Bumi semakin rusak akibat ulah manusia
Sedikitnya telah terjadi sepuluh jenis kerusakan di muka bumi akibat ulah manusia, sehingga menimbulkan berbagai konflik dan permasalahan. Salah satu kerusakan bumi tersebut, naiknya suhu bumi yang sangat berpengaruh terhadap perubahan iklim, kata Drs I Ketut Wiana, dosen Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Jumat (5/6).
Ia mengatakan hal itu ketika tampil sebagai pembicara pada konferensi internasional yang membahas tentang agama dan budaya, termasuk keterkaitan air pada South and Southeast Asia Association for Study of culture and religion (SSEASR) ke-3, yang melibatkan 506 peserta dari 61 negara. "Naiknya suhu bumi sangat memengaruhi iklim global yang kondisinya semakin tidak menentu. Musim hujan melebihi batas waktu dan musim kering dirasakan jauh lebih kering dari biasa," kata Wiana yang juga pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), majelis tertinggi umat Hindu.
Dampak tidak menentunya iklim kini sangat serius bagi kehidupan umat manusia maupun kehidupan bidang pertanian, yang menjadi sumber kehidupan umat manusia. Prof Emil Salim berpendapat, sepuluh kerusakan bumi akibat bergesernya gaya hidup manusia dari needs ke wants, yakni dari hidup berdasarkan kebutuhan menjadi hidup berdasarkan keinginan. Kondisi itu menyebabkan ada pihak yang hidup berlebihan, namun tidak sedikit pula yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Untuk itu perlu kesadaran dan peran semua pihak untuk mengatasi kerusakan lingkungan khususnya perubahan iklim dengan menghijaukan dan menghutankan lahan kritis di muka bumi. "Upaya yang memerlukan gerakan berkesinambungan dan waktunya cukup lama tersebut, sekaligus untuk menyediakan air buat kebutuhan bagi umat manusia dan makluk hidup lain," tutur Ketut Wiana. (Antara)
Hati-hati suhu bumi bakal naik
Dampak pemanasan global abad ini bisa jadi dua kali lebih parah dari perkiraan enam tahun lalu, demikian laporan beberapa ahli pekan ini."Temperatur rata-rata permukaan naik 9,3 derajat fahrenheit (5,2 derajat celsius) sampai 2100," kata beberapa ilmuwan di Massachusetts Institute of Technology (MIT), dibandingkan dengan studi pada 2003 yang memproyeksikan temperatur rata-rata naik 4,3 derajat F (2,4 derajat C). Studi baru yang disiarkan di Journal of Climate American Meteorogical Society’s menyatakan, perbedaan dalam proyeksi itu ditimbulkan contoh ekonomi yang meningkat dan data ekonomi yang lebih baru dibandingkan dengan skenario sebelumnya.
"Peringatan sebelumnya mengenai perubahan iklim juga mungkin telah diselimuti dampak pendinginan global berbagai gunung berapi abad XX dan oleh buangan jelaga, yang dapat menambah pemanasan," kata para ilmuwan tersebut dalam satu pernyataan. Agar mencapai keputusan, tim MIT menggunakan simulasi komputer yang memperhitungkan kegiatan ekonomi dunia serta proses iklim."Semua proyek tersebut menunjukkan bahwa tanpa tindakan cepat dan besar-besaran, peringatan dramatis itu akan terjadi pada abad ini," kata pernyataan tersebut. Hasil itu akan terlihat jauh lebih parah apabila tidak ada tindakan nyata, yang dilakukan guna memerangi perubahan iklim, dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya. Namun, akan terjadi sedikit perubahan apabila kebijakan ketat diberlakukan saat ini juga untuk mengurangi buangan gas rumah kaca.
''Ada risiko yang lebih besar dibandingkan dengan yang kami perkiraan sebelumnya. Dan hal ini menunjukkan bahwa kita harus segera melakukan tindakan darurat secepatnya," ujar Ronald Prinn, salah satu penulis bersama tersebut. Studi ini disiarkan saat Presiden AS Barack Obama mengumumkan rencana menetapkan standar buangan nasional bagi mobil dan truk, guna mengurangi polusi pemanasan global. Serta pembuatan rancangan yang menetapkan sistem perdagangan gas untuk memangkas gas rumah kaca, yang dibahas di Komite Perdagangan dan Energi
2100 bumi akan panas
Ancaman pemanasan global masih dapat dihilangkan dalam jumlah sangat besar jika semua negara memangkas buangan gas rumah kaca, yang memerangkap panas, sampai 70 persen pada abad ini, demikian hasil satu analisis baru.Meskipun temperatur global akan naik, sebagian aspek perubahan iklim yang paling berpotensi menimbulkan bahaya terhadap, termasuk kehilangan besar es laut Kutub Utara dan tanah beku serta kenaikan mencolok permukaan air laut, dapat dihindari.Studi tersebut, yang dipimpin oleh beberapa ilmuwan dari National Center for Atmospheric Research (NCAR), direncanakan disiarkan pekan depan di dalam Geophysical Research Letters. Penelitian itu didanai oleh Department of Energy dan National Science Foundation, penaja NCAR.
''Penelitian ini menunjukkan kita tidak lagi dapat menghindari pemanasan mencolok selama abad ini," kata ilmuwan NCAR Warren Washington, pemimpin peneliti tersebut.Temperatur rata-rata global telah bertambah hangat mendekati 1 derajat celsius (hampir 1,8 derajat fahrenheit) sejak era pra-industri. Kebanyakan pemanasan disebabkan oleh buangan gas rumah kaca yang dihasilkan manusia, terutama karbon dioksida.Gas yang memerangkap panas itu telah naik dari tingkat era pra-industri sekitar 284 bagian per juta (ppm) di atmosfer jadi lebih dari 380 ppm hari ini.Sementara penelitian tersebut memperlihatkan bahwa pemanasan tambahan sebesar 1 derajat celsius (1,8 derajat fahrenheit) mungkin menjadi permulaan bagi perubahan iklim yang berbahaya, Uni Eropa telah menyerukan pengurangan dramatis buangan gas karbon dioksida dan gas rumah kaca. Kongres AS juga sedang membahas masalah itu.
Guna mengkaji dampak pengurangan semacam itu terhadap iklim di dunia, Washington dan rekannya melakukan kajian superkomputer global dengan menggunakan Community Climate System Model, yang berpusat di NCAR.Mereka berasumsi, tingkat karbon dioksida dapat dipertahankan pada angka 450 ppm pada penghujung abad ini. Jumlah tersebut berasal dari US Climate Change Science Program, yang telah menetapkan 450 ppm sebagai sasaran yang bisa dicapai jika dunia secara cepat menyesuaikan tindakan pelestarian dan teknologi hijau baru guna mengurangi buangan gas secara dramatis.KompasSebaliknya, buangan gas sekarang berada di jalur menuju tingkat 750 ppm paling lambat pada 2100 jika tak dikendalikan.
