BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan merupakan
sebagian dari kehidupan masyarakat dan juga sebagi dinamisator masyarakat itu sendiri.
Memang kita semua mengatahui betapa sektor pendidikan selalu terbelakang dalam
berbagai sektor pembangunan lainnya, bukan saja karena sektor itu lebih dilihat
sebagi sektor konsumtif, juga karena “by definition” pendidikan adalah penjaga
status quo masyarakat itu sendiri. Bayangkan betapa runyamnya kehiduipan ini
apabila tidak ada dasar pijakan dan tidak ada bintang penunjuk jalan.
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia pendidikan yang berarti “education” adalah proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui pengajaran dan pelatihan. Sedangkan pengetahuan adalah segala
sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Pendidikan adalah
aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan
membina potensi-potensi pribadinya. Pendidikan merupakan sebagian dari
kehidupan masyarakat dan juga sebagai dinamisator masyarakat itu sendiri.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian pendidikan ?
2.
Apa sajakah unsur-unsur pendidikan ?
3.
Apa saja jenis-jenis pendidikan ?
4.
Apa perbedaan pergaulan dengan proses
pendidikan ?
5.
Bagaimana pergaulan dalam keluarga,
sekolah dan masyarakat ?
C.
Tujuan
1.
Mahasiswa dapat memahami pengertian
pendidikan.
2.
Mahasiswa dapat mengetahui unsur-unsur
pendidikan.
3.
Mahasiswa dapat memahami jenis-jenis
pendidikan.
4.
Mahasiswa dapat membedakan pergaulan
dengan proses pendidikan.
5.
Mahasiswa dapat menguraikan pergaulan
dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Arti
pendidikan
a.
Arti pendidikan secara etimologi
Secara
etimologis istilah asing yang sering dipakai untuk memaknai kata pendidikan
adalah; paedagogie (bahasa Yunani) dan education (bahasa
Latin). Kata paedagogie sendiri merupakan rangkaian dari dua kata
bahasa Yunani: pias (anak) dan ago (saya membimbing).
Dengan demikian pedagogie berarti saya membimbing anak. Sedangkan
kata education menurut Khursyid Ahmad berasal dari kata
Latin; e, ex (out) artinya keluar, dan ducare
duc (mengatur, memimpin, menyerahkan). Sehingga education memiliki
arti mengumpulkan dan menyampaikan informasi (pelajaran), dan
menyalurkan/menarik bakat keluar. Perbuatan membimbing merupakan inti dari perbuatan
mendidik. Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan yang secara sadar
dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa
kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai
kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus menerus. pendidikan
adalah : pengaruh, bantuan atau bimbingan yang diberikan oleh orang yang
bertanggung jawab kepada anak didik. Dengan kata lain Pendidikan merupakan
usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.Pendidikan
sebagai Suatu Sistem. Definisi
sistem yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003, adalah “Sistem pendidikan
nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan nasional.” Mengacu pada definisi tersebut, maka
di dalam sistem terdapat:
1)
Komponen-komponen yang dapat dikenali.
2)
Komponen-komponen tersebut saling
terkait secara teratur.
3)
Komponen-komponen tersebut saling
ketergantungan satu sama lain.
4)
Mekanisme antar komponen saling terkait
dan merupakan satu kesatuan organisasi.
5) Kesatuan
organisasi tersebut berfungsi dalam mencapai tujuan.
Sub-sistem masukan terdiri atas
sub-sub-sistem peserta didik dengan segala macam potensinya; sub-sistem proses
terdiri atas sub-sub-sistem pendidik, kurikulum, gedung sekolah, sarana
pembelajaran, metode, dan sebagainya; sedangkan sub-sistem keluaran meliputi
hasil belajar yang berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, dan sebagainya. Komponen yang terdapat di dalam sistem pendidikan
seluruhnya harus dapat berfungsi sesuai dengan porsinya. Dengan demikian tidak
mungkin tujuan pendidikan dapat tercapai bila hanya ditangani secara parsial.
Dengan kata lain pendidikan harus digarap secara sistematik yakni penanganannya
harus memperhatikan seluruh komponen yang terkait.
2.
