas tersebut, suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hidup dan kehidupannya.
Diletakkan dalam konteks Indonesia, maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang sudah tumbuh dan berkembang sebelum masuknya agama-agama besar di bumi nusantara ini dalam berbagai aspek kehidupan bdari ratusan suku yang kemudian dihimpun dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan Nasional dengan acuan Pancasila dan roh
Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar dan arah pengembangannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Hakikat Identitas Nasional
Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa hakikat identitas nasional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam berbagai penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam Pembukaan beserta UUD kita, sistem pemerintahan yang diterapkan, nilai-nilai etik, moral, tradisi,
bahasa, mitos, ideologi, dan lain sebagainya yang secara normative diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun internasional.
Perlu dikemukakan bahwa nilai-nilai budaya yang tercermin sebagai Identitas Nasional tadi bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang terbuka-cenderung terus menerus bersemi sejalan dengan hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya. Konsekuensi dan implikasinyaadalahidentitas nasional juga sesuatu yang terbuka, dinamis, dan dialektis untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan funsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.
Hakikat identitas nasional indonesia adalah pancasila yg diaktualisasikan dalam bergagai kehidupan dan berbangsa. AKTUALISASI ini untuk menegakkan pancasila dan uud 45 sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan uud 45 terutama alinea ke 4
Krisis multidimensi yang kini sedang melanda masyarakat kita menyadarkan bahwa pelestarian budaya sebagai upaya untuk mengembangkan Identitas Nasional kita telah ditegaskan sebagai komitmen konstitusional sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri negara kita dalam pembukaan, khususnya dalam Pasal 32 UUD 1945 beserta penjelasannya, yaitu :
“Pemerintah memajukan Kebudayan Nasional Indonesia “
yang diberi penjelasan :
” Kebudayan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat ebagi puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan dengan tidak menolak bahan-
bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia “.
Kemudian dalam UUD 1945 yang diamandemen dalam satu naskah
disebutkan dalam Pasal 32
1. Negara memajukan kebudayan Nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memeliharra dan mengembangkan nilai-nilai budaya.
2. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
Dengan demikian secara konstitusional, pengembangan kebudayan untuk membina dan mengembangkan identitas nasional kita telah diberi dasar dan arahnya, terlepas dari apa dan bagaimana kebudayaan itu dipahami yang dalam khasanah ilmiah terdapat tidak kurang dari 166 definisi sebagaimana dinyatakan oleh Kroeber dan Klukhohn di tahun 1952.
3. Unsur – Unsur Pembentuk Identitas Nasional
Pada hakikatnya, Identitas Nasional memiliki empat unsur:
1. Suku Bangsa: golongan social yang khusus yang bersifat askriftif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa, kuran lebih 360 suku.
2. Agama: bangsa indonessia dikenal sebagai bangsa yang agamis. Agama – agama yang berkembang di Indonesia antara lain agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi Negara Indonesia namun sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi telah dihapuskan.
3. Kebudayaan: merupakan pengetahuan manusia sebagai makhlu sosial yang berisikan perangkat – perangkat atau model – model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung – pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai pedoman untuk bertindak dalam bentuk kelakuan dan benda – benda kebudayaan.
4. Bahasa: merupakan usur komunikasi yang dibentuk atas unsur – unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.
Menurut Syarbani dan Wahid dalam bukunya yang berjudul Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan, keempat unsur Identitas Nasional tersebut diatas dapat dirumuskan kembali menjadi 3 bagian:
a. Identitas Fundamental: berupa Pancasila yang menrupakan Falsafah Bangsa, Dasar
Negara, dan Ideologi Negara.
b. Indetitas Instrumental: berupa UUD 1945 dan Tata Perundangannya, Bahasa
Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, dan Lagu Kebangsaan.
c. Indetitas Alamiah: meliputi Kepulauan (archipelago) dan Pluralisme dalam suku,
bahasa, budaya dan kepercaraan (agama).
4. Perwujudan Identitas Nasional
Sejarah Jati Diri Bangsa Indonesia
a. Masa Kejayaan Nusantara (sebelum masa pergerakan nasional) 1293-1478
Sriwijaya
@ Berhasil menguasai wilayah Indonesia
@ Masa dimulainya pelatakan dasar-dasar kebudayaan dan peradaban manusia
Majapahit
@ Patih Gajah Mada
“Tan Mukti Palapa lamung durung Purna Hmusthi Nuswantara”
→ Tidak akan makan buah palapa sebelum dapat mempersatukan Nusantara
→ Tidak akan menikah sebelum berhasil “Indonesia Merdeka”
b. Perlawanan Patiunus dalam Perjuangan menentang penjajahan 1512-1513
c. Perang Aceh dalam perjuangan menentang perjuangan 1873-1907
d. Budi Oetomo Berbasis Sub Kultur Jawa 1908,pergerakan dan kebangkitan Nasional yang menumbuhkan jiwa kebangsaan (Nasional dan Patriotisme)
e. Sumpah Pemuda 1928, yang isinya :
Bertanah air satu, Tanah Air Indonesia
Berbangsa satu, Bangsa Indonesia
Berbahasa satu, Bahasa Indonesia
Sumpah Pemuda ini menumbuhkan jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Rakyat Indonesia tetap berkeyakinan bahwa semangat Sumpah Pemuda tersebut tetap significan dan relevan hingga waktu sekarang dan yang akan datang.
f. Pada masa Proklamasi 17-8-1945, yang merupakan :
Titik kulminasi perjuangan Bangsa Indonesia
Untuk membebaskan diri dari cengkraman penjajah
Menjadi momen kemerdekaan
The Declaration of Indonesian
Independence ke seluruh dunia
Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah mempunyai jiwa dan semangat kejuangan, cinta tanah air, patriotisme, nasionalisme,persatun dan kesatuan, pantang mundur, pantang menyerah, merdeka atau mati, gotong royong, rela berkorban, sebagai wujud jati diri bangsa Indonesia.
g. Manusia Indonesia yang di pengaruhi lingkungan fisik dan demografis,serta system nilai yang diwarisi dari zaman ke zaman.
h. Pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha,di lanjutkan dengan kebudayaan Islam dan Barat,saling berinteraksi dengan nilia-nilai local. Pergulatan nilai itu membentuk karakter manusia Indonesia yang bergerak dinamik.