Hasil tim tersebut memperlihatkan kalau karbon dioksida ditahan pada tingkat 450 ppm, temperatur global akan naik sebesar 0,6 derajat celsius (sekitar 1 derajat fahrenheit) di atas catatan saat ini sampai akhir abad ini.Sebaliknya, studi itu memperlihatkan, temperatur akan naik hampir sebesar empat kali jumlah tersebut, jadi 2,2 derajat celsius (4 derajat fahrenheit) di atas catatan saat ini, kalau buangan gas dibiarkan terus berlanjut di jalurnya saat ini.Menahan tingkat karbon dioksida pada angka 450 ppm akan memiliki dampak lain, demikian perkiraan studi contoh iklim itu.Kenaikan permukaan air laut akibat peningkatan panas karena temperatur air menghangat akan menjadi 14 sentimeter (sekitar 5,5 inci) dan bukan 22 sentimeter (8,7 inci). Kenaikan mencolok permukaan air laut diperkirakan akan terjadi karena pencairan lapisan es dan gletser.Volume es Kutub Utara pada musim panas menyusut sebanyak seperempat dan diperkirakan akan stabil paling lambat pada 2100. Suatu penelitian telah menyatakan, es musim panas akan hilang sama sekali pada abad ini jika buangan gas tetap pada tingkat saat ini.Pemanasan Kutub Utara akan berkurang separuhnya sehingga membantu melestarikan populasi ikan dan burung laut serta hewan mamalia laut di wilayah seperti di bagian utara Laut Bering.
Perubahan salju regional secara mencolok, termasuk penurunan salju di US Southwest dan peningkatan di US Norhteast serta Kanada, akan berkurang sampai separuh kalau buangan gas dapat dipertahankan pada tingkat 450 ppm.Sistem cuaca itu akan stabil sampai sekitar 2100, dan bukan terus menghangat. Tim penelitian tersebut menggunakan simulasi superkomputer guna membandingkan skenario peristiwa biasa melalui pengurangan dramatis buangan karbon dioksida yang dimulai dalam waktu sekitar satu dasawarsa.Penulis kajian tersebut menegaskan, mereka tidak mengkaji bagaimana pengurangan seperti itu dapat dicapai atau menyarankan kebijakan tertentu."Tujuan kami ialah menyediakan bagi pembuat kebijakan penelitian yang sesuai sehingga mereka dapat membuat keputusan setelah mendapat keterangan," kata Washington."Studi ini menyediakan suatu harapan bahwa kita dapat menghindari dampak terburuk perubahan iklim, jika masyarakat dapat mengurangi buangan dalam jumlah besar selama beberapa dasawarsa mendatang dan melanjutkan pengurangan utama sepanjang abad ini."
Walhi : REDD gagal kurangi dampak perubahan iklim
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyatakan, program "Reduced Emissions from Deforestration and Forest Degradation" (REDD) yang dinegosiasikan di tingkat internasional gagal mengurangi dampak perubahan iklim.Menurut Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Berry Nahdian Forqan, dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA News di Jakarta, Jumat, REDD dapat dilihat sebagai kegagalan negosiasi untuk mengurangi dampak perubahan iklim generasi kedua yang akan muncul pasca 2012.
Berry berpendapat, REDD merupakan wujud penyederhanaan dan kedangkalan pola pikir dengan hutan sebagai ekosistem kompleks hanya disempitkan sebagai transaksi ekonomi jual-beli karbon.Ia memaparkan, hal itu dapat diindikasikan dari catatan Bank Dunia yang memperkirakan bahwa untuk mengurangi deforestrasi sebesar 10-20 persen diperlukan biaya hingga 20 milyar dolar per tahun.Sementara laporan lainnya yang disampaikan kepada UNFCCC atau Badan PBB untuk Perubahan Iklim menyatakan bahwa diperlukan biaya hingga 185 miliar per tahun untuk mencegah kehilangan hutan alam seluas 148 juta hektar di 40 negara pemilik hutan.Menurut Berry, besarnya dana tersebut menarik perhatian para negara pemilik hutan untuk terlibat dalam projek REDD.
Padahal, skema pembiayaan REDD tidak dibenarkan berbasis pasar karena tidak berkelanjutan dan tidak menjawab akar persoalan deforestrasi dan degradasi lahan.Selain itu, perdagangan karbon tidak boleh menjadi bagian dari proyek REDD karena hanya akan memberikan izin kepada sejumlah negara untuk tidak menurunkan emisi domestik sebagai bentuk tanggung jawab perubahan iklim.Mengingat masyarakat adat merupakan komunitas yang paling rentan terkena dampak dari perubahan iklim, maka hak-hak masyarakat adat harus dilindungi.Walhi menyatakan, jalan keluar terbaik tanpa resiko yang bisa diambil pemerintah Indonesia adalah memberikan apresiasi dan pengakuan atas inisiatif masyarakat adat yang telah menyelamatkan kawasan hutan dari proses penghancuran. (*)ANTARA News
Ulang Tahun Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan kembali melanda beberapa wilayah di Indonesia. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia lebih mirip sebuah ulang tahun yang terus terulang setiap musim kemarau di setiap tahunnya. Meskipun telah menjadi bencana rutin yan terjadi setiap kali musim kemarau, namun kebakaran hutan dan lahan tetap tidak dapat tertanggulangi dengan efektif. Tahun 2009 ini, ‘pesta’ ulang tahun kebakaran hutan itu kembali terjadi. Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan beberapa wilayah di Sulawesi adalah daerah yang paling parah. Kebakaran hutan dan lahan tahun ini diyakini tiga kali lebih parah dibandingkan tahun 2008 kemarin.Penyebab kebakaran hutan yang terjadi saat ini, mayoritas dilakukan dengan sengaja oleh perusahan minyak kelapa sawit dan hutan tanaman industri untuk melakukan pembukaan lahan perkebunan dengan cepat. Tingkat kebakaran hutan dan lahan di Indonesia ini menempatkan hutan Indonesia sebagai hutan dengan tingkat kehancuran paling cepat di dunia!. Bahkan kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1997/1998 telah melenyapkan hutan seluas 9,8 juta hektar sekaligus menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat polusi terbesar ketiga di dunia.