Unsur-unsur
pendidikan
Unsur-unsur yang terdapat dalam
pendidikan, antara lain :
a. Peserta
Didik
Tingkat perkembangan pada peserta
didik berbeda-beda. Peserta didik yang relatif memiliki usia dan tingkat kelas
yang sama bisa memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda.perbedaan ini terjadi
karena adanya konteks lingkuangan yang berbeda, yaitu:
1) Lingkungan
pendidikan tempat belalajar peserta didik bersifat aksidental (kebetulan) dan
insidental (kadang-kadang), sehingga peserta didik tidak terprogram dalam
belajarnya.
2) Lingkungan
belajar peserta didik terprogram secara intensional, sengaja atau dikehendaki,
sehingga peserta didik lebih siap dalam belajar.
3) Lingkungan
belajar peserta didik terprogram sesuai dengan yang telah ditetapkan.
4) Lingkungan
belajar peserta didik sangat optimal dan ideal, sehingga peserta didik dapat
melakukan cara-cara belajar sebagaimana yang diharapkan.
Perbedaan
konteks belajar yang dialami peserta didik tersebut menjadikan mereka berbeda
pula perkembangannya secara individual, khususnya pada perkembangan psikisnya.
b. Pendidik
Pendidik pada dasarnya dibedakan
menjadi dua, yaitu pendidik menurut kodrat (pendidik kodrati) yang dalam hal
ini adalah orang tua dan pendidik menurut jabatan (pendidik profesi) yaitu
guru. Orang tua sesuai dengan kodratnya merupakan pendidik pertama dan utama.
Orang tua menjadi pendidik adalah bukan karena keputusan atas kemauan anak,
melainkan semata-mata secara kodrati anak menerima kenyataan bahwa yang
bersangkutan menjadi orangtuanya.
Guru sebagai pendidik menurut
jabatan menerima tanggung jawab mendidik dari tiga pihak, yaitu prang tua,
masyarakat, dan pemerintah (negara). Tanggung jawab dari orang tua yang
diterima guru atas dasar kepercayaan, bahwa guru mampu memberikan pendidikan,
pengajaran, dan pelatihan sesuai dengan perkembangan peserta didik.
Jabatab guru juga harus memenuhi syarat-syarat
antara lain:
(a) Berijasah
guru (lulusan LPTK).
(b) Berjiwa
Pancasila, religius, dan berkebudayaan kebangsaan Indonesia.
(c) Menghormati
setiap aliran agama dan keyakinan hidup.
(d) Susila
dan cakap, demokratis, serta bertanggung jawab.
(e) Menguasai
bahasa Indonesia.
(f) Sehat
jasmani dan rohani.
Selain
itu, guru/pendidik juga harus mengenal alat pendidikan normatif yang dibedakan
menjadi:
(1) Alat
pendidikan preventif
Alat pendidikan preventif adalah alat yang bersifat
pencegahan. Tujuan alat pendidikan preventif ini untuk menjaga agar hal-hal
yang dapat menghambat kelancaran pembelajaran dapat dihindarkan.
Yang termasuk dalam alat pendidian prevebtif adalah
tata tertib, anjuran dan perintah, larangan dan ancaman, paksaan, dan disiplin.
(2) Alat
pendidikan represif/kuratif
Alat pendidikan represif bertujuan untuk menyadarkan
anak kembali kepada hal-hal yang benar, yang baik, dan yang tertib. Yang
termasuk dalam alat pendidikan represif adalah pemberitahuan, teguran,
peringatan, hukuman, dan ganjaran.
Dengan
memahami pendidikan pendidik dapat :
·
Memudahkan praktek pendidikan
Dengan bekal ilmu pendidikan kegiatan pendidikan dapat direncanakan secara secara teratur dan sistematis.
Dengan bekal ilmu pendidikan kegiatan pendidikan dapat direncanakan secara secara teratur dan sistematis.
·
Dapat menimbulkan rasa kecintaan pada
diri pendidik terhadap tugasnya, terhadap anak didik dan terhadap kebenaran.
·
Dapat menghindari banyak kesukaran dan
kesalahan dalam melaksanakan praktek pendidikan.
·
Kesalahan yang mungkin dibuat dalam
mendidik diantaranya :
a) Cara
mendidik terlalu keras dapat menimbulkan rasa harga diri kurang, sebaliknya
yang terlalu lunak berarti memanjakan anak.
b) Cara
mendidik yang tidak memberi kesempatan untuk berkembang berarti menghambat
pertumbuhan.
c) Kesalahan
menekankan tujuan pendidikan yang di inginkan . Misalkan terlalu menekankan
pada intelek menjadi intelektualistis dan terlalu menekankan segi individu
menjadi individualistis.
