Wednesday, April 2, 2014

KEBUDAYAAN SEBAGAI ISI PENDIDIKAN



A.    PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEBUDAYAAN
Istilah kebudayaan yang disamakan dengan culture (Inggris), kultur (Jerman), dan cultuur (Belanda) mengandung pengertian yang amat luas. Menurtu Prof. Dr. H. A. Enno van Gelder, “culture” berasal dari kata Latin “colore” yang berarti mengerjakan, memelihara dan memuja.
Pengertian kebudayaan (culture) sebagian sarjana Anglo Saxon mempersamakan dengan pengertian peradaban (civilization) yang dilakukan oleh Dr. Edward B. Taylor yang rnenulis dalam buku “Primitive Culture”: Kebudayaan atau peradaban ialah suatu keutuhan yang kompleks yang meliputi ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istisdat, dan setiap kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai warga masyarakat.
Namun Dr. Roucek dan Dr. Warren dalam buku mereka “Sociology an lntroduction” membedakan kedua pengertian tersebut sebagai berikut: Kebudayaan ialah cara hidup yang dikembangkan oleh suatu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok mereka demi tetap survive, dan kekalnya kehidupan jenis meliputi akumulasi obyek-obyek materiil, pola-pola organisasi sosial, bentuk-bentuk tingkah laku yang dipelajari (berlaku), ilmu pengetahuan, kepercayaan, dan semua aktivitas lain yang dikembangkan dalam antar hubungan manusia. Kebudayaan merupakan sumbangan manusia kepada lingkungan hidupnya.
Sedangkan pada bagian lain buku itu kedua sarjana tersebut memberi definisi peradaban sebagai berikut: Peradaban berarti suatu tingkat perkembangan kompleksitas kebudayaan yang dicapai suatu masyarakat. Meskipun kriteria yang dipakai berbeda untuk menetapkan suatu peradaban, barangkali yang terpenting sebagai kriteria itu ialah bahasa tertulis. Melalui pelengkapan komunikasi lisan, bahasa tertulis memungkinkan akumulasi kebudayaan ke tingkat yang lebih besar, dan dalam hal inilah pengertian peradaban sering dipakai.
Untuk definisi sebagai perbandingan, beberapa definisi kebudayaan yang dikutip lebih lanjut ialah: Istilah kebudayaan dipakai untuk menunjukkan keseluruhan jumlah ciptaan umat manusia, hasil-hasil yang tersusun daripada pengalaman kolektif manusia hingga sekarang. Kebudayaan rneliputi semua yang telah dibuat rnanusia dalam bentuk alat-alat, senjata, tempat tinggal, dan semua yang telah dihasilkan sikap dan kepercayaan, cita-cita dan keputusan (pertimbangan), hukum dan lembaga-lembaga, seni dan ilmu pengetahuan, filsafat dan organisasi sosial. Kebudayaan juga meliputi antar hubungan semua bidang di atas dan aspek-aspek lain yang membedakan kehidupan manusia daripada hewani. Segala sesuatu, baik materi atau nonmateriil, yang diciptakan manusia di dalarn proses kehidupan, termasuk dalam pengertian kebudayaan.
Dr. Henry S. Lucas dalam buku “A Short History of Civila zation” menyatakan: Kebudayaan ialah suatu cara yang umum bagaimana manusia hidup, berpikir dan bertindak. Kebudayaan meliputi (1) suatu penyesuaian umum terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi atau kepada lingkungan geografis, (2) organisasi yang lazim dibentuk untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial dan politik yang ada dalam kehidupan, dan (3) lembaga yang umum dalam pemikiran dan usaha-usaha pencapaiannya. Semuanya itu meliputi seni, sastra, ilmu pengetahuan, penemuan-penemuan, filsafat dan agama. Suatu kebudayaan ialah suatu pencapaian yang khas dalarn bidang sosial politik, ekonomi, intelek, seni dan agama dari suatu kelompok manusia.
Pendapat Dr. Ki Kajar Dewantara seorang ahli kebudayaan dan pendidik Indonesia menulis: “Menschecultuer” (adab, Ar. ) itu lebih terang artinya jika diterjemahkan ke dalam bahasa kita dengan perkataan “kebudayaan”. Perkataan ini berasal dari “budaya” dan ini berarti buah dari budi manusia. Lalu teranglah sekarang bahwa arti kebudayaan atau kultur kemanusiaan itu ialah semua benda buatan manusia, baik benda batin maupun benda lahir, yang dapat timbul karena kemasakan budi manusia.