Hingga awal September 2009, tercatat sedikitnya 2.000 hutan telah terbakar di Kalimantan Tengah dengan sekitar 709 titik api.Bahkan berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebutkan, hingga Agustus 2009 jumlah lahan dan hutan terbakar di Indonesia mencapai 3.626,4 ha. Walhi juga mendeteksi adanya 24.176 titik api di seluruh Indonesia, di mana yang tertinggi berada di Kalimantan Barat. Jika prediksi terjadinya kemarau panjang di Indonesesia sebagai akibat
dampak el nino benar-benar terjadi, bisa dibayangkan pesta ulang tahun ebakaran hutan kali ini akan semakin menggelora dan menyisakan sederet dampak. Mulai dari rusaknya hutan sebagai habitat satwa dan flora, menyebarkan emisi gas karbon dioksida ke atmosfer, hingga masalah asap yang menyebabkan gangguan di berbagai segi kehidupan masyarakat antara lain kesehatan, transportasi, ekonomi dan hubungan tata negara. Indonesia sejak tahun 1999 sebenarnya telah mempunyai hukum untuk pembakar hutan.
Hukum yang mulai diperkenalkan pada 1999 setelah kebakaran hutan pada 1997/1998 ini menyebutkan hukuman hingga 10 tahun penjara dan denda 10 miliar rupiah. Selain itu MUI (majlis Ulama Indonesia) juga telah mengeluarkan fatwa haram bagi para pelaku pembakaran hutan dan lahan. Namun lagi-lagi, implementasi di lapangan tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Kurang tegasnya pemerintah dalam menindak para pelaku pembakaran hutan dan lahan ini masih diperparah juga dengan minimnya sarana, prasarana dan pengetahuan para petugas pemadam kebakaran yang menangani kebakaran hutan. Sebuah ironi, bencana yang mirip ulang tahun, rutin terjadi setiap tahun, ternyata belum mampu diantisipasi dengan baik. Atau mungkin ini dipandang; “Itu mah, biasa. Ntar kalau ada hujan pasti padam sendiri”.
Sumber : http://alamendah.wordpress.com
Debit air turun akibat kerusakan cyclop
JAYAPURA- Direktur WWF-Indonesia Region Sahul Benja V Mambai mengungkapkan bahwa menurunnya tingkat kejernihan air bersih serta berkurangnya volume sumber air di daerah hilir, diakibatkan adanya potensi kerusakan lingkungan alam di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS), utamanya di kawasan Cagar Alam Cyclop Sentani. “ DAS adalah suatu wilayah daratan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut, dimana pengairannya sangat tergantung aktifitas daratan,” ujar Benja Mambai kepada Cenderawasih Pos disela-sela seminar hasil study keadaan DAS Sentani dan Tami di Aula F Mipa Uncen, Senin (10/8).
Jika DAS kondisinya telah mengalami kerusakan kata Benja Mambai, maka yang terjadi adalah titik-titik potensi penampungan atau penyimpanan air hampir tidak ada. Akibatnya yang terjadi adalah adanya penurunan sumber-sumber air di kawasan hilir. Sementaraa itu, anggota Forum DAS Pemprov Papua Ir. J.P Satsuitubun mengungkapkan, berdasarkan data yang ada, luas lahan kritis di Sub DAS Sentani (Hubay) adalah 819 Hektare atau 49,3 % dari luas Sub DAS. Untuk mengatasi lahan kritis itu, berbagai upaya telah dilakukan tapi hasilnya belum maksimal. “ Kekeruhan air sungai Hubay atau jembatan dua Sentani bukan dipicu oleh proses erosi pada saat hujan, tapi disebabkan oleh aktivitas pendulangan emas dibagian Sub DAS serta penggalian batu pada lereng-lereng gunung,” ujarnya dalam presentasi, kemarin.Sementara itu, sebagai wujud kepedulian terhadap kondisi Cagar Alam Cyclop sejumlah mahasiswa Universitas Yapis Papua Kampus Sentani Angkatan VI Tahun Akademik 2009/2010 mengadakan penghijauan, dengan menanam 500 pohon rambutan di lereng gunung Cyclop.Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang diikuti 78 orang dari beberapa Fakultas Uniyap seperti, Hukum, Ekonomi, Fisip dan juga Agama Islam. Menurut ketua panitia KKL, Yosep Jek mengatakan, kegiatan KKL yang diikuti mahasiswa semester VII tersebut dimulai pada 22 Juli s/d 15 Agustus 2009. (mud/cr-156)
Dampak Plastik Terhadap Lingkungan
Dampak plastik terhadap lingkungan merupakan akibat negatif yang harus ditanggung alam karena keberadaan sampah plastik. Dampak ini ternyata sangat signifikan. Kemarin
saya telah mengupload postingan tentang
Bahaya Kemasan Plastik dan Kresek Post kali ini lebih menyoroti bahaya limbah plastik terhadap lingkungan.
Sebagaimana yang diketahui, plastik yang mulai digunakan sekitar 50 tahun yang silam, kini telah menjadi barang yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Diperkirakan ada 500 juta sampai 1 milyar kantong plastik digunakan penduduk dunia dalam satu tahun. Ini berarti ada sekitar 1 juta kantong plastik per menit. Untuk membuatnya, diperlukan 12 juta barel minyak per tahun, dan 14 juta pohon ditebang.
Konsumsi berlebih terhadap plastik, pun mengakibatkan jumlah sampah plastik yang besar. Karena bukan berasal dari senyawa biologis, plastik memiliki sifat sulit terdegradasi (non-biodegradable). Plastik diperkirakan membutuhkan waktu 100 hingga 500 tahun hingga dapat terdekomposisi (terurai) dengan sempurna. Sampah kantong plastik dapat mencemari tanah, air, laut, bahkan udara.
Kantong plastik terbuat dari penyulingan gas dan minyak yang disebut ethylene. Minyak, gas dan batu bara mentah adalah sumber daya alam yang tak dapat diperbarui. Semakin banyak penggunaan palstik berarti semakin cepat menghabiskan sumber daya alam tersebut.
Fakta tentang bahan pembuat plastik, (umumnya polimer polivinil) terbuat dari polychlorinated biphenyl (PCB) yang mempunyai struktur mirip DDT. Serta kantong plastik yang sulit untuk diurai oleh tanah hingga membutuhkan waktu antara 100 hingga 500 tahun. Akan memberikan akibat antara lain:
Tercemarnya tanah, air tanah dan makhluk bawah tanah.
Racun-racun dari partikel plastik yang masuk ke dalam tanah akan membunuh hewan-hewan pengurai di dalam tanah seperti cacing.
PCB yang tidak dapat terurai meskipun termakan oleh binatang maupun tanaman akan menjadi racun berantai sesuai urutan rantai makanan.