·
Pendidik memerlukan dimensi-dimensi
sebagai berikut: Pengetahuan dirinya sebagai pendidik, Pengetahuan tentang
tujuan pendidikan, Pengetahuan tentang anak didik, Pengetahuan tentang cara
mendidik yang sesuai dengan keadaan anak untuk membawa kearah pencapaian
tujuan, Pengetahuan tentang martabat anak sebagai manusia.
Untuk
mempertegas bahwa pendidik memegang peranan penting dan strategis, maka guru
harus memiliki kompetensi berikut:
1. Kompetensi
Personal/Kepribadian yang terdiri atas:
a. Guru
harus beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME.
b. Guru
harus berbudi pekerti yang luhur.
c. Guru
harus berupaya untuk maju, tangguh, cerdas, dan terampil.
d. Guru
harus senantiasa berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.
e. Guru
harus disiplin dna beretos kerja yang tinggi.
f. Guru
harus profesional dan bertanggung jawab.
2. Kompetensi
Profesional/Keahlian yang terdiri atas:
a. Guru
harus menguasai materi pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku
b. Guru
harus mampu mengelola kelas, dan melaksanakan interaksi belajar dan mengajar.
c. Guru
harus mampu menguasai landasan-landasan pendidikan.
d. Guru
harus mampu memilih dan memanfaatkan metode, media, dan sumber belajar serta
menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar siswa.
3. Kompetensi
Sosial/Kemasyarakatan yang terdiri atas:
a. Guru
harus mampu bergaul dengan atasan.
b. Guru
harus mampu bergaul dengan teman sejawat.
c. Guru
harus mampu bergaul dengan siswa.
d. Guru
harus mampu bergaul dengan orang tua siswa.
e. Guru
harus mampu bergaul dengan masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat.
c. Tujuan
Menurut Langeveld dalam bukunya Beknopte
Theoretische Paedagogiek dibedakan adanya berbagai macam tujuan pendidikan
sebagai berikut:
1) Tujuan
Umum
Tujuan umum ialah tujuan yang di dalam pendidikan
yang seharusnya menjadi tujuan orang tua atau pendidik. Tujuan ini berhubungan dengan
pandangan tentang hakikat manusia, tentang apa tugas dan arah hidup manusia,
yakni sebagai manusia dewasa, susila, mandiri dan bertanggung jawab.
2) Tujuan
Tidak Sempurna
Tujuan tidak sempurna adalah tujuan yang menyangkut
segi-segi tertentu, seperti kesusilaan, keagamaan, kemasyarakatan, keindahan,
seksual, dan lain-lain.
3) Tujuan
Sementara
Tujuan sementara adalah tujuan yang menjadi tempat
pemberhentian sementara belajar untuk mencapai tujuan sementara yang lebih
tinggi dalam perkembangan anak lebih lanjut.
4) Tujuan
Perantara (Tujuan Intermediair)
Tujuan perantara ditentukan dalam rangka mencapai
tujuan sementara. Sebagai contoh dalam mata pelajaran aritmatika tujuan
sementaranya adalah anak dapat menguasai perkalian bilangan satu sampai
seratus.
5) Tujuan
Insidental
Tujuan ini hanya berupa peristiwa-peristiwa yang
terlepas saat demi saat dalam proses menuju pada tujuan umum.
6) Tujuan
Khusus
Tujuan ini adalah pengkhususan dari tujuan umum,
misalnya sehubungan dengan gender, maka diselenggarakan sekolah SMKK (khusus
puteri) dan STM (khusus putera).
d. Isi
Pendidikan
Isi pendidikan segala sesuatu yang oleh pendidik
langsung diberikan kepada peserta didik dan diharapkan untuk dikuasai peserta
didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu dalam memilih materi
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Materi
sesuai dengan tujuan pendidikan
Materi yang disampaikan oleh pendidik kepada peserta
didik harus mengandung nilai formatif, seperti nilai material, nilai formal,
nilai praktis, nilai sosial, nilai etis, dan nilai estetis. Nilai material dari
suatu mata pelajaran adalah makna materi bagi pembentukan pribadi peserta
didik. nilai formal suatu materi pelajaran adalah makna maateri bagi
pembentukan kecerdesan anak. Nilai praktis/fungsional suatu materi pelajaran
adalah makna materi bagi kehidupan praktis/fungsional untuk menguasai materi
yang lain. sedangkan nilai sosial, nilai etis, dan nilai estetis materi
pelajaran adalah makni materi yang berguna dalam rangka membentuk sikap dan
sifat sosial, etika-moral atau perilaku,dan estetika peserta didik sesuai
dengan tuntutan sosial budaya suatu masyarakat.