Drs. Sidi Gazalba dalam buku “Pengantar Kebudayaan sebagai Ilmu,” antara lain sebagai berikut: “Kebudayaan ialah cara berpikir dan cara merasa, yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dan segolongan manusia yang rnembentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan
suatu waktu”.
Dari semua batasan kebudayaan yang dikutip itu agak jelas pengertian kebudayaan sekaligus scope kebudayaan. Pada pokoknya, kebudayaan itu ialah semua ciptaan manusia yang berlangsung di dalam kehidupan. Kebudayaan menampakkan diri pula dalam kepribadian dan tingkah laku manusia di dalam antar hubungan dan antar aksinya. Sebagai makhluk budaya manusia rnerubah unsur-unsur alam menjadi benda-benda kebudayaan dengan potensi kemanusiaannya. Sedikit catatan dan batasan kebudayaan menurut Dr. Henry S. Lucas, yang memandang religion (agama) termasuk kebudayaan. Jika diakui, bahwa kebudayaan ialah semua ciptaan manusia (human creation), barangkali timbul pertanyaan: apakah agama itu ciptaan manusia. Umat beragama percaya bahwa agama itu diturunkan, diwahyukan oleh Tuhan melalui nabi/ rasul untuk umat manusia. Karena itu agama bukan ciptan manusia, sebab agama bersumber dari Maha Pencipta, Tuhan sendiri. Agama yang bersifat universal itu melampaui alam pikiran yang rasional, agama sebagai wujud kepercayaan bersifat supernatural superrasional. Batasan kebudayaan di atas dalam arti umum kebudayaan universal. Tetapi tiap-tiap bangsa mempunyai kebudayaan sendiri yang sesuai dengan kondisi-kondisi lingkungan alamnya, berdasarkan sosiologis dan sosiopsikologis bangsa itu. Kebudayaan suatu bangsa itu disebut kebudayaan nasional. Untuk batasan kebudayaan nasional ini, Drs. Sidi Gazaiba menulis: Berpijak atas definisi kebudayaan dapat dirumuskan definisi kebudayaan nasional sebagai berikut: Cara berpikir/merasa nasion yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupannya dalam suatu ruang dan suatu waktu. Dengan kata sederhana: cita, dan laku- perbuatan nasion dalarn lapangan-lapangan sosial, ekonomi, politik, ilrnu teknik, kesenian, filsafat dan agama.
Tiap bangsa sejalan dengan kesadaran nasionalisme memiliki kebanggaan nasional atas kebudayaan nasional masing-masing. Kebudayaan nasional ini merupakan perwujudan kepribadian nasional suatu bangsa. Secara teoritis ada ahli yang membedakan kebudayaan nasional itu atas kebudayaan-formal dan kebudayaan-material. Yang pertama yaitu hakekat, watak, sikap mental, pola pikir dan nilai-nilai spiritual. Sedangkan yang kedua meliputi semua produk dan perwujudan kebudayaan formal itu. Dalam rangka rnemajukan kebudayaan nasional ini, di antara kebudayaan bangsa-bangsa, antar pemerintah diadakan kerjasama kebudayaan, tukar menukar missi kebudayaan, termasuk tukar menukar mahasiswa. 
Politik pembinaan kebudayaan nasional ada baiknya kita selalu berpegang patuh asas Tri-con dari Dr. Ki Hadjar Dewantara yaitu:
1.        Asas konsentrasi, bahwa pengembangan kebudayaan harus berpusat (consentrasi) padakebudayaan nasional, Social Jenitage yang diwarisi dan generasi sebelumnya.
2.        Asas convergensi, bahwa hukum perkembangan itu ialah kerja sama antara faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam ialah sosio-kultural yang sudah berakar, sedang faktor-luar ialah rnenerima unsur-unsur kebudayaan-luar (asing) dengan prinsip selektif. Politik “pintu terbuka” dengan “sensor” ini baik dengan komunikasi aktif, maupun karena pengaruh-pengaruh antar hubungan pergaulan bangsa kita dengan bangsa-bangsa lain yang kurang disadari (pasif).