Kantong plastik akan mengganggu jalur air yang teresap ke dalam tanah.
Menurunkan kesuburan tanah karena plastik juga menghalangi sirkulasi udara di dalam tanah dan ruang gerak makhluk bawah tanah yang mampu meyuburkan tanah.
Kantong plastik yang sukar diurai, mempunyai umur panjang, dan ringan akan mudah diterbangkan angin hingga ke laut sekalipun.
Hewan-hewan dapat terjerat dalam tumpukan plastik.
Hewan-hewan laut seperti lumba-lumba,
penyu laut, dan anjing laut menganggap kantong-kantong plastik tersebut makanan dan akhirnya mati karena tidak dapat mencernanya.
Ketika hewan mati, kantong plastik yang berada di dalam tubuhnya tetap tidak akan hancur menjadi bangkai dan dapat meracuni hewan lainnya.
Pembuangan sampah plastik sembarangan di sungai-sungai akan mengakibatkan pendangkalan sungai dan penyumbatan aliran sungai yang menyebabkan banjir.
Untuk menanggulangi sampah plastik beberapa pihak mencoba untuk membakarnya. Tetapi proses pembakaran yang kurang sempurna dan tidak mengurai partikel-partikel plastik dengan sempurna maka akan menjadi dioksin di udara. Bila manusia menghirup dioksin ini manusia akan rentan terhadap berbagai penyakit di antaranya kanker, gangguan sistem syaraf, hepatitis, pembengkakan hati, dan gejala depresi.
Sumber : http;//alamendah.wordpress.com/2009/07/17mengenal- bahaya-kemasan-plastik-dan-kresek
Pemanasan global bunuh 315.000 orang
Pemanasan global oleh sebagian orang masih dianggap sebagai bualan. Padahal berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Forum Kemanusiaan Global (GHF) sebuah organisasi yang berbasis di Jenewa, Swiss, melaporkan bahwa pemanasan global telah membunuh 315.000 orang di dunia setiap tahunnya. Kelaparan, penyakit, serta bencana alam merupakan merupakan dampak dari perubahan iklim. Bahkan pada tahun 2030 bakal mencapai angka 500.000 orang.Maka tidak salah jika pada peringatan
Hari lingkungan hidup sedunia (
World Environment Day) tahun ini mengambil tema
Your Planet Needs You – UNite to Combat Climate Change yang di Indonesia disesuaikan menjadi Bersama Selamatkan Bumi Dari Perubahan Iklim.
Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan bahaya nyata yang mengancam kelangsungan hidup bumi. Apa yang
saya yakini ini paling tidak senada dengan Kofi Annan sang presiden GHF yang juga mantan Sekretaris jendral PBB sebagaimana dikutip kantor berita Reuters, Jum’at (29/5/2009) terjemahannya kira-kira; "Perubahan iklim merupakan tantangan kemanusiaan. Menyebabkan ratusan juta orang menderita sakit di seluruh dunia".Masih menurut laporan GHF yang saya dapatkan dari
googling saya, pemanasan global juga berdampak dalam bentuk penyakit dan korban bencana yag juga dirasakan 325 juta orang setiap tahun. Jumlah itu akan meningkat dua kali lipat lebih dalam 20 tahun ke depan, atau sama dengan 10 persen dari total penduduk dunia yang saat ini mencapai 6,7 juta jiwa.
Selain itu pemanasan global juga berdampak pada sektor ekonomi, di mana kerugiannya mencapai USD125 miliar setiap tahun, jumlah yang sama dengan bantuan yang diberikan negara kaya kepada negara miskin dalam setahun. Nilai kerugian ini akan terus meningkat menjadi USD340 miliar pada 2030. Sekarang tergantung kepada anda, ingin tetap menganggap pemanasan global dan perubahan iklim sebagai sebuah bualan dan bersiap-siap untuk menanggung kerugian yang lebih besar atau mengerahkan segala daya upaya untuk melakukan pencegahan sehingga kita masih bisa mewariskan bumi ini kepada anak cucu kita, 50 tahun yang akan datang?
Kerusakan Alam Tak Terkendali
Kamis, 29 Oktober 2009 , 17:05:00
SUMBER, (PRLM).- Kerusakan alam di wilayah barat Kab. Cirebon yang berbatasan dengan Kab. Majalengka, tepatnya di sekitar Gunung Kuda dan Gunung Petot yang masuk Kec. Dukuhpuntang kini semakin tak terkendali, akibat maraknya penambangan batu di kawasan Gunung Kromong tersebut. ''Kalau pejabat dari Cirebon yang menangani tidak akan bisa, karena di sini banyak pemain. Harusnya Polda yang turun tangan, dan Gubernur Jabar juga harus mengambil sikap atas kerusakan tersebut, " kata Ketua Yayasan Buruh dan Lingkungan Hidup, Yoyon Suharyono di Sumber, Kamis (29/10).
Kenapa harus mereka, lanjut Yoyon, karena, sudah ada MoU antara Gubernur dengan Pangdam. Di samping itu, ada MoU antara Kajati dengan Polda serta Gubernur Jabar yang terkait dengan lingkungan hidup. Sesuai informasi yang dihimpun, di kawasan tersebut masih terus dilakukan penambangan batu alam baik yang berizin maupun tidak berizin, namun, tidak dilakukan reklamasi. Di Gunung Petot yang masuk wilayah Desa Kedodngdong Kidul, Kec. Dukuhpuntang, sedikitnya ada 9 hektare penambangan, masing-masing 2 hektar merupakan bekas galian oleh pihak swasta yang hingga sekarang tidak direklamasi dan 7 hektare masih dilakukan eksploitasi oleh Kopontren Balerante.
Sementara itu, di Gunung Kuda Desa Bobos Kec. Dukuh Puntang ada sekitar 28 hektar yang dilakukan eksploitasi. Masing-masing dilakukan oleh Kopontren Al Islah, Kopontren Al Jariyah dan sekitar empat KUD. Diduga, antara lahan yang diizinkan dengan yang dilakukan eksploitasi selisihnya jauh lebih luas yang dieksploitasi. (A-146/A-147)***
Kerusakan Alam Akibat Kecerobohan Kita [Nusantara]
Kerusakan Alam Akibat Kecerobohan Kita-Hj Ratu Munawwaroh: Lepas Jalan Sehat Bersama Jambi Star- Jambi, Pelita.