2) Materi
sesuai dengan peserta didik
Materi yang diberikan kepada peserta didik harus
disesuaikan dengan kemampuan, menarik perhatian, jenis kelamin, umur, bakat dan
pembawaan , minat dan perhatian, latar belakang, dan pengalaman peserta didik.
e. Metode
Metode pada dasarnya berfungsi
sebagai alat untuk mencapai untuk mencapai tujuan. Penggunaan metode banyak
tergantung pada kemampuan guru yang bersangkutan. Ada beberapa metode yang
cocok digunakan oleh guru, namun ada juga yang tidak cocok digunaka oleh guru
tersebut.
f. Lingkungan
Sebagai salah satu unsur
pendidikan, situasi lingkungan secara potensial dapat menunjang atau menghambat
usaha pendidikan. Di samping itu juga dapat menjadi sumber belajar yang
direncanakan ataupun sebagai sumber belajar yang dimanfaatkan oleh pendidik.
Pada hal-hal tertentu yatu situasi lingkungan tersebut berpengaruh negatif
terhadap pendidika, maka situasi lingkungan tersebut menjadi pembatas
pendidikan.
3.
Jenis-jenis
pendidikan
a)
Menurut tingkat dan sistem persekolahan
Sistem
dan tingkat persekolahan di Indonesia akan berubah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan Negara setiap saat. Di Indonesia jenis dan tingkat persekolahan
terdiri dari Sekolah Dasar umum dan Sekolah Luar Biasa, SMP (SMP umum, dan
kejuruan), SMA (SMA umum dan kejuruan), tingkat Perguruan Tinggi (jalur gelar
S1,S2,S3, dan non gelar D1.D2,D3).
Di
Amerika menurut Crow and Crow jenis dan tingkat persekolahan dibedakan sebagai
berikut :
a. Tingkat
TK nol Kecil
b. Tingkat
TK nol Besar
c. Tingkat
Pendidikan Dasar
d. Tingkat
SMP
e. Tingkat
SMA
f. Tingkat
sekolah tinggi
g. Tingkat
sekolah tinggi khusus
b)
Menurut tempat berlangsungnya
pendididkan
Ki
Hajar Dewantara membedakan tiga tempat pendidikan yang disebut tri pusat
pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
c)
Menurut cara berlangsungnya pendidikan
Pendidikan
dibedakan antara pendidikan fungsional : pendidikan yang berlangsung secara
naluriah tanpa rencana dan tujuan tetapi berlangsung begitu saja, dan
Pendidikan intensional adalah lawan dari
pendidikan fungsional yaitu program dan tujuan sudah direncanakan.
d)
Menurut sifatnya pendidikan dibedakan
menjadi :
a. Pendidikan
informal : pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari yang
sadar atau tidak sadar sepanjang hayat.
b. Pendidikan
formal : pendidikan berlangsung secara teratur, bertingkat, dan mengikuti
syarat-syarat tertentu secara tepat.
c. Pendidikan
non formal : pendiddikan yang dilaksanakan secara tertentu dan sadar tetapi
tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat.
4.
Perbedaan
pergaulan dengan proses pendidikan
Pergaulan
adalah kontak langsung antara satu individu dengan individu lain, atau antara
pendidik dan peserta didik. Kesempatan bergaul wajib diadakan dan dipergunakan
dengan sebaik-baiknya, karena kontak langsung ini menimbulkan hubungan yang
wajar antara kekuasaan pendidik dan ketaatan peserta didik. Kekuasaan pendidik
dan ketaatan peserta didik, sudah lama menjadi persoalan dalam ilmu pendidikan.