3.        Asas kontinuitas bahwa perkembangan yang terpusat pada kebudayaan nasional itu, dengan menerima kebudayaan luar secara selektif akan berlangsung terus rnenerus. Kebudayaan yang terdahulu merupakan dasar dan modal bagi pembinaan kebudayaan seterusnya. Bahkan kebudayaan sekarang tak mungkin berkembang sepesat adanya sekarang tanpa asas-asas yang telah dirintis oleh pendahulunya. Kenyataan dalam kehidupan bangsa-bangsa dan negara moderen sekarang, komunikasinya yang efektif amat dimungkinkan oleh teknologi. Maka prinsip trikon itu cukup bijaksana utuk mengambil jalan tengah antara politik pintu-terbuka sama sekali atau politik isolasi, yang keduanya tidak realistis, tidak berrnanfaat.

B.     ILMU SEBAGAI ILMU KEBUDAYAAN
Pendidikan dan kebudayaan adalah suatu hubungan antara proses dengan isi pendidikan ialah proses pengoperan kebudayaan dalam arti membudayakan manusia. Proses pendidikan dalarn arti demikian, sangat umum. Dalam masyarakat modern dimana kebudayaan itu amat kompleks, agaknya fungsi dan tanggung jawab pendidikan rnakin besar dan sukar.
Pendidikan, terutama pendidikan tinggi memusatkan program aktivitasnya pada pengoperan, pengembangan atau pembinaan ilmu dan research (penelitian). Atau di negara Indonesia tersimpul dalam tridharma perguruan tinggi pendidikan, pengajaran, penelitian, pengembangan, dan pengabdian pada masyarakat. Wujud kebudayaan yang menjadi isi (curriculum) pendidikan dikenal sebagai ilmu pengetahuan (knowledge). Karena luasnya scope kebudayaan dibandingkan dengan keterbatasan waktu, maka demi suksesnya fungsi pendidikan harus ada ketetapan unsur kebudayaan apa yang urgen dididikkan. Program pendidikan dibatasi oleh tujuan yang hendak dicapai sebagai target. Demikian pula kemampuan dan rninat individual, mernbatasi bidang apa yang hendak dipilih seseorang sebagai lapangan pendidikannya. Faktor-faktor inilah yang melahirkan bidang-bidang atau jurusan-jurusan pendidikan atau keahlian seseorang. Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas berkembanglah apa yang dikenal sebagai ilrnu pengetahuan. Secara teknis dapat dikemukakan pada bagian ini apakah definisi ilmu (knowledge) yang amat erat hubungannya dengan pendidikan.
1.         Menurut Webster‟s new World Dictionary
“Ilmu pengetahuan : semua yang telah diamati atau dimengerti oleh jiwa (pikiran) belajar dan sesuatu yang telah jelas”
2.         Menurut “Dictionary of Philosophy” oleh Runes
Pengetahuan : Berhubungan dengan tahu (yang diketahui). Kebenaran yang dimengerti. Lawan dari pendapat. Ilmu pengetahuan tertentu lebih daripada pendapat, tetapi di bawah tarafnya jika dibandingkan dengan kebenaran.
3.         Menurut “American Peoples Encyclopedia.”
Ilmu pengetahuan, suatu kesadaran penuh dan terbutikan dan suatu kebenaran mengenai sesuatu : bersifat praktis, suatu kesadaran yang teratur, tersusun tentang apa pun yang secara definitif dapat diterima sebagai realita. Pengertian knowledge (ilmu pengetahuan) di atas ialah meliputi semua ilmu, apakah ilmu sosial, ilmu eksakta, ilmu filsafat, dan sebagainya. Sedangkan istilah science (kadang-kadang diartikan ilmu pengetahuan juga), telah mempunyai arti isu tertentu, yang dijelaskan oleh “American Peoples Encyclopedia” sebagai berikut: Apa yang disebut science moderen terdiri atas beberapa cabang ilmu pengetahuan, tiap cabang mempunyai suatu kelompok obyek atau dengan subyek khusus, yang semua itu dapat dikatagorikan dalam tiga bidang utama penyelidikan: matematika, ilmu alam dan ilmu biologi.