Ketua TP PKK Provinsi Jambi Hj Ratu Munawwaroh Zulkifli pada saat melepas acara jalan sehat yang diadakan Harian Jambi Star (Group Jawa Pos) di depan Gedung DPRD Provinsi Jambi, Minggu (30/11) mengatakan, bahwa Global Warming (pemanasan bumi) yang semakin panas akibat dari ulah diri sendiri yang ceroboh memperlakukan alam dengan semena-mena.Karena itulah menurutnya, sudah selayaknya kita memper lakukan alam dengan baik termasuk dengan memelihara hutan dan melakukan penghematan energi, termasuk seperti hemat listrik. Yuk Hemat Listrik Demi Anak Cucu Kito, katanya.
Ketua Umum Tim Penggerak PKK (TP PKK) Provinsi Jambi Ny Ratu Munawwaroh Zulkifli secara resmi membuka dan melepas acara Jalan Sehat Bersama Harian Pagi Jambi Star. Turut hadir dalam acara ini Pelaksana Tugas (Peltu) Sekdaprov Jambi H Syafruddin Effendi, SH, Kepala Biro Humas Dan Umum Setda Provins Jambi, para Kepala Dinas/Instansi/Badan/Biro/Kantor di lingkungan Setda Provinsi Jambi, General Manager (GM) Harian Jambi Star Suardi Sukiman, para Pengurus/Pimpinan Perusahaan dan sponsor serta para peserta jalan sehat Jambi Star dan para undangan lainnya.
Dalam sambutannya, Ketua Umum TP PKK Provinsi Jambi Ny Ratu Munawwaroh Zulkifli yang didampingi oleh Peltu Sekdaprov Jambi dan Kepala Biro Humas dan Umum Setda Provinsi Jambi sebelum melepas acara jalan sehat ini mengucapkan selamat kepada Harian Pagi Jambi Star yang telah memasuki usia yang ke 2 tahun, dan tentunya para pembacanya sudah bisa melihat bagaimana eksisnya Jambi Star didalam era media yang ada didalam Provinsi Jambi.Ditambahkan Ny Ratu Munawwaroh Zulkifli, seperti yang telah dikatakan dan dilaporkan oleh GM Jambi Star bahwa ada beberapa sponsor dan dilihat ada yang cukup menarik, yaitu dari PT PLN yang mensponsori tentang listrik dengan slogan Yuk Hemat Listrik Demi Anak Cucu Kito.
Untuk itu Ketua Umum TP PKK Provinsi Jambi juga mengimbau dan mengajak kepada seluruh masyarakat Jambi ayo kita lakukan itu dengan sungguh-sungguh dalam rumah tangga kita masing-masing. Kita harus ingat bahwa global warming, pemanasan bumi, bumi yang semakin panas, itu adalah akibat dari ulah kita sendiri, bukan akibat alam, bukan akibat siapapun tetapi adalah akibat ulah diri sendiri yang ceroboh dan yang memperlakukan alam kita dengan semena-mena. Untuk itu marilah kita mulai gerakan ini, dan ayo ajak anak-anak sehingga mereka sejak dari usia dini terbiasa untuk hidup hemat dan terbiasa untuk bersikap ramah terhadap lingkungan nya.
Kerusakan Alam Lebih Merugikan Dibanding Kerugian Bursa Saham
Jum'at, 10 Oktober 2008 19:23 WIB
TEMPO Interaktif: Uni Eropa pekan ini mempublikasikan hasil sebuah penelitian lingkungan yang mencoba menginventarisasi kerugian akibat kerusakan lingkungan dalam hitungan uang.Dalam Kongres Konservasi Dunia yang diselenggarakan Serikat Pelestarian Alam Internasional di Barcelona, Spanyol pekan ini, kelompok peneliti yang dibiayai Komisi Eropa The Economics of Ecosystems and Biodiversity (Teeb) melaporkan nilai ekonomi kerusakan lingkungan di seluruh dunia mencapai US$ 2 triliun hingga US$ 5 triliun per tahun. Jumlah itu menurut kepala peneliti Pavan Sukhdev jauh melampau nilai kerugian finansial bursa saham Amerika yang menurut berbagai penelitian sekitar US$ 1,5 triliun.Nilai nominal kerusakan alam itu didapat oleh Teeb dengan menghitung berkurangnya kemampuan alam menyediakan air bersih dan udara segar, kerugian penduduk negara miskin yang mengandalkan alam sebagai mata pencaharian mereka, serta besar kerugian negara maju akibat polusi. Laporan itu adalah hasil pendahuluan dari Teeb dalam konferensi di lingkungan di Spanyol, sebelum laporan lengkap diselesaikan pertengahan 2010.
Presiden SBY: Kerusakan Alam Terjadi karena Tangan Nakal Manusia
Senin, 06 Juni 2005 16:23
kapanlagi.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa kerusakan alam sebagian besar terjadi karena tangan-tangan nakal manusia yang merusak dan sebagian besar lainnya memang disebabkan oleh alam seperti bencana."Banyak di antara kita yang lalai untuk memelihara lingkungan hidup," kata Presiden pada peringatan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia di Istana Kepresidenan Cipanas, Jawa Barat, Senin.
Presiden menyebutkan, manusia membabat hutan tanpa kesadaran untuk memelihara kesinambungan hidup dan pentingnya kelestarian hutan bagi keseimbangan hidup manusia."Kita cemari laut dengan sampah, kita rusak trumbu karang, kita bunuh bibit-bibit ikan dengan bom dan pukat harimau, kita tambang bahan-bahan galian dengan serampangan, kita bunuhi burung-burung," katanya mencontohkan.
Kepala Negara juga menyebutkan, manusia membiarkan asap pabrik dan asap kendaraan bermotor mengotori udara di sekitarnya.Kerusakan alam bisa disebabkan oleh alam itu sendiri seperti gempa bumi tetapi, lanjutnya, sebagian besar justru dilakukan oleh tangan-tangan nakal manusia.Oleh karena itu, kata Presiden, manusia harus melakukan introspeksi dan segera memperbaiki lingkungan dengan memperbaiki segala kesalahan.
Kepala Negara mengajak masyarakat untuk melihat jauh ke depan dengan menjaga lingkungan hidup karena generasi yang akan datang berhak mewarisi lingkungan alam yang lestari agar kehidupan mereka menjadi lebih baik."Kita akan menjadi generasi perusak, bahkan disalahkan oleh generasi yang akan datang jika kita mewarisi lingkungan hidup yang rusak dan sulit untuk dipulihkan," katanya.
Sehubungan dengan upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup, Presiden meminta Kantor Kementerian Lingkungan Hidup untuk menetapkan sasaran program lingkungan hidup hingga 2009 dengan merumuskan apa-apa saja yang bisa dicapai untuk memperbaiki kondisi."Saya menginginkan hingga tahun 2009, mencintai dan menyadari pentingnya lingkungan sudah dapat terbentuk. Lima tahun ke depan Insya Allah kelestarian lingkungan hidup lebih baik dari saat ini," katanya.