Pada
beberapa abad lalu, pendidikan sangat berkuasa, pendidik bersikap otoriter atau
despotis, peserta didik harus menurut dan mentaati segala perintah dan atau
larangan dari pendidik. Hukuman atau perintah digunakan oleh pendidik agar
peserta didik melaksanakan atau patuh dan taat terhadap peraturan dan perintah
pendidik. Hal ini akan menimbulkan rasa takut yang disertai rasa benci dan
dendam.
Dengan
pelaksanaan pendidikan seperti itu, akan terjadi pergaulan yang tidak wajar,
peserta didik akan tertekan, tidak berani mengeluarkan isi hatinya, merasa
dirinya kecil, sehingga menimbulkan rasa minder.
Pada
akhir abad ke-19, keadaan berubah. Peserta didiklah yang seakan-akan memegang
dan menentukan arah. Hal ini disebut pendidikan anak, dimana pendidik hanya
membiarkan peserta didik berkembang sendiri, anak dimanjakan, dan segala
kesulitan yang dihadapi peserta didik diatasi pendidik. Sikap pendidik yang
demikian dinamakan Laissez faire. Pendidikan ini secara tidak langsung dapat
menimbulkan rasa haega diri yang kurang pada anak, karena dalam pergaulan anak
yang dimanjakan dapat merasa canggung, sehingga selalu kalah dalam ketangkasan
dibanding anak lain. Aliran pendidikan ini dianut oleh M. Montessori dengan
semborannya “Alles von Kunde aus” yang artinya semua keluar dari diri anak.
Dari
kedua pendidikan tersebut, pendidik harus dapat memadukan atau mengadakan
konvergensi dari keduanya. Pendidikan wajib mempunyai kekuasaan pendidik, yang
dalam istilah lain kita kenal dengan sebutan kewibawaan.
a. Macam-macam
pergaulan
a) Menurut
siapa yang terlibat dalam pergaulan itu, maka dibedakan menjadi:
1. Pergaulan
anak dengan anak;
2. Pergaulan
anak dengan orang dewasa;
3. Pergaulan
orang dewasa dengan orang dewasa;
b) Dipandang
dari bidangnya, pergaulan dibedakan menjadi:
1. Pergaulan
yang bersifat ekonomis;
2. Pergaulan
yang bersifat seni;
3. Pergaulan
yang bersifat paedagogis;
c) Ditinjau
dari pergaulan itu, dapat digunakan rentang-rentang untuk membedakannya
menjadi:
1. Pergaulan
ekonomis dan tidak ekonomis;
2. Pergaulan
seni dan bukan seni;
3. Pergaulan
paedagogis dan bukan paedagogis;
Di
dalam pergaulan yang tidak paedagogis, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
pergaulan biasa dan pergaulan paedagogis. Pergaulan biasa dapat diubah menjadi
pergaulan paedagogis, walaupun secara perlahan-lahan. Situasi yang tepat untuk
mengubah pergaulan biasa menjadi pergaulan paedagogis adalah bilaman dalam
situasi itu berlangsung suatu pengaruh positif yang berasal dari orang tua yang
ditujukan kepada peserta didik. Tetapi ketika pengaruh perpindahan pengaruh itu
berhenti, maka pergaulan paedagogis itu berubah kembali menjadi pergaulan
biasa, dan begitu seterusnya.
b. Pentingnya
pergaulan dalam pendidikan
Menurut pendapat Dr. M.J. Langeveld, pergaulan
merupakan lapangan yang memungkinkan terjadinya pendidikan. Pendidikan itu akan
muncul di dalam pergaulan antara orang dewasa dengan yang belum dewasa.
Pergaulan antara orang dewasa dengan orang dewasa lainnya mungkin akan
menimbulkan pendidikan, namun dalam konteks yang berbeda. Pendidikan yang
timbul dipergaulan antar orang dewasa ini, letak tanggung jawab tidak di tangan
orang yang memberi nasehat atau saran, tetapi tanggung jawab itu berada di
tangan orang dewasa yang menerima nasehat atau saran tersebut.
Perbedaan pergaulan antara anak dengan sesama anak
adalah bahwa pergaulan antara anak dengan anak tidak dapat berubah menjadi
pergaulan pendidikan karena anak yang satu masih belum bertanggung jawab kepada
anak yang lain. pada pergaulan ini anak-anak masih saling tergantung antara
satu dengan yang lain, dan anak yang satu tidak mempunyai wibawa terhadap anak
yang lain.