Dewasa ini istilah science dipakai dalam arti ketiga bidang pokok di atas. Sedangkan social-science para ahli berbeda pendapat tentang scope dan rnaksudnya. Ada ahli yang berpendapat bahwa social-science meliputi : sejarah, jurisprudence, linguistik dan filsafat. Ada pula ahli lain yang menganggap social-science itu anthropologi-budaya, psikologi sosial, ekonomi, geografi (khususnya demography), ilmu politik, hukum internasional, ilmu perbandingan agama, archeology, business adrninistration, public sociology dan sebagainya. Ada baiknya jika kita tetapkan, bahwa social science ialah ilmu-ilmu selain yang tersimpul di dalam ilmu-ilmu eksakta. Pembedaan istilah, pengertian dan scope ilmu pengetahuan seperti diuraikan di atas mengarahkan pada pengertian tentang sistematika ilmu pengetahuan. Para ahli juga berbeda dalam menetapkan sistematika ilmu pengetahuan. Auguste Comte (1798-1875) menetapkan sistematika ilmu berdasarkan tingkat abstaraksinya dan bagaimana kedudukan ilmu itu terhadap ilmu yang lain. Pengetahuan dan penguasaan suatu ilmu harus dapat membantu penelitian dan studi bagi ilmu yang lain dalam rangka seluruh program pendidik untuk menetapkan kurikulum, urutan kurikulum harus berorientasi pada interdependensi antar-ilmu dalam jurusan atau departemen tertentu. Dengan dernikian skala priroritas dalam kurikulurn (sequence of curricu1m) harus menjamin efisiensi studi. Urutan materi (isi) pendidikan bukanlah semata-mata berdasarkan pada tingkat kesukaran bahan pelajaran, melainkan juga peranan dan daya guna ilmu itu bagi tingkat studi selanjutnya, khususnya antar huhungan ilmu yang satu dengan ilmu yang lain. Di samping orientasi pada tujuan pendidikan dan potensi kernatangan murid.
Menurut Brubacher, masalah kurikulum menyangkut baik teori-nilai rnaupun teori ilrnu. Untuk tujuan kurikulum maka knowledge dimaksud meliputi dua kategori:
1.      Knowledge about things, yang dapat diinterpretasikan sebagai ilmu secara teoritis.
2.      Knowledge of how to do things, yang dapat ditafsirkan sebagai pengetahuan yang menitikberatkan pada segi praktisnya, pengalaman-pengalaman empiris, atau pengalaman berdasaskan experiment. Ilmu sebagai bagian atau unsur kebudayaan adalah merupakan isi pendidikan di samping nilai-nilai, pembinaan skill yang praktis, pembinaan jasmani yang kuat dan sehat, sikap sosial dan tanggung jawab, kepemimpinan dan sebagainya.

C.     KURIKULUM
Kurikulum atau secara sederhana kita sebut isi pendidikan adalah “jalan” terdekat untuk  sampai pada tujuan pendidikan. Sebaliknya tanpa isi pendidikan, tanpa kurikulum tidak ada proses pendidik dan pengajaran. Dengan perkataan lain, tidak ada pendidikan tanpa kurikulum. Karena itu kurikulum adalah bagian yang amat penting di dalam pendidikan.
Dapat dikemukakan batasan kurikulum menurut Stratemayer cs antara lain: Dewasa ini kurikulurn dianggap sebagai bahan pelajaran dan kegiatan kelas yang dilakukan anak-anak dan pemuda: keseluruhan pengalaman di dalam dan di luar kelas yang disponsori oleh sekolah dan seluruh pengalarnan hidup murid. Apapun batasan yang diterima, pendidikan harus menetapkan ke arah ilmu pengetahuan, pengertian-pengertian, kecakapan-kecakapan yang manakah pengalaman-pengalaman murid akan dibimbing. Kebijaksanaan ini menentukan scope dan kurikulum sekolah.
Batasan menurut Stratemeyer itu, amat luas. Sehingga kontrol atas kurikulum seperti dimaksud tidak mungkin. Sekolah hanya mampu menetapkan kurikulum dalam arti pertama dan kedua dan ketiga unsur yang tersebut di atas. Brubacher menguraikan kurikulum sebagai berikut: Dengan tujuan atau arah proses pendidikan yang ditetapkan, langkah selanjutnya sudah jelas yaitu suatu cara-cara dan alat-alat untuk mencapai tujuan tersebut. Di antara semua itu maka kurikulum rneminta perhatian pertama. Sesuai dengan asal pengertiannya, menurut bahasa Latin, kurikulurn ialah suatu arah yang dilalui seseorang untuk mencapai tujuan, seperti di dalam suatu perlombaan. Bentuk pelajaran ini dimasukkan di dalam istilah pendidikan sebagai kurikulum, atau kadang-kadang disebut bahan pelajaran. Apapun namanya, namun kurikulum itu menggambarkan landasan di atas maka murid, dan guru berjalan mencapai tujuan pendidikan.