5. Penyimpangan Identitas Nasional
Geografis :
a. Kurangnya kekuatan maritime yang memadai
b. Pertahanan laut dan udara masih belum di kembangkan dengan optimal. Akibatnya wilayah yang jauh di pinggir perbatasan merasa di perhatikan dan dijaga dari kemungkinan datangnya ancaman luar
c. Kebanyakan daerah perbatasan mengalami kelambanan dalam pembangunan infrakstruktural transportasi dan komunikasi sehingga mereka kurang berinteraksi dengan wilayah lin di tanah air,bahkan mereka lebih dekat dengan negara tetangga.
d. Kondisi geografis yang senjang juga terlihat mencolok antara wilayah pedesaan dengan wilayah perkotaan. Warga pedesaan merasa tertinggal dan tidak di perhatikan di bandingkan dengan warga di perkotaan. Muncul berbagai masalah social akibat ketimpangan pembangunan anatar daerah, dan proses urbanisasi yang tak berencana.
Demografis :
a. Terjadinya kesenjangan antara generasi tua dengan generasi muda dalam memandang persoalan bangsa dan menghadapi tantangan hidup.
Social dan Budaya :
a. Perasaan senasib-sepenanggungan semakin mencair
b. Kristalisasi nilai kebangsaan mengalami keretakan di sana-sini
c. Banyaknya pejabat yang menuntut hak-hak istimewa bagi kepentingan pribadinya, meskipun hak-hak dasar rakyat pada umumnya belum terpenuhi. Sikap itu pada gilirannya membuahkan tragedi pemerintahan yang lamban di tengah desakan kepentingan umum akibat bencana yang terjadi dimana-mana dan kondisi social ekonomi yang diterpa krisis dari waktu ke waktu
d. Lemahnya kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman
Gejala tersebut dapat di lihat dari menguatnya orientasi dalam kelompok, etnik, dan agama yang berpotensi menimbulkan konflik social dan bahkan disintegrasi bangsa. Masalah ini juga semakin serius akibat dari makin terbatasnya ruang public yang dapat diakses dan dikelola bersama masyarakat yang multikultur untuk penyaluran aspirasi. Dewasa ini muncul kecenderungan pengalihan ruang publik ke ruang privat karena desakan ekonomi.
e. Kurangnya kemampuan bangsa dalam mengelola kekayaan budaya yang kasat mata (tangible) dan yang yang tidak kasat mata (intangible). Dalam era otonomi daerah, pengelolaan kekayaan budaya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Kualitas pengelolaan yang rendah tidak hanya disebabkan oleh kapasitas fiskal, namun juga pemahaman, apresiasi, kesadaran, dan komitmen pemerintah daerah terhadap kekayaan budaya. Pengelolaan kekayaan budaya ini juga masih belum sepenuhnya menerapkan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). Sementara itu, apresiasi dan kecintaan masyarakat terhadap budaya dan produk dalam negeri masih rendah, antara lain karena keterbatasan informasi.
f. Terjadinya krisis jati diri (identitas) nasional. Nilai – nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, dan keramahtamahan sosial yang pernah di anggap sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa indonesia, makin pudar bersamaan dengan menguatnya nilai – nilai materialisme. Demikian pula kebanggaan atas jati diri bangsa seperti penggunaan bahasa indonesia secara baik dan benar, semakin terkikis oleh nilai – nilai yang dianggap lebih superior. Identitas nasional meluntur oleh cepatnya penyerapan budaya global yang negatif, serta tidak mampunya bangsa indonesia mengadopsi budaya global yang lebih relevan bagi upaya pembangunan bangsa dan karakter bangsa (nation and character building).
6. Keterkaitan Globalisasi terhadap Identitas Nasional
Era Globalisasi merupakan era yang penuh dengan kemajuan dan persaingan, sedangkan Identitas Nasional sebuah bangsa merupakan hal yang sangat diperlukan untuk memperkenalkan sebuah bangsa atau Negara dimata dunia. Dengan adanya Globalisasi, identitas sebuah bangsa dan Negara dapat mudah dikenalkan dimata internasional atau juga identitas tersebut mudah tenggelam karena terpengaruh oleh bangsa dan Negara lain. Perlu kita sadari, bangsa Indonesia yang kita cintai ini sedang mengalami krisis identitas nasional yang sangat membahayakan bagi nilai – nilai dasar Identitas bangsa Indonesia itu sendiri. Letak Negara Indonesia yang sangat setrategis merupakan hal yang sangat mempengaruhi terjaga atau tidak kelangsungan Identitas bangsa Indonesia. Globalisasi yang terus berkembang pesat membuat nilai– nilai budaya bangsa Indonesia mulai terkikis oleh budaya – budaya barat yang kurang sesuai dengan budaya asli bangsa Indonesia seperti halnya budaya berpakaian. Kebaya dan batik yang merupakan salah satu identitas bangsa
Indonesia yang berupa pakaian, kini mulai hilang dari kehidupan bangsa Indonesia karena tergantikan oleh pakaian yang bersifat kebarat - baratan. Tidak hanya itu saja, masyarakat Indonesia yang dulunya terkenal sebagai orang – orang yang ramah, kini mulai terpengaruh terhadap era globalisai yang memiliki sifat “persaingan” yang sangat tinggi yang menyebabkan kesenjangan sosial di masyarakt semakin meningkat.
7. Keterkaitan Integrasi Nasional Indonesia dan Identitas Nasional
Masalah integrasi nasional di Indonesia sangat kompleks dan multidimensional. Untuk mewujudkannya, diperlukan keadilan dalam kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membedakan ras, suku, agama, bahasa, dan sebagainya. Sebenarnya, upaya mcmbangun keadilan, kesatuan, dan persatuan bangsa merupakan bagian dari upaya membangun dan membina stabilitas politik. Di samping itu, upaya lainnya dapat dilakukan, seperti banyaknya keterlibatan pemerintah dalam mcncntukan komposisi dan rnckanisme parlemen. Dengan demikian, upaya integrasi nasional dengan strategi yang mantap perlu terus dilakukan agar terwujud integrasi bangsa Indonesia yang diinginkan. Upaya pembangunan dan pembinaan integrasi nasional ini perlu karena pada hakikatnya integrasi nasional menunjukkan kckuatan persatuan dan kesaluan bangsa yang diinginkan. Pada akhirnya, persatuan dan kesatuan bangsa inilah yang dapat lebih menjamin terwujudnya negara yang makmur, aman. dan tentram. Konflik yang terjadi di Aceh, Ambon, Kalimantan Barat, dan Papua merupakan cermin belum terwujudnya integrasi nasional yang diharapkan. Adapun keterkaitan integrasi nasional dengan Identitas Nasional adalah bahwa adanya integrasi nasional dapat menguatkan akar dari Identitas Nasional yang sedang dibangun.
8. Pancasila Sebagai Pemberdayaan Identitas Nasional
Suatu bangsa harus memiliki identitas nasional dalam pergaulan internasional. Tanpa national identity, maka bangsa tersebut akan terombang-ambing mengikuti ke mana angin membawa. Dalam ulang tahunnya yang ke-62, bangsa Indonesia dihadapkan pada pentingnya menghidupkan kembali identitas nasional secara nyata dan operatif.Identitas nasional kita terdiri dari empat elemen yang biasa disebut sebagai konsensus nasional. Konsensus dimaksud adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.