Tiga pesan
Dalam kesempatan tersebut, Presiden juga menyampaikan tiga pesan yaitu pertama kepada aparatnya di daerah baik Gubernur, Bupati atau Walikota untuk benar-benar memastikan bahwa di setiap sekolah di daerahnya benar-benar bersih, baik kebersihan kamar kecil maupun kesadaran membuang sampah pada tempatnya.
Ia mengingatkan, usia siswa dari tingkat TK, SD, hingga SMP selama 10 tahun merupakan proses membangun nilai, watak dan perilakunya, sehingga jika mereka menikmati kebersihan di sekolahnya maka akan menjadi manusia yang bersih diri dan lingkungan.
"Orang yang diri dan hatinya bersih tidak mungkin melakukan korupsi," katanya.Kedua, Presiden berpesan kepada media massa untuk menyampaikan informasi mengenai situasi dan kondisi kota-kota baik yang bersih maupun yang kotor. Kota-kota yang kotor itu perlu diangkat agar jangan hanya dipoles atau asal Presiden senang," katanya.Sedangkan pesan ketiga, adalah melakukan upaya penghematan air, listrik dan BBM."Dengan gerakan tersebut diharapkan Indonesia memasuki babak baru sebagai bangsa yang peduli pada kelestarian alam dan lingkungan," katanya.
Pada acara yang bertema "Jadikan Bumi Bersih dan Hijau" tersebut juga disampaikan pembacaan puisi oleh penyair Taufik Ismail.Sementara itu, Menneg LH Rahmat Witoelar dalam sambutannya antara lain menyampaikan perlunya partisipasi dari seluruh potensi bangsa untuk mencegah kerusakan lingkungan karena untuk menjaga lingkungan hidup bukan menjadi peran pemerintah saja.Pada acara itu, Presiden menganugerahkan Piala Adipura kepada 37 Bupati dan Walikota yang berhasil menjadikan kotanya menjadi kota terbersih.
Selain itu, juga diberikan anugerah Kalpataru kepada 10 orang tokoh masyarakat yang dinilai berhasil memelihara dan menyelamatkan lingkungan.Pada kesmpatan itu, Presiden juga menanam pohon Jati Putih dan menandatangani perangko hari pertama seri Lingkungan Hidup. (*/erl)
Sumber : http://www.kapanlagi,com
Pemukiman dan Isu Kerusakan Alam
March 2, 2008 / 3:01 pm
Topik:
BeritaPembangunan properti di kawasan perbukitan semakin memancing pihak investor untuk mengeksploitasi kawasan resapan air di wilayah Bandung
Beberapa waktu lalu, warga di kawasan Desa Cihideung, Lembang, terpaksa berunjuk rasa berkenaan dengan mengeringnya beberapa sumber mata air di sana (
berita). Hal ini berkaitan dengan isu kerusakan lingkungan yang dipicu oleh pembangunan pemukiman mewah di Kawasan Bandung Utara (KBU) yang semakin merambah.
Dalam pemberitaan kasus terkait di sebuah koran nasional yang terbit di Bandung, sebuah pemukiman mewah dengan gerbang patung-patungan gajah di daerah Cihideung disinyalir oleh penduduk setempat sebagai biang keringnya beberapa sumber mata air di kawasan tersebut, “Sejak dibangunnya proyek pemukiman mewah itu, beberapa mata air kering,” jelas sorang warga.
Kejadian ini seolah memperdalam lagi konfrontasi masa dengan pihak pengembang yang memang sedang hangat-hangatnya membengun pemukiman di KBU. Sebelum nya, kejadian di Punclut mengemuka karena isu lingkungan juga. Lantas jika kita menyusuri jalan di perbukitasn mulai dari cigadung hinggan arah Caringin Tilu ke Cimenyan, di antara kebun-kebun sayuran di sana banyak lahan perbukitan gundul yang mulai dibangun. Sejauh mata memandang hanya tanah merah menghampar, dan tentu saja beton-beton yang menjulang.
Sulit menyelaraskan antara kepentingan pembangunan pemukiman dan kerusakan lingkungan, khususnya pada KBU yang saat ini sedang diminati pengembang. Sekitar 38 pengembang mendirikan pemukiman dengan total luas lahan sekitar 2000 hektar.Walaupun sempat vakum beberapa saat karena isu kerusakan lingkungan, namun dengan Perda yang baru, aktifitas pembangunan jalan lagi, tentu dengan syarat faktor lingkungan harus jadi faktor prioritas. Perda ditujukan bagi pengembang yang berizin. Izin baru sementara tidak akan diberikan karena ada penataan ulang wilayah KBU. Bagi pihak yang sudah mengantongi izin pun dipantau dengan ketat.
Bukan rahasia lagi bila pengembang kalangan atas lebih sulit diatur, mereka dekat dan kuat lobinya dengan birokrat. Dalam sebuah wawancara, Ketua DPD Jabar, Hari Raharta menyatakan, “boleh saja cari untung, tapi ingat dampak pada lingkungan, properti bisa jadi penggerak perekonomian, tapi juga bisa jadi perusak alam.”
Untuk efek jera, dalam UU penataan ruang yang baru, besar denda mencapai Rp. 5 miliar, dan penjara 15 tahun. Izin tidak sesuai prosedur, akan disanksi. Bila pemberi izin adalah kepala daerah, maka yang bersangkutan bisa dicopot jabatannya. Sanksi tersebut tidak terdapat dalam UU tata ruang yang saat ini berlaku.
Disadur dari Bandung Biz, Pikiran Rakyat. No.4 2008.
Sumber :http//mycityblogging.com/bandung/category/uncategorized
Kerusakan Alam Picu Bencana Puting Beliung
Dodi Sarjana
14 Februari 2009 11:03
ANCAMAN bencana di berbagai wilayah Indonesia sepertinya belum akan ada akhirnya. Beberapa hari lalu, Talaud, Sulawesi Utara, diguncang gempa hebat, di kisaran 7,3 SR. Beberapa penduduk menyatakan sempat melihat air laut menyurut.Belajar dari pengalaman, jika gempa dibarengi kondisi air laut surut, mengindikasikan kemungkingan terjadinya tsunmai. Oleh karenanya warga Talaud sempat panik kala itu. Beruntung tsunami tidak terjadi. Hampir bebarengan dengan bencana tersebut, dan menyusul kasus kebakaran lahan dan hutan yang melanda wilayah Bengkalis, Riau, angin puting beliung mengamuk dan merobohkan puluhan rumah di lima desa (Desa Peranap, Gumanti, Lubuk Meranti, Pauh Ranap dan Setako Raya) Kecamatan Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, Rabu (12/2) malam.