Nyatalah bahwa menetapkan kurikulum harus berorientasi kepada tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Meskipun ilmu pengetahuan sebagai bagian dan kebutuhaan yang harus menjadi kurikulurn pendidikan, namun keterbatasan waktu dan fasilitas untuk suatu tingkat pendidikan maka harus ada skala prioritas. Secara garis besar Stratemeyer juga menetapkan kriteria atau asas-asas bagaimana suatu kurikulum disusun, antara lain: Para pendidik dapat kembali kepada tiga bidang asasi. Pertama yang berhubungan dengan kodrat masyarakat dan nilai-nilai yang berlaku dan yang dicita-citakan. Asas sosial kedua berorientasi kepada murid sebagai organisme yang berkembang dan kodrat proses belajar (asas psikologis), dan ketiga berpedornan kepada nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi filsafat hidup dan filsafat pendidikan mereka (asas-asas filosofis).
Hubungan antara tujuan pendidikan dan kurikulum ialah hubungan antara tujuan dan isi pendidikan. Suatu tujuan baru akan tercapai apabila pendidikan tepat, relevant. Dengan perkataan hanya isi yang tepat, kurikulurn yang tepat yang akan meagantarkan pendidikan mencapai tujuannya. Dalarn hubungan demikian berarti pula tujuan akan menentukan isi atau kurikulurn pendidikan. Artinya berdasarkan tujuan yang hendak dicapai kita menetapkan isi pendidikan. Atau rnenurut Brubacher hubungan kurikulum dengan tujuan pendidikan dilukiskan sebagai berikut: Kurikulum sedemikian tergantung kepada tujuan pendidikan, dan sangat rnengejutkan bila kita akan rnengetahui bahwa mempelajari kurikulum pada hakekatnya sarna dengan rnencapai tujuan pendidikan itu. Dalam kenyataannya, sedemikian erat hubungan antara tujuan pendidikan dan kurikulurn, sehingga dapat dikatakan bahwa kurikulum tak lain daripada tujuan pendidikan atau nilai-nilai yang termaktub dalam bentuk yang luas.
Oleh karena kurikulum merupakan isi dan jalan untuk mencapai tujuan pendidikan, maka sesungguhnya kurikulum menyangkut masalah-masalah: nilai, ilmu, teori, skill, praktek, pembinaan sikap mental dan sebagainya. Ini berarti kurikulum harus mengandung isi pengalarnan yang kaya demi realisasi tujuan. Dengan perkataan lain kurikulum harus kaya dengan pengalaman-pengalaman yang bersifat membina kepribadian. Keseimbangan antara luas dan dalamnnya (broad and depth) suatu kurikulum adalah syarat bagi penguasaan suatu pengetahuan. Penguasaan teori pengetahuan adalah pangkal pengetahuan praktis. Dan pengetahuan praktis salah satu tujuan pendidikan. Meskipun pada dasarnya tujuan pendidikan yang pokok itu tetap, namun ini tidak berarti bahwa kurikulum itu harus tetap: Kurikulum justru harus berkembang, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat untuk apa pendidikan diselenggarakan. Dengan demikian kurikulum bersifat progressif, berkembang maju, dinamis. OIeh karera itu kita selalu mengadakan evaluasi dan revisi kurikulum.

1.      KEBUDAYAAN SEBAGAI ISI PENDIDIKAN

Ilmu dan kebudayaan keduanya memiliki keterkaitan karena saling mempengaruhi. Keduanya juga memiliki kaitan erat dengan manusia, karena manusia inilah yang membentuk kebudayaan, merumuskan ilmu dan menciptakan teknologi, serta mengembangkannya, karena manusia mempunyai akal dan bahasa. Antara manusia dan ilmu keduanya memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Manusia yang merumuskan dan mengembangkan ilmu. Adapun sumbangan ilmu bagi manusia adalah ilmu sebagai suatu cara berpikir atau pola pikir manusia, sarana menemukan kebenaran dan ilmu digunakan sebagai sistem nilai dan moral. Selain itu ilmu berfungsi sebagai pengetahuan yang membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.Kebudayaan terbentuk dalam masyarakat, artinya manusialah yang membentuk kebudayaan. Adapun sumbangan kebudayaan bagi manusia adalah kebudayaan secara umum akan memengaruhi manusia yang ada di dalamnya, karena dalam kebudayaan terdapat garis-garis pokok tentang perilaku atau blueprint of behavior. Suatu masyarakat akan sangat dipengaruhi oleh budaya masyarakatnya.