Revitalisasi Pancasila harus dikembalikan pada eksistensi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara. Karena ideologi adalah belief system, pedoman hidup dan rumusan cita-cita atau nilai-nilai (Sergent, 1981), Pancasila tidak perlu direduksi menjadi slogan sehingga seolah tampak nyata dan personalistik. Slogan seperti “Membela Pancasila Sampai Mati” atau “Dengan
Pancasila Kita Tegakkan Keadilan” menjadikan Pancasila seolah dikepung ancaman dramatis atau lebih buruk lagi, hanya dianggap sebatas instrument tujuan. Akibatnya, kekecewaan bisa mudah mencuat jika slogan-slogan itu tidak menjadi pantulan realitas kehidupan masyarakat.
Karena itu, Pancasila harus dilihat sebagai ideologi, sebagai cita-cita. Maka secara otomatis akan tertanam pengertian di alam bawah sadar rakyat, pencapaian cita- cita, seperti kehidupan rakyat yang adil dan makmur, misalnya, harus dilakukan bertahap. Dengan demikian, kita lebih leluasa
untuk merencanakan aneka tindakan guna mencapai cita-cita itu.
Selain perlunya penegasan bahwa Pancasila adalah cita-cita, hal penting lain yang dilakukan untuk merevitalisasi Pancasila dalam tataran ide adalah mencari maskot. Meski dalam hal ini ada pandangan berbeda karena dengan memeras Pancasila berarti menggali kubur Pancasila itu sendiri, namun dari sisi strategi kebudayaan adalah tidak salah jika kita mengikuti alur pikir
Soekarno, jika perlu Pancasila diperas menjadi ekasila, Gotong Royong. Mungkin inilah maskot yang harus dijadikan dasar strategi kebudayaan guna penerapan Pancasila. Pendeknya, ketika orang enggan menyebut dan membicarakan Pancasila, Gotong Royong dapat dijadikan maskot dalam rangka revitalisasi Pancasila.
Mencari maskot. Meski dalam hal ini ada pandangan berbeda karena dengan memeras Pancasila berarti menggali kubur Pancasila itu sendiri, namun dari sisi strategi kebudayaan adalah tidak salah jika kita mengikuti alur pikir Soekarno, jika perlu Pancasila diperas menjadi ekasila, Gotong Royong. Mungkin inilah maskot yang harus dijadikan dasar strategi kebudayaan guna
penerapan Pancasila. Pendeknya, ketika orang enggan menyebut dan membicarakan Pancasila, Gotong Royong dapat dijadikan maskot dalam rangka revitalisasi Pancasila.
KESIMPULAN
Dalam kesempatan kali ini penyusun ingin menegaskan bahwa diera Globalisasi seperti sekarang ini Identitas Nasional merupakan hal yang harus diperhatikan, karena Identitas Nasional merupaka hal yang membuat bertahan atau tidaknya ciri khas dan karakteristik suatu bangsa yang seharusnya menjadi kebanggan bangsa itu sendiri karena, Identita Nasional merupakan salah satu senjata untuk bersaing kearah yang lebih positif diera Globalisasi ini.
Pengertian Identitas Nasional
Definisi Identitas nasional. Identitas nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tesebut. Demikian pula hal ini juga sangt ditentukan oleh proses bagaimana bangnsa tersebut terbentuk secara historis. Berdasarkan hakikat pengertian “identitas nasional” sebagaimana dijelaskan di atas maka identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih popular disebut sebagai kepribadian suatu bangsa.
Identitas Nasional pada hakikatnya merupakan "manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu nation (bangsa) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hldup dan kehidupannya".(Wibisono Koento : 2005) Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Dalam terminologi antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri. Mengacu pada pengertian ini identitas tidak terbatas pada individu semata, tetapi berlaku pula pada suatu kelompok. Adapun kata nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik, seperti budaya, agama, dan bahasa, maupun nonfisik, seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan. Himpunan kelompok-kelompok inilah yang disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang pada akhirnya melahirkan tindakan kelompok (colective action) yang diwujudkan dalam bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional. Kata nasional sendiri tidak bisa dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme. Bila dilihat dalam konteks Indonesia maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang "dihimpun" dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai dasar dan arah pengembangannya. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa hakikat Identitas Nasional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam penataan kehidupan dalam arti luas. Misalnya, dalam aturan perundang-undangan atau hukum, sistem pemerintahan yang diharapkan, serta dalam nilai-nilai etik dan moral yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun internasional, dan sebagainya. Nilai-nilai budaya yang tercermin di dalam Identitas Nasional tersebut bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang "terbuka" yang cenderung terus-menerus bersemi karena hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya. Konsekuensi dan implikasinya adalah bahwa Identitas Nasional adalah sesuatu yang terbuka untuk ditafsirkan dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.
Istilah “identitas nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendidri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, cirri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut. Jadi Identitas nasional adalah sebuah kesatuan yang terikat dengan wilayah dan selalu memiliki wilayah (tanah tumpah darah mereka sendiri), kesamaan sejarah, sistim hukum/perundang undangan, hak dan kewajiban serta pembagian kerja berdasarkan profesi.
Demikian pula hal ini juga sangat ditentukan oleh proses bagaimana bangsa tersebut terbentuk secara historis. Berdasarkan hakikat pengertian “identitas nasional” sebagaimana dijelaskan di atas maka identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih populer disebut sebagai kepribadian suatu bangsa.
Pengertian kepribadian suatu identitas sebenarnya pertama kali muncul dari pakar psikologi. Manusia sebagai individu sulit dipahami jika terlepas dari manusia lainnya. Oleh karena itu manusia dalam melakukan interaksi dengan individu lainnya senantiasa memiliki suatu sifat kebiasaan, tingkah laku, serta karakter yang khas yang membedakan manusia tersebut dengan manusia lainnya. Namun demikian pada umumnya pengertian atau istilah kepribadian sebagai suatu identitas adalah keseluruhan atau totalitas dari faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkah laku individu. Tingkah laku tersebut terdidri atas kebiasaan,sikap, sifat-sifat serta karakter yang berada pada seseorang sehingga seseorang tersebut berbeda dengan orang yang lainnya. Oleh karena itu kepribadian adalah tercermin pada keseluruhan tingkah laku seseorang dalam hubungan dengan manusia lain.
2.2 Unsur - Unsur Identitas Nasional
Identitas Nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Ke-majemukan itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas, yaitu suku bangsa, agama, kebudayaan,dan bahasa.
Suku Bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kclompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek bahasa.
Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di Nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi negara, tetapi sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan.
Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
Bahasa: merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami sebagai sistem perlambang yang secara arbitrer dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.