Kadang kala kita temukan adanya kewibawaan pada
seorang anak yang lebih kuat atau lebih besar, hingga anak yang lemah atau
lebih kecil selalu menurut kepada kehendaknya. Kepatuhan ini didapatkan karena
kepatuhan antara anak yang lebih kuat terhadap anak yang lebih lemah.
Kewibawaan dan ketakutan kadang kala tampak bergejala sama, yaitu keduanya
menghasilkan kepatuhan. Namun kepatuhan yang dihasilkan oleh rasa takut itu
berbeda dengan kepatuhan yang dihasilkan oleh kewibawaan. Kepatuhan yang
ditimbulkan oleh rasa takut adalah dengan sukarela, tanpa rasa terpaksa.
c. Faedah
pergaulan
a) Pergaulan
memungkinkan terjadinya pendidikan
Lewat pergaulan ini, anak dapat untuk mengenal tentang bermacam-macam hal,
baik itu secara sengaja atau tidak sengaja yang diberikan oleh orang dewasa di
sekitar peserta didik, yang kemudian ditirunya.
b) Pergaulan
merupakan saran untuk mawas diri
Di dalam pergaulan setiap anak
mendapatkan pengalaman yang bermacam-macam. Anak akan mulai melepaskan diri
dari lingkungannya. Setelah terlepas, anak akan mengadakan perbandingan antara
dirinya sendiri dengan orang lain yang terdapat di sekitar lingkungannya.
Setiap kali menemukan adanya perbedaan, maka ia akan bertanya apakah itu ada
pada dirinya atau tidak. Di sinilah terjadi mawas diri pada anak, yaitu dengan
bercermin pada lingkungan pergaulannya.
c) Pergaulan
dapat menimbulkan cita-cita
Dalam ajaran Freud pada ilmu jiwa dalam,
dikatakan bahwa pada tiap-tiap individu terdapat apa yag disebut Ego-Ideal,
yaitu adanya keinginan untuk menjadi dokter, polisi, pilot, dan lain-lain. hal
ini terjadi karena adanya kekaguman terhadap orang dewasa yang ada
disekitarnya, yang dijumpai dalam pergaulannya.
d) Pergaulan
dapat memberikan pengaruh secara diam-diam
Anak mempunyai sifat suka dan mudah
meniru. Apa yang ia lihat, ia dengar, ia temukan di dalam pergaulanentah baik
atau buruk, akan secara spontan ditirukan oleh anak. Pengaruh dari pendidik
akan diterima oleh peserta didik atas pilihannya sendiri, tidak dengan cara
paksaan.
d. Perbedaan
pergaulan dengan proses pendidikan
Proses pendidikan
Proses memberikan
ilustrasi tentang hal-hal yang menyangkut langkah-langkah / sistematika /
urutan / jalannya suatu kegiatan. Sedangkan pendidikan adalah usaha sadar orang
dewasa dan disengaja serta bertanggung jawab untuk mendewasakan anak yang belum
dewasa dan berlangsung secara terus-menerus.
Dari
definisi tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Usaha
sadar
Ini berarti situasi pendidikan
dilaksanakan atas kesadaran si pendidik.
b) Orang
dewasa
Pelaksana pendidikan harus orang dewasa.
Pergaulan dengan sesama anak bukan situasi pendidikan, meskipun ada unsur
pendidikan di dalamnya.
c) Disengaja
Ini berarti bahwa proses pendidikan
memang sengaja direncanakan secara sistematis dan matang.
d) Bertanggung
jawab
Semua tindakan pendidikan harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral berdasarkan norma-norma yang berlaku.
e) Dewasa
sebagai tujuan
Baik phisik maupun psikis peserta didik
harus berlandaskan pancasila dan UUD 1945, agar peserta didik nantinya mampu menjadi
WNI yang bik.
f) Terus-menerus
(kontinyu)
1) Pendidikan
dilaksanakan secara berkesinambungan
2) Pendidikan
tidak berhenti (pendidikan seumur hidup)
Dari
definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam proses pendidikan ada
unsur-unsur yang saling mempengaruhi yaitu guru, murid, tujuan, metode,
pembelajaran, dan penilaian yang diatur dengan baik. Dalam pendidikan, baik
orang tua/pendidik maupun peserta didik memegang peranan penting di dalam
proses pendidikan. Di sini ditekankan kepada orang tua/pendidik agar
merencanakan proses