BerikutiniadalahpengertianIlmu, Pendidikandankebudayaan :
1.      Ilmu
Istilah ilmu diambil dari bahasa inggris science, yang berasal dari bahasa latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari dan mengetahui. Menurut The liang Gie (dalam Ihsan, 2010:108) ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.
2.      Pendidikan
Menurut John Dewey, pendidikanmerupakan proses berupapengajarandanbimbingan, bukanpaksaan, yang terjadkarenaadanyainteraksidenganmasyarakat.
Menurut GBHN tahun 1973, pendidikanpadahakikatnyaadalahusahasadaruntukmengembangkankepribadiandankemampuanpesertadidik di dalamdan di luarsekolahdanberlangsungseumurhidup.
3.      Budaya
Para pakar antropologi budaya Indonesia umumnya sependapat bahwa kata “kebudayaan” berasal dari bahasa Sansekerta “buddhayah”. Kata Buddhayah adalah bentuk jamak dari Buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Secara etimologis, kata “kebudayaan” berarti hal yang berkaitan dengan akal (Koentjaraningrat, 1974). Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat (Edward B. Taylor dalam J. Sudarminta, 2011 :1). Namun ada pula anggapan bahwa kata “budaya” berasal dari kata majemuk budi-daya yang berarti “daya dari budi” atau “daya dari akal” yang berupa cipta,karsa, dan rasa. Lebih lanjut dikatakan Sudarminta (2011)dalamFurkanNuril (2012) bahwa kebudayaan adalah pola perilaku yang terintegrasi dan terdiri dari pemikiran, tuturan, tindakan dan karya-karya seni serta tergantung dari kemampuan manusia untuk belajar dan mewariskan pengetahuannya kepada generasi mendatang.
Ditinjau dari segi proses, kita bisa menempatkan pendidikan sebagai berikut :
1.      Pendidikan sebagai motor penggerak aktivitas budaya yang terencana.
2.      Pendidikan sebagai pemandu masyarakatnya memasuki berbagai perubahan jaman.
3.      Pendidikan sebagai transformasi kebudayaan bangsa dan merupakan suatu proses kebudayaan. (Depdikbud, 1992).
Pendidikan dalam posisinya yang demikian itu menuntut kepada semua pelaksanaan pendidikan untuk memiliki kesadaran, bahwa mereka itu telah terlibat dalam proses budaya dan merupakan pelaku-pelaku kebudayaan.

 PROSES PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Hubungan masyarakat dan pendidikan adalah hubungan antara subyek dengan aktivitasnya. Masyarakat akan relatif lebih maju apabila masyarakat itu aktif membina pendidikan,atau masyarakat itu menyelenggarakan pendidikan yang maju. Apabila suatu masyarakat mengabaikan pendidikan,maka masyarakat itu sukar untuk maju. Ini disebut hubungan korelasi positif.
Sedangkan hubungan causalitas atau sebab-akibat,yaitu karena masyarakat sadar dengan nilai dan peranan pendidikan,masyarakat aktif membina pendidikan,maka masyarakat menjadi makin maju,makin baik.
Hubungan teleotologis berarti bahwa pendidikan masyarakat bergerak (aktif) menuju satu tujuan tertentu,satu idealisme.
Hubungan pendidikan dan kebudayaan adalah hubungan antara aktivitas dengan isinya. Pendidikan adalah satu proses,satu lembaga,satu aktivitas. Sedangkan kebudayaan adalah isi didalam proses itu,isi suatu lembaga dan aktivitas pendidikan itu.
Fungsi dan misi pendidikan adalah mengoperkan kebudayaan dari manusia yang berkebudayaan kepada anak didik yang belum berkebudayaan. Mengolah kebudayaan itu menjadi sikap mental,tingkah laku,bahkan menjadi kepribadian anak didik. Membudayakan manusia,atau membina manusia supaya berkebudayaan.
Sesungguhnya fungsi pendidikan masih mempunyai tujuan yang lebih utama yaitu untuk membina kepribadian manusia agar lebih kreatif dan produktif,yakni mampu menciptakan kebudayaan.
Pendidikan sesungguhnya melakukan peranan menciptakan kebudayaan,mengembangkan kebudayaan, baik langsung maupun tak langsung.