Dari unsur-unsur identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3 bagian sebagai berikut:
1. Identitas Fundamental, yaitu Pancasila yang merupakan Falsafah Bangsa, Dasar Negara, dan ldeologi Negara.
2. Identitas Instrumental, yang berisi UUD 1945 dan Tata Perundangannya, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan "Indonesia Raya".
3. Identitas Alamiah yang meliputi Negara Kepulauan (archipelago) dan pluralisme dalam suku, bahasa, budaya, serta agama dan kepercayaan (agama).
2.3 Keterkaitan Globalisasi dengan Identitas Nasional
Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan perubahan tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi sehingga interaksi manusia nienjadi sempit, serta seolah-olah dunia tanpa ruang. Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah ada. Nilai-nilai tersebut, ada yang bersifat positif ada pula yang bersifat negatif. Semua ini merupakan ancaman, tantangan, dan sekaligus sebagai peluang bagi bangsa Indonesia untuk berkreasi dan berinovasi di segala aspek kehidupan. Di era globalisasi, pergaulan antarbangsa semakin ketat. Batas antarnegara hampir tidak ada artinya, batas wilayah tidak lagi menjadi penghalang. Di dalam pergaulan antarbangsa yang semakin kental itu, akan terjadi proses akulturasi, saling meniru, dan saling mempengaruhi di antara budaya masing-masing. Adapun yang perlu dicermati dari proses akulturasi tersebut, apakah dapat melunturkan tata nilai yang merupakan jati diri bangsa Indonesia?
Lunturnya tata nilai tersebut biasanya ditandai oleh dua faktor, yaitu:
1. semakin menonjolnya sikap individualistis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum, hal ini bertentangan dengan asas gotong-royong; serta
2. semakin menonjolnya sikap materialistis, yang berarti harkat dan martabat kemanusiaan hanya diukur dari hasil atau keberhasilan seseorang dalam memperoleh kekayaan. Hal ini bisa berakibat bagaimana cara memperolehnya menjadi tidak dipersoalkan lagi. Apabila hal ini terjadi, berarti etika dan moral telah dikesampingkan.
Arus informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat terhadap nilai-nilai asing yang negatif semakin besar. Apabila proses ini tidak segera dibendung, akan berakibat lebih sering ketika pada puncaknya masyarakat tidak bangga lagi pada bangsa dan negaranya.
Pengaruh negatif akibat proses akulturasi tersebut dapat merongrong nilai-nilai yang telah ada di dalam masyarakat. Jika semua ini tidak dapat dibendung, akan mengganggu ketahanan di segala aspek kehidupan, bahkan akan mengarah pada kredibilitas sebuah ideologi. Untuk membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut, harus diupayakan suatu kondisi (konsepsi) agar ketahanan nasional dapat terjaga, yaitu dengan cara membangun sebuah konsep nasionalisme kebangsaan yang mengarah kepada konsep Identitas Nasional.
Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu negara dengan negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian, kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional semakin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut, antara lain terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang (money laundring), peredaran dokumen keimigrasian palsu, dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan semakin merajalelanya peredaran narkotika dan psikotropika sehingga sangat merusak kepribadian dan moral bangsa, khususnya bagi generasi penerus bangsa. Jika hal tersebut tidak dapat dibendung, akan mengganggu terhadap ketahanan nasional di segala aspek kehidupan, bahkan akan menyebabkan lunturnya nilai-nilai Identitas Nasional.
Identitas Nasional merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang "dihimpun" dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai dasar dan arah pengembangannya.
Unsur-unsur pembentuk Identitas Nasional adalah Suku bangsa, Agama, Kebudayaan, dan bahasa.
Selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional Indonesia. Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional berasal dari kata nasion yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi bersama. Jadi, yang dimaksud dengan Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia.Uraiannya mencakup :
1. identitas manusia Manusia merupakan makhluk yang multidimensional, paradoksal dan monopluralistik. Keadaan manusia yang multidimensional, paradoksal dan sekaligus monopluralistik tersebut akan mempengaruhi eksistensinya. Eksistensi manusia selain dipengaruhi keadaan tersebut juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya atau pedoman hidupnya. Pada akhirnya yang menentukan identitas manusia baik secara individu maupun kolektif adalah perpaduan antara keunikan-keunikan yang ada pada dirinya dengan implementasi nilai-nilai yang dianutnya.
2. identitas nasionalIdentitas nasional Indonesia bersifat pluralistik (ada keanekaragaman) baik menyangkut sosiokultural atau religiositas. - Identitas fundamental/ ideal = Pancasila yang merupakan falsafah bangsa.- Identitas instrumental = identitas sebagai alat untuk menciptakan Indonesia yang dicita-citakan. Alatnya berupa UUD 1945, lambang negara, bahasa Indonesia, dan lagu kebangsaan.- Identitas religiusitas = Indonesia pluralistik dalam agama dan kepercayaan.- Identitas sosiokultural = Indonesia pluralistik dalam suku dan budaya.- Identitas alamiah = Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
3. Nasionalisme IndonesiaNasionalime merupakan situasi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara bangsa. Nasionalisme sangat efektif sebagai alat merebut kemerdekaan dari kolonial. Nasionalisme menurut Soekarno adalah bukan yang berwatak chauvinisme, bersifat toleran, bercorak ketimuran, hendaknya dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.
4. Integratis Nasional Menurut Mahfud M.D integrai nasional adalah pernyataan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masayarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih untuh , secara sederhana memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Untuk mewujudkan integrasi nasional diperlukan keadilan, kebijaksanaan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membersakan SAR. Ini perlu dikembangkan karena pada hakekatnya integrasi nasional menunjukkan tingkat kuatnya kesatuan dan persatuan bangsa.KesimpulanIdentitas Nasional Indonesia adalah sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, agama dan pulau-pulau yang dipisahkan oleh lautan. Oleh karena itu, nilai-nilai yang dianut masyarakatnya pun berbeda-beda. Nilai-nilai tersebut kemudian disatupadukan dan diselaraskan dalam Pancasila. Nilai-nilai ini penting karena merekalah yang mempengaruhi identitas bangsa. Oleh sebab itu, nasionalisme dan integrasi nasional sangat penting untuk ditekankan pada diri setiap warga Indonesia agar bangsa Indonesia tidak kehilangan identitas.
Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:
Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bai Masyarakat Pendukukungnya, Semarang: P&K, 199
kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama.Nunus Supriadi, “Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional”
Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang.
Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan angsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan menglami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.
Identity : ciri-ciri, tanda atau jati diri
Term antropologi : identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan
sesuai dengan kesadaran diri pribadi, golongan sendiri, kelompok sendiri,
atau negara sendiri.
Nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok- kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non fisik, seperti keinginan,cita-cita dan tujuan. Jadi adapun pengertian identitas sendiri adalah ciri-ciri, tanda-tanda, jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang bisa membedakannya.
Identitas nasional pada hakikatnya merupakan manifestasi nilai-nilai
Budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas. Dengan ciri-ciri khas tersebut, suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hidup dan kehidupannya.
Diletakkan dalam konteks Indonesia, maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang sudah tumbuh dan berkembang sebelum masuknya agama-agama besar di bumi nusantara ini dalam berbagai aspek kehidupan bdari ratusan suku yang kemudian dihimpun dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan Nasional dengan acuan Pancasila dan roh
Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar dan arah pengembangannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Hakikat Identitas Nasional
Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa hakikat identitas nasional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam berbagai penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam Pembukaan beserta UUD kita, sistem pemerintahan yang diterapkan, nilai-nilai etik, moral, tradisi,
bahasa, mitos, ideologi, dan lain sebagainya yang secara normative diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun internasional.
Perlu dikemukakan bahwa nilai-nilai budaya yang tercermin sebagai Identitas Nasional tadi bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang terbuka-cenderung terus menerus bersemi sejalan dengan hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya. Konsekuensi dan implikasinyaadalahidentitas nasional juga sesuatu yang terbuka, dinamis, dan dialektis untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan funsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.
Hakikat identitas nasional indonesia adalah pancasila yg diaktualisasikan dalam bergagai kehidupan dan berbangsa. AKTUALISASI ini untuk menegakkan pancasila dan uud 45 sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan uud 45 terutama alinea ke 4
Krisis multidimensi yang kini sedang melanda masyarakat kita menyadarkan bahwa pelestarian budaya sebagai upaya untuk mengembangkan Identitas Nasional kita telah ditegaskan sebagai komitmen konstitusional sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri negara kita dalam pembukaan, khususnya dalam Pasal 32 UUD 1945 beserta penjelasannya, yaitu :
“Pemerintah memajukan Kebudayan Nasional Indonesia “
yang diberi penjelasan :
” Kebudayan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat ebagi puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan dengan tidak menolak bahan-
bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia “.
Kemudian dalam UUD 1945 yang diamandemen dalam satu naskah
disebutkan dalam Pasal 32
1. Negara memajukan kebudayan Nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memeliharra dan mengembangkan nilai-nilai budaya.
2. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
Dengan demikian secara konstitusional, pengembangan kebudayan untuk membina dan mengembangkan identitas nasional kita telah diberi dasar dan arahnya, terlepas dari apa dan bagaimana kebudayaan itu dipahami yang dalam khasanah ilmiah terdapat tidak kurang dari 166 definisi sebagaimana dinyatakan oleh Kroeber dan Klukhohn di tahun 1952.
3. Unsur – Unsur Pembentuk Identitas Nasional
Pada hakikatnya, Identitas Nasional memiliki empat unsur:
1. Suku Bangsa: golongan social yang khusus yang bersifat askriftif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa, kuran lebih 360 suku.
2. Agama: bangsa indonessia dikenal sebagai bangsa yang agamis. Agama – agama yang berkembang di Indonesia antara lain agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi Negara Indonesia namun sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi telah dihapuskan.
3. Kebudayaan: merupakan pengetahuan manusia sebagai makhlu sosial yang berisikan perangkat – perangkat atau model – model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung – pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai pedoman untuk bertindak dalam bentuk kelakuan dan benda – benda kebudayaan.
4. Bahasa: merupakan usur komunikasi yang dibentuk atas unsur – unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.
Menurut Syarbani dan Wahid dalam bukunya yang berjudul Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan, keempat unsur Identitas Nasional tersebut diatas dapat dirumuskan kembali menjadi 3 bagian:
a. Identitas Fundamental: berupa Pancasila yang menrupakan Falsafah Bangsa, Dasar
Negara, dan Ideologi Negara.
b. Indetitas Instrumental: berupa UUD 1945 dan Tata Perundangannya, Bahasa
Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, dan Lagu Kebangsaan.
c. Indetitas Alamiah: meliputi Kepulauan (archipelago) dan Pluralisme dalam suku,
bahasa, budaya dan kepercaraan (agama).
4. Perwujudan Identitas Nasional
Sejarah Jati Diri Bangsa Indonesia
a. Masa Kejayaan Nusantara (sebelum masa pergerakan nasional) 1293-1478
Sriwijaya
@ Berhasil menguasai wilayah Indonesia
@ Masa dimulainya pelatakan dasar-dasar kebudayaan dan peradaban manusia
Majapahit
@ Patih Gajah Mada
“Tan Mukti Palapa lamung durung Purna Hmusthi Nuswantara”
→ Tidak akan makan buah palapa sebelum dapat mempersatukan Nusantara
→ Tidak akan menikah sebelum berhasil “Indonesia Merdeka”
b. Perlawanan Patiunus dalam Perjuangan menentang penjajahan 1512-1513
c. Perang Aceh dalam perjuangan menentang perjuangan 1873-1907
d. Budi Oetomo Berbasis Sub Kultur Jawa 1908,pergerakan dan kebangkitan Nasional yang menumbuhkan jiwa kebangsaan (Nasional dan Patriotisme)
e. Sumpah Pemuda 1928, yang isinya :
Bertanah air satu, Tanah Air Indonesia
Berbangsa satu, Bangsa Indonesia
Berbahasa satu, Bahasa Indonesia
Sumpah Pemuda ini menumbuhkan jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Rakyat Indonesia tetap berkeyakinan bahwa semangat Sumpah Pemuda tersebut tetap significan dan relevan hingga waktu sekarang dan yang akan datang.
f. Pada masa Proklamasi 17-8-1945, yang merupakan :
Titik kulminasi perjuangan Bangsa Indonesia
Untuk membebaskan diri dari cengkraman penjajah
Menjadi momen kemerdekaan
The Declaration of Indonesian
Independence ke seluruh dunia
Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah mempunyai jiwa dan semangat kejuangan, cinta tanah air, patriotisme, nasionalisme,persatun dan kesatuan, pantang mundur, pantang menyerah, merdeka atau mati, gotong royong, rela berkorban, sebagai wujud jati diri bangsa Indonesia.
g. Manusia Indonesia yang di pengaruhi lingkungan fisik dan demografis,serta system nilai yang diwarisi dari zaman ke zaman.
h. Pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha,di lanjutkan dengan kebudayaan Islam dan Barat,saling berinteraksi dengan nilia-nilai local. Pergulatan nilai itu membentuk karakter manusia Indonesia yang bergerak dinamik.
5. Penyimpangan Identitas Nasional
Geografis :
a. Kurangnya kekuatan maritime yang memadai
b. Pertahanan laut dan udara masih belum di kembangkan dengan optimal. Akibatnya wilayah yang jauh di pinggir perbatasan merasa di perhatikan dan dijaga dari kemungkinan datangnya ancaman luar
c. Kebanyakan daerah perbatasan mengalami kelambanan dalam pembangunan infrakstruktural transportasi dan komunikasi sehingga mereka kurang berinteraksi dengan wilayah lin di tanah air,bahkan mereka lebih dekat dengan negara tetangga.
d. Kondisi geografis yang senjang juga terlihat mencolok antara wilayah pedesaan dengan wilayah perkotaan. Warga pedesaan merasa tertinggal dan tidak di perhatikan di bandingkan dengan warga di perkotaan. Muncul berbagai masalah social akibat ketimpangan pembangunan anatar daerah, dan proses urbanisasi yang tak berencana.
Demografis :
a. Terjadinya kesenjangan antara generasi tua dengan generasi muda dalam memandang persoalan bangsa dan menghadapi tantangan hidup.
Social dan Budaya :
a. Perasaan senasib-sepenanggungan semakin mencair
b. Kristalisasi nilai kebangsaan mengalami keretakan di sana-sini
c. Banyaknya pejabat yang menuntut hak-hak istimewa bagi kepentingan pribadinya, meskipun hak-hak dasar rakyat pada umumnya belum terpenuhi. Sikap itu pada gilirannya membuahkan tragedi pemerintahan yang lamban di tengah desakan kepentingan umum akibat bencana yang terjadi dimana-mana dan kondisi social ekonomi yang diterpa krisis dari waktu ke waktu
d. Lemahnya kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman
Gejala tersebut dapat di lihat dari menguatnya orientasi dalam kelompok, etnik, dan agama yang berpotensi menimbulkan konflik social dan bahkan disintegrasi bangsa. Masalah ini juga semakin serius akibat dari makin terbatasnya ruang public yang dapat diakses dan dikelola bersama masyarakat yang multikultur untuk penyaluran aspirasi. Dewasa ini muncul kecenderungan pengalihan ruang publik ke ruang privat karena desakan ekonomi.
e. Kurangnya kemampuan bangsa dalam mengelola kekayaan budaya yang kasat mata (tangible) dan yang yang tidak kasat mata (intangible). Dalam era otonomi daerah, pengelolaan kekayaan budaya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Kualitas pengelolaan yang rendah tidak hanya disebabkan oleh kapasitas fiskal, namun juga pemahaman, apresiasi, kesadaran, dan komitmen pemerintah daerah terhadap kekayaan budaya. Pengelolaan kekayaan budaya ini juga masih belum sepenuhnya menerapkan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). Sementara itu, apresiasi dan kecintaan masyarakat terhadap budaya dan produk dalam negeri masih rendah, antara lain karena keterbatasan informasi.
f. Terjadinya krisis jati diri (identitas) nasional. Nilai – nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, dan keramahtamahan sosial yang pernah di anggap sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa indonesia, makin pudar bersamaan dengan menguatnya nilai – nilai materialisme. Demikian pula kebanggaan atas jati diri bangsa seperti penggunaan bahasa indonesia secara baik dan benar, semakin terkikis oleh nilai – nilai yang dianggap lebih superior. Identitas nasional meluntur oleh cepatnya penyerapan budaya global yang negatif, serta tidak mampunya bangsa indonesia mengadopsi budaya global yang lebih relevan bagi upaya pembangunan bangsa dan karakter bangsa (nation and character building).
6. Keterkaitan Globalisasi terhadap Identitas Nasional
Era Globalisasi merupakan era yang penuh dengan kemajuan dan persaingan, sedangkan Identitas Nasional sebuah bangsa merupakan hal yang sangat diperlukan untuk memperkenalkan sebuah bangsa atau Negara dimata dunia. Dengan adanya Globalisasi, identitas sebuah bangsa dan Negara dapat mudah dikenalkan dimata internasional atau juga identitas tersebut mudah tenggelam karena terpengaruh oleh bangsa dan Negara lain. Perlu kita sadari, bangsa Indonesia yang kita cintai ini sedang mengalami krisis identitas nasional yang sangat membahayakan bagi nilai – nilai dasar Identitas bangsa Indonesia itu sendiri. Letak Negara Indonesia yang sangat setrategis merupakan hal yang sangat mempengaruhi terjaga atau tidak kelangsungan Identitas bangsa Indonesia. Globalisasi yang terus berkembang pesat membuat nilai– nilai budaya bangsa Indonesia mulai terkikis oleh budaya – budaya barat yang kurang sesuai dengan budaya asli bangsa Indonesia seperti halnya budaya berpakaian. Kebaya dan batik yang merupakan salah satu identitas bangsa
Indonesia yang berupa pakaian, kini mulai hilang dari kehidupan bangsa Indonesia karena tergantikan oleh pakaian yang bersifat kebarat - baratan. Tidak hanya itu saja, masyarakat Indonesia yang dulunya terkenal sebagai orang – orang yang ramah, kini mulai terpengaruh terhadap era globalisai yang memiliki sifat “persaingan” yang sangat tinggi yang menyebabkan kesenjangan sosial di masyarakt semakin meningkat.
7. Keterkaitan Integrasi Nasional Indonesia dan Identitas Nasional
Masalah integrasi nasional di Indonesia sangat kompleks dan multidimensional. Untuk mewujudkannya, diperlukan keadilan dalam kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membedakan ras, suku, agama, bahasa, dan sebagainya. Sebenarnya, upaya mcmbangun keadilan, kesatuan, dan persatuan bangsa merupakan bagian dari upaya membangun dan membina stabilitas politik. Di samping itu, upaya lainnya dapat dilakukan, seperti banyaknya keterlibatan pemerintah dalam mcncntukan komposisi dan rnckanisme parlemen. Dengan demikian, upaya integrasi nasional dengan strategi yang mantap perlu terus dilakukan agar terwujud integrasi bangsa Indonesia yang diinginkan. Upaya pembangunan dan pembinaan integrasi nasional ini perlu karena pada hakikatnya integrasi nasional menunjukkan kckuatan persatuan dan kesaluan bangsa yang diinginkan. Pada akhirnya, persatuan dan kesatuan bangsa inilah yang dapat lebih menjamin terwujudnya negara yang makmur, aman. dan tentram. Konflik yang terjadi di Aceh, Ambon, Kalimantan Barat, dan Papua merupakan cermin belum terwujudnya integrasi nasional yang diharapkan. Adapun keterkaitan integrasi nasional dengan Identitas Nasional adalah bahwa adanya integrasi nasional dapat menguatkan akar dari Identitas Nasional yang sedang dibangun.
8. Pancasila Sebagai Pemberdayaan Identitas Nasional
Suatu bangsa harus memiliki identitas nasional dalam pergaulan internasional. Tanpa national identity, maka bangsa tersebut akan terombang-ambing mengikuti ke mana angin membawa. Dalam ulang tahunnya yang ke-62, bangsa Indonesia dihadapkan pada pentingnya menghidupkan kembali identitas nasional secara nyata dan operatif.Identitas nasional kita terdiri dari empat elemen yang biasa disebut sebagai konsensus nasional. Konsensus dimaksud adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.
Revitalisasi Pancasila harus dikembalikan pada eksistensi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara. Karena ideologi adalah belief system, pedoman hidup dan rumusan cita-cita atau nilai-nilai (Sergent, 1981), Pancasila tidak perlu direduksi menjadi slogan sehingga seolah tampak nyata dan personalistik. Slogan seperti “Membela Pancasila Sampai Mati” atau “Dengan
Pancasila Kita Tegakkan Keadilan” menjadikan Pancasila seolah dikepung ancaman dramatis atau lebih buruk lagi, hanya dianggap sebatas instrument tujuan. Akibatnya, kekecewaan bisa mudah mencuat jika slogan-slogan itu tidak menjadi pantulan realitas kehidupan masyarakat.
Karena itu, Pancasila harus dilihat sebagai ideologi, sebagai cita-cita. Maka secara otomatis akan tertanam pengertian di alam bawah sadar rakyat, pencapaian cita- cita, seperti kehidupan rakyat yang adil dan makmur, misalnya, harus dilakukan bertahap. Dengan demikian, kita lebih leluasa
untuk merencanakan aneka tindakan guna mencapai cita-cita itu.
Selain perlunya penegasan bahwa Pancasila adalah cita-cita, hal penting lain yang dilakukan untuk merevitalisasi Pancasila dalam tataran ide adalah mencari maskot. Meski dalam hal ini ada pandangan berbeda karena dengan memeras Pancasila berarti menggali kubur Pancasila itu sendiri, namun dari sisi strategi kebudayaan adalah tidak salah jika kita mengikuti alur pikir
Soekarno, jika perlu Pancasila diperas menjadi ekasila, Gotong Royong. Mungkin inilah maskot yang harus dijadikan dasar strategi kebudayaan guna penerapan Pancasila. Pendeknya, ketika orang enggan menyebut dan membicarakan Pancasila, Gotong Royong dapat dijadikan maskot dalam rangka revitalisasi Pancasila.
Mencari maskot. Meski dalam hal ini ada pandangan berbeda karena dengan memeras Pancasila berarti menggali kubur Pancasila itu sendiri, namun dari sisi strategi kebudayaan adalah tidak salah jika kita mengikuti alur pikir Soekarno, jika perlu Pancasila diperas menjadi ekasila, Gotong Royong. Mungkin inilah maskot yang harus dijadikan dasar strategi kebudayaan guna
penerapan Pancasila. Pendeknya, ketika orang enggan menyebut dan membicarakan Pancasila, Gotong Royong dapat dijadikan maskot dalam rangka revitalisasi Pancasila.
KESIMPULAN
Dalam kesempatan kali ini penyusun ingin menegaskan bahwa diera Globalisasi seperti sekarang ini Identitas Nasional merupakan hal yang harus diperhatikan, karena Identitas Nasional merupaka hal yang membuat bertahan atau tidaknya ciri khas dan karakteristik suatu bangsa yang seharusnya menjadi kebanggan bangsa itu sendiri karena, Identita Nasional merupakan salah satu senjata untuk bersaing kearah yang lebih positif diera Globalisasi ini.
Pengertian Identitas Nasional
Definisi Identitas nasional. Identitas nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tesebut. Demikian pula hal ini juga sangt ditentukan oleh proses bagaimana bangnsa tersebut terbentuk secara historis. Berdasarkan hakikat pengertian “identitas nasional” sebagaimana dijelaskan di atas maka identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih popular disebut sebagai kepribadian suatu bangsa.
Identitas Nasional pada hakikatnya merupakan "manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu nation (bangsa) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hldup dan kehidupannya".(Wibisono Koento : 2005) Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Dalam terminologi antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri. Mengacu pada pengertian ini identitas tidak terbatas pada individu semata, tetapi berlaku pula pada suatu kelompok. Adapun kata nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik, seperti budaya, agama, dan bahasa, maupun nonfisik, seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan. Himpunan kelompok-kelompok inilah yang disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang pada akhirnya melahirkan tindakan kelompok (colective action) yang diwujudkan dalam bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional. Kata nasional sendiri tidak bisa dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme. Bila dilihat dalam konteks Indonesia maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang "dihimpun" dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai dasar dan arah pengembangannya. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa hakikat Identitas Nasional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam penataan kehidupan dalam arti luas. Misalnya, dalam aturan perundang-undangan atau hukum, sistem pemerintahan yang diharapkan, serta dalam nilai-nilai etik dan moral yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun internasional, dan sebagainya. Nilai-nilai budaya yang tercermin di dalam Identitas Nasional tersebut bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang "terbuka" yang cenderung terus-menerus bersemi karena hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya. Konsekuensi dan implikasinya adalah bahwa Identitas Nasional adalah sesuatu yang terbuka untuk ditafsirkan dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.
Istilah “identitas nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendidri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, cirri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut. Jadi Identitas nasional adalah sebuah kesatuan yang terikat dengan wilayah dan selalu memiliki wilayah (tanah tumpah darah mereka sendiri), kesamaan sejarah, sistim hukum/perundang undangan, hak dan kewajiban serta pembagian kerja berdasarkan profesi.
Demikian pula hal ini juga sangat ditentukan oleh proses bagaimana bangsa tersebut terbentuk secara historis. Berdasarkan hakikat pengertian “identitas nasional” sebagaimana dijelaskan di atas maka identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih populer disebut sebagai kepribadian suatu bangsa.
Pengertian kepribadian suatu identitas sebenarnya pertama kali muncul dari pakar psikologi. Manusia sebagai individu sulit dipahami jika terlepas dari manusia lainnya. Oleh karena itu manusia dalam melakukan interaksi dengan individu lainnya senantiasa memiliki suatu sifat kebiasaan, tingkah laku, serta karakter yang khas yang membedakan manusia tersebut dengan manusia lainnya. Namun demikian pada umumnya pengertian atau istilah kepribadian sebagai suatu identitas adalah keseluruhan atau totalitas dari faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkah laku individu. Tingkah laku tersebut terdidri atas kebiasaan,sikap, sifat-sifat serta karakter yang berada pada seseorang sehingga seseorang tersebut berbeda dengan orang yang lainnya. Oleh karena itu kepribadian adalah tercermin pada keseluruhan tingkah laku seseorang dalam hubungan dengan manusia lain.
2.2 Unsur - Unsur Identitas Nasional
Identitas Nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Ke-majemukan itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas, yaitu suku bangsa, agama, kebudayaan,dan bahasa.
Suku Bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kclompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek bahasa.
Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di Nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi negara, tetapi sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan.
Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
Bahasa: merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami sebagai sistem perlambang yang secara arbitrer dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.
Dari unsur-unsur identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3 bagian sebagai berikut:
1. Identitas Fundamental, yaitu Pancasila yang merupakan Falsafah Bangsa, Dasar Negara, dan ldeologi Negara.
2. Identitas Instrumental, yang berisi UUD 1945 dan Tata Perundangannya, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan "Indonesia Raya".
3. Identitas Alamiah yang meliputi Negara Kepulauan (archipelago) dan pluralisme dalam suku, bahasa, budaya, serta agama dan kepercayaan (agama).
2.3 Keterkaitan Globalisasi dengan Identitas Nasional
Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan perubahan tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi sehingga interaksi manusia nienjadi sempit, serta seolah-olah dunia tanpa ruang. Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah ada. Nilai-nilai tersebut, ada yang bersifat positif ada pula yang bersifat negatif. Semua ini merupakan ancaman, tantangan, dan sekaligus sebagai peluang bagi bangsa Indonesia untuk berkreasi dan berinovasi di segala aspek kehidupan. Di era globalisasi, pergaulan antarbangsa semakin ketat. Batas antarnegara hampir tidak ada artinya, batas wilayah tidak lagi menjadi penghalang. Di dalam pergaulan antarbangsa yang semakin kental itu, akan terjadi proses akulturasi, saling meniru, dan saling mempengaruhi di antara budaya masing-masing. Adapun yang perlu dicermati dari proses akulturasi tersebut, apakah dapat melunturkan tata nilai yang merupakan jati diri bangsa Indonesia?
Lunturnya tata nilai tersebut biasanya ditandai oleh dua faktor, yaitu:
1. semakin menonjolnya sikap individualistis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum, hal ini bertentangan dengan asas gotong-royong; serta
2. semakin menonjolnya sikap materialistis, yang berarti harkat dan martabat kemanusiaan hanya diukur dari hasil atau keberhasilan seseorang dalam memperoleh kekayaan. Hal ini bisa berakibat bagaimana cara memperolehnya menjadi tidak dipersoalkan lagi. Apabila hal ini terjadi, berarti etika dan moral telah dikesampingkan.
Arus informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat terhadap nilai-nilai asing yang negatif semakin besar. Apabila proses ini tidak segera dibendung, akan berakibat lebih sering ketika pada puncaknya masyarakat tidak bangga lagi pada bangsa dan negaranya.
Pengaruh negatif akibat proses akulturasi tersebut dapat merongrong nilai-nilai yang telah ada di dalam masyarakat. Jika semua ini tidak dapat dibendung, akan mengganggu ketahanan di segala aspek kehidupan, bahkan akan mengarah pada kredibilitas sebuah ideologi. Untuk membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut, harus diupayakan suatu kondisi (konsepsi) agar ketahanan nasional dapat terjaga, yaitu dengan cara membangun sebuah konsep nasionalisme kebangsaan yang mengarah kepada konsep Identitas Nasional.
Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu negara dengan negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian, kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional semakin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut, antara lain terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang (money laundring), peredaran dokumen keimigrasian palsu, dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan semakin merajalelanya peredaran narkotika dan psikotropika sehingga sangat merusak kepribadian dan moral bangsa, khususnya bagi generasi penerus bangsa. Jika hal tersebut tidak dapat dibendung, akan mengganggu terhadap ketahanan nasional di segala aspek kehidupan, bahkan akan menyebabkan lunturnya nilai-nilai Identitas Nasional.
Identitas Nasional merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang "dihimpun" dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai dasar dan arah pengembangannya.
Unsur-unsur pembentuk Identitas Nasional adalah Suku bangsa, Agama, Kebudayaan, dan bahasa.
Selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional Indonesia. Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional berasal dari kata nasion yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi bersama. Jadi, yang dimaksud dengan Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia.Uraiannya mencakup :
1. identitas manusia Manusia merupakan makhluk yang multidimensional, paradoksal dan monopluralistik. Keadaan manusia yang multidimensional, paradoksal dan sekaligus monopluralistik tersebut akan mempengaruhi eksistensinya. Eksistensi manusia selain dipengaruhi keadaan tersebut juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya atau pedoman hidupnya. Pada akhirnya yang menentukan identitas manusia baik secara individu maupun kolektif adalah perpaduan antara keunikan-keunikan yang ada pada dirinya dengan implementasi nilai-nilai yang dianutnya.
2. identitas nasionalIdentitas nasional Indonesia bersifat pluralistik (ada keanekaragaman) baik menyangkut sosiokultural atau religiositas. - Identitas fundamental/ ideal = Pancasila yang merupakan falsafah bangsa.- Identitas instrumental = identitas sebagai alat untuk menciptakan Indonesia yang dicita-citakan. Alatnya berupa UUD 1945, lambang negara, bahasa Indonesia, dan lagu kebangsaan.- Identitas religiusitas = Indonesia pluralistik dalam agama dan kepercayaan.- Identitas sosiokultural = Indonesia pluralistik dalam suku dan budaya.- Identitas alamiah = Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
3. Nasionalisme IndonesiaNasionalime merupakan situasi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara bangsa. Nasionalisme sangat efektif sebagai alat merebut kemerdekaan dari kolonial. Nasionalisme menurut Soekarno adalah bukan yang berwatak chauvinisme, bersifat toleran, bercorak ketimuran, hendaknya dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.
4. Integratis Nasional Menurut Mahfud M.D integrai nasional adalah pernyataan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masayarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih untuh , secara sederhana memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Untuk mewujudkan integrasi nasional diperlukan keadilan, kebijaksanaan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membersakan SAR. Ini perlu dikembangkan karena pada hakekatnya integrasi nasional menunjukkan tingkat kuatnya kesatuan dan persatuan bangsa.KesimpulanIdentitas Nasional Indonesia adalah sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, agama dan pulau-pulau yang dipisahkan oleh lautan. Oleh karena itu, nilai-nilai yang dianut masyarakatnya pun berbeda-beda. Nilai-nilai tersebut kemudian disatupadukan dan diselaraskan dalam Pancasila. Nilai-nilai ini penting karena merekalah yang mempengaruhi identitas bangsa. Oleh sebab itu, nasionalisme dan integrasi nasional sangat penting untuk ditekankan pada diri setiap warga Indonesia agar bangsa Indonesia tidak kehilangan identitas.
Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:
Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bai Masyarakat Pendukukungnya, Semarang: P&K, 199
kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama.Nunus Supriadi, “Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional”
Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang.
Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan angsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan menglami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.
Labels:
Pendidikan Kewarganegaraan
Subscribe to:
Posts (Atom)