Atap-atap rumah warga terburai ke udara. Beberapa rumah yang terbuat dari kayu juga diterbangkan oleh angin puting beliung tersebut. Hasmi Wati, warga yang rumahnya hancur dilanda angin puting beliung di Desa Setako Raya mengaku terkejut saat melihat angin menerbangkan atap rumahnya. Beberapa saat kemudian, angin bertambah ganas dan merubuhkan rumahnya.Amukan angin terjadi sekitar 15 menit. Warga yang rumahnya dimusnahkan oleh angin, terpaksa meneruskan tidur malamnya di luar rumah dengan menggunakan terpal. Selain rumahnya sudah rata dengan tanah, warga juga takut tidur di rumah lainnya karena khawatir akan terjadi angin puting beliung susulan.
Angin puting beliung yang melanda wilayah Riau, bisa jadi merupakan efek dari perbedaan cuaca ekstrim. Dari semula panas terik, kemudian mendadak hujan, atau sebaliknya. Perbedaan ekstrim itu, memicu terjadinya awan Comolousnimbus yang bisa memunculkan angin puting beliung.Harian Tribun Pekanbaru memberitakan, Badan Metereologi dan Geofisika (BMG) Pekanbaru menilai, puting beliung terjadi akibat akumulasi perubahan cuaca yang terjadi di sejumlah wilayah di Riau.
Staf analisa BMG Pekanbaru Ardhitama mengatakan, gangguan yang sangat jelas terdeteksi di Riau dalam beberapa hari itu adalah angin kencang yang berdasarkan perhitungan BMG mencapai 15 knot atau 27 kilometer (km) per jam (1 knot sama dengan 1,8 km per jam). Kecepatan ini dua kali lebih tinggi dari kecepatan angin rata-rata di Riau, yakni 7 knot (12,6 km/jam).“Ini akibat adanya arus jet stream yang dibawa oleh angin baratan dari Asia dan melewati tepat di tengah Pulau Sumatera, termasuk Riau,” ujar Ardhi, kepada Tribun Pekanbaru.
Menurut analisa, fenomena puting beliung di Riau bisa diakibatkan meningkatnya suhu udara di wilayah ini. Berdasarkan data BMG, suhu udara di Riau, mengalami peningkatan hingga 2,5 derajat Celsius sejak 30 tahun terakhir. Dan satu derajat di antaranya terjadi dalam rentang waktu 10 tahun terakhir.Sumbangan terbesar dari peningkatan suhu itu adalah dari kerusakan alam di Riau secara umum yang sudah cukup parah. Hal inilah yang kemudian memicu adanya tekanan udara turun drastis atau biasa dikenal dengan tekanan rendah yang tersebar di banyak lokasi di Riau dan sekitarnya.
Di spot tekanan rendah ini, terjadi pengumpulan massa udara atau yang biasa dikenal dengan istilah konvergensi. Kondisi ini kemudian ditambah pelepasan uap bumi yang besar akibat cuaca yang panas sepanjang hari.Cuaca panas ini sangat mudah menciptakan awan-awan yang dikenal dengan awan Comolousnimbus (awan besar menjulang tinggi seperti bunga kol) yang ketinggiannya rendah atau dekat dengan permukaan bumi ketika akan atau terjadi hujan. Di saat itulah angin puting beliung berpotensi terjadi.Merunut fenomena terjadinya puting beliung, bencana yang bakal ditimpakan angin ini sepertinya tidak hanya mengancam wilayah Sumatera saja. Hampir seluruh wilayah di Indonesia, juga bisa terkena dampak.
Perusakan alam–penebangan dan kebakaran maupun pembakaran hutan, penambangan, dll–tidak hanya terjadi di Pulau Sumatera. Di Kalimantan, Sulawesi, Irian dan beberapa pulau lainnya juga terjadi perusakan alam yang bisa memicu terjadinya pemanasan global.Sejenak mari kita tengok bencana angin puting beliung yang menimpa Yogyakarta 2007 lalu. Tercatat 1.086 rumah rusak akibat amukan angin tersebut. Angin puting beliung yang juga hanya terjadi sekitar 15 menit itu merusak rumah warga di 4 kecamatan, yakni Kecamatan Gondokusuman, Umbulharjo, Danurejan, dan Pakualaman. Kecamatan yang mengalami kerusakan paling parah adalah Kecamatan Gondokusuman. Di wilayah ini rumah warga yang rusak sebanyak 742 unit. Sedangkan di Kecamatan Umbulharjo 165 unit, Kecamatan Danurejan 139 unit, dan Kecamatan Pakualaman 20 unit.
Saat itu, berbicara soal cuaca ekstrim, Januari 2007, tercatat sebagai bulan terpanas sepanjang sejarah. Suhu rata-rata selama sebulan mencapai 12,85 derajat Celcius atau 0, 85 derajat lebih panas dari rata-rata suhu bulan Januari selama abad ke-20. Kenaikan suhu tercatat baik di darat maupun di laut sehingga secara umum memecahkan rekor suhu terpanas Januari sebelumnya yang terjadi pada tahun 2002, yakni pada suhu 12,71 derajat Celcius. Bahkan suhu rata-rata di darat sebulan terakhir mencapai 1,88 derajat lebih panas dari rata-rata suhu bulan Januari dalam seabad.Kondisi ini diperkirakan sebagai akibat efek El Nino yang terjadi sejak September hingga Januari. Selain itu, National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) melaporkan tren kenaikan suhu juga dipicu pemanasan global yang berlangsung saat itu.
Kerusakan Alam Mengganggu Riset Medis
Minggu, 27 April 2008 - 14:03 wib
sindo - PROGRAM Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) memperingatkan agar masyarakatdunia Segera bertindak cepat untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati di Bumi.UNEP menegaskan, penemuan obat-obat baru sangat bergantung pada kelestarian keaneka ragaman hayati. "Saat ini lebih dari 16.000 spesies yang ada di Bumi terancam punah. Jumlah itu sesungguhnya jauh lebih besar karena masih banyak spesies yang belum kita ketahui keberadaannya," ujar Direktur Eksekutif UNEP Achim Steiner. Steiner menegaskan, manusia memiliki ketergantungan terhadap alam untuk mengobati penyakit.Apabila kerusakan keanekaragaman hayati semakin parah, manusia berisiko kehilangan bahan baku obat-obatan untuk terapi kanker, osteoporosis, dan penyakit-penyakit lainnya. Steiner mengungkapkan, manusia sudah kehilangan banyak peluang untuk menemukan obat-obatan baru akibat kepunahan spesies.Salah satu contoh, penelitian terhadap katak rheobactrachus memiliki potensi besar membuka penemuan obat tumorusus. Namun, penelitian terhadap obat penyakit usus tidak dapat dilanjutkan karena katak rheobactrachusterlanjur punah. Ahli lingkungan hidup Kanada David Suzuki berpendapat, kerusakan lingkungan meningkat tajam karena manusia terlalu fokus pada peningkatan kemajuan ekonomi. (mbs).
Sumber : seputat indonesia
05 September 2008
Antroposentris Sumber Kerusakan Alam
SEMARANG - Lingkungan menjadi isu yang ’panas’, seiring munculnya permasalahan global warming. Orang sudah tidak nyaman lagi tinggal di daerahnya, karena di sekelilingnya banyak terjadi banjir, tanah longsor, dan polusi.Menurut Prof Sudharto P Hadi MES PhD, pakar lingkungan dari Undip, kerusakan yang terjadi di daratan atau lautan adalah akibat dari ulah manusia. Seperti yang tercantum dalam Surat Ar Rum ayat 41, bahwa kerusakan di darat dan di laut adalah karena perbuatan manusia, dan manusia akan merasakan akibat dari perbuatannya agar mereka kembali ke jalan yang benar. ”Sering orang mengaitkan kerusakan di bumi karena bumi sudah tua atau kutukan Tuhan. Padahal Tuhan itu Maha adil, asih dan bijaksana,” ujarnya dalam Berkah Obrolan Sahur Ramadan 1429 H di lobi Hotel Ciputra, Kamis (4/9).Sudharto mengatakan, manusia bisa mencermati kerusakan yang terjadi, misalnya banjir yang disebabkan oleh alih fungsi lahan dari lahan terbuka atau ruang terbuka hijau untuk penyerapan air, menjadi ruang komersial, industri, perumahan. Kemudian tutupan lahan menjadi air larian yang sangat banyak hingga terakumulasi jadi banjir.Maka dari itu, bulan Ramadan diharapkan menjadi momentum yang tepat untuk merenung, introspeksi, karena salah satu tujuan puasa adalah pengendalian diri. Banjir, tanah longsor, abrasi, pencemaran, dan udara tidak nyaman itu akibat dari keserakahan manusia. Hubungan antara manusia dan alam sudah tidak seimbang.”Dulu manusia serasi menjaga alam, ketika dunia masih pada tataran ekosentris atau egosentris, yaitu ketika semua makhluk hidup punya hak yang sama,” tuturnya dalam acara yang dimoderatori oleh Adi Ekopriyono dari Suara Merdeka.Sebagai Pusat Namun sekarang, dunia ada pada tataran antroposentris, di mana manusia sebagai pusatnya. Manusia merasa berkuasa atas alam. Lantas mengapa bisa terjadi? Pertama, kata Sudharto, karena perkembangan penduduk yang makin banyak. Sehingga permintaan akan sumber daya alam makin besar. Kedua, perkembangan kemajuan iptek yang makin pesat.”Kalau dulu alam itu besar, alam itu di luar kemampuan manusia, dengan kemajuan iptek manusia bisa mengendalikan alam dan merasa bisa menundukkan alam. Perasaan yang semakin tinggi itu menyebabkan manusia menguasai alam berlebihan, sehingga membuat kerusakan di bumi,” kata dia. Dikatakan, fenomena perubahan iklim yang menyebabkan terjadinya berbagai bencana adalah karena isu moral. Artinya manusia memakai teknologi untuk kemajuan peradaban, tapi di luar batas dan tidak menggunakan norma moral, sehingga menyebabkan kerusakan.”Pemanasan global itu karena sinar matahari yang menyinari bumi, di mana sebagian harus memantul ke atmosfer, tapi harus balik lagi ke bumi karena diadang oleh gumpalan yang disebut sebagai gas rumah kaca karena polutan dari industri, kendaraan bermotor dan berbagai macam polusi. Sehingga sinar harus terpantul balik ke bumi. Jadi bumi seperti diungkep,” paparnya.(J8-41)
Kerusakan Alam Timbulkan Penyakit
Kamis, 23 April 2009 17:34 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Ambrosius Harto
SAMARINDA, KOMPAS.com - Banjir satu meter sejak Jumat (17/4) akibat Sungai Karangmumus meluap dan kerusakan alam akibat pertambangan batu bara menyebabkan 750 jiwa warga terserang penyakit.Data dari tiga pos kesehatan di K elurahan Sempaja Utara dan Temindung Permai, Samarinda Utara, dan Sidodadi, Samarinda Ulu, Kamis (23/4), menunjukkan ratusan warga terkena gatal-gatal, gangguan pernapasan, diare, batuk, pilek, dan sakit kepala.
"Jadi enggak nyaman," kata Salmaniah, warga Samarinda Utara. Kaki dan lengannya berbintik-bintik merah seperti jerawat tetapi gatal dan panas. Semakin digaruk sebab tak tahan gatal, bintik-bintik akan pecah mengeluarkan air, bisa menular, dan bekasnya menjadi luka.Banjir yang belum surut juga membuat ratusan warga Gunung Kelua dan Temindung Permai, Samarinda Utara, dan Sidodadi, Samarinda Ulu, masih bertahan di pengungsian di Gedung PKK dekat Jalan S Parman. Mereka sulit mendapat air bersih untuk mencuci dan mandi sehingga memanfaatkan luapan Sungai Karangmumus.
Meski ketinggian banjir turun rata-rata sepuluh sentimeter, dampaknya belum begitu terasa bagi 80.000 jiwa dari 607.000 jiwa warga kota. Banjir masih merendam 12 kelurahan di Samarinda Utara, Samarinda Ulur, dan Samarinda Ilir yang dihuni 250.000 jiwa. Banjir masih melumpuhkan perekonomian di kawasan dan jalan-jalan yang terendam seperti simpang empat Vorvoo, Lempake, Ahmad Yani, dan Mayjen Sutoyo. Bandara Temindung belum bisa dioperasikan sejak ditutup Senin (20/4) lalu. J alan Gatot Subroto, akses utama ke bandara terendam hingga satu meter. Terminal penumpang terendam sedangkan landas pacu belum kering sehingga berbahaya bagi pendaratan .
Pemerintah Kota Samarinda memperkirakan kerugian akibat banjir di atas Rp 10 miliar. Banjir saat ini lebih luas daripada November 2008 lalu yang menerjang 68.000 warga juga di 12 kelurahan dan tiga kecamatan.