Pendidikan mempunyai fungsi rangkap untuk kebudayaan, yaitu:
a.       Menciptakan yang belum ada, melalui pembinaan manusia yang kreatif.
b.      Mengoperkan kebudayaan (yang sudah ada) kepada generasi demi generasi dalam rangka proses sosialisasi pribadi manusia.
Sebagai perbandingan, Auguste Comte ahli sosiologi dan filsafat, membedakan tingkat perkembangan kebudayaan umat manusia atas tiga tingkatan besar dalam sejarah perkembangan berpikir umat manusia : tingkatan teologis atau tingkat animistis,  tingkatan metafisis (filsafat) dan tingkatan ilmu pengetahuan positif.
Jhon Dewey menganalisa perkembangan kebudayaan sebagai proses integral daripada perkembangan social,yang dipengaruhi oleh :
1.      Adanya kondisi khusus dan problem-problem yang dihadapi.
2.      Tuntutan-tuntutan komunikasi social yang menuju pengertian suatu cita-cita dan informasi.
3.      Adanya penyelidikan secara kritis dan penilaian kembali atas tujuan dan nilai-nilai kebudayaan yang ada.
4.      Eksperimen yang terkontrol dan validasi atas hasil-hasil rekonstruksi pada situasi yang spesifik

 MANUSIA SEBAGAI PEMBINA KEBUDAYAAN
Melalui definisi kebudayaan kita mengerti bahwa kebudayaan adalah ciptaan atau kreasi manusia. Dengan melalui lembaga dan proses pendidikan,  kebudayaan dikembangkan yakni:
1.      Dioperkan untuk dimengerti dan dikuasai, dilaksanakan oleh generasi muda.
2.      Pembinaan manusia supaya mampu menciptakan kebudayaan atau unsur-unsur kebudayaan agar mereka mampu menyesuaikan diri demi kehidupan dalam zamannya.
Prestasi-prestasi yang dicapai oleh manusia dalam menciptakan kebudayaan ini merupakan prestasi yang menentukan nilai kepribadian, kemajuan suatu zaman.  Bahkan satu-satunya ukuran prestasi manusia ialah pada achievement kebudayaan ini.Hal ini lebih jelas pada karya dan prestasi seseorang. Sebenarnya pendidikan, langsung atau tidak langsung terutama berfungsi untuk pembinaan kebudayaan. Pendidikan berfungsi baik sebagai mempertahankan kebudayaan yang ada sebagai warisan sosial, maupun untuk membina pribadi manusia yang pada gilirannya untuk mencipta pula kebudayaan baru.
Manusia sebagai pembina kebudayaan dalam arti yang non tradisional ialah tetap mencipta dan mengejar prestasi-prestasi ideal,berarti juga mencipta dan mengejar dan menduduki prestasi-prestasi ethis moral. Mengerti dan mengedakan relasi rohaniah dengan yang non material, yakni aspek-aspek religius dan Tuhan sendiri. Manusia sebagai pribadi yang bermoral adalah manusia yang berkebudayaan dalam makna hakiki. Karena itu manusia sebagai pembina kebudayaan harus diartikan lebih luas dari makna berbudaya yang tradisional, material saja, intelektual saja, melainkan juga percaya dan berkhidmat kepada Tuhan yang Maha Esa, sebagai kebudayaan langit atau moral agama.
Pada sisi lain dari analisis filosofis ini, manusia modern tetap menyadari pula bagaimana ketergantungannya kepada alam, sebagai bahan baku budaya seperti berbagai hasil tambang untuk tekhnologi, bahkan juga unsur alam manapun untuk kehidupan. Cahaya dan panas, udara, air, tanah subur, flora dan fauna dengan demikian makna dan hakikat budaya menjadi proposioanal. Artinya,manusia mempunyai wawasan atas kedudukan dan tanggung jawab budayanya dalam kesemestaan. Misal manusia mampu menikmati alam yang murni tanpa sentuhan tangan manusia sebagai sumber keindahan dan bahkan sumber kenikmatan hidup. Manusia dapat mencintai dan menghargai alam dalam wujud dan tanggung jawab atas lingkungan hidup dan sumber daya alam yang sesungguhnya merupakan prakondisi kehidupan umat manusia.

sumber : 

Syam,Mohammad noor. 1983. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya : Usaha Nasional.

No comments:

Post a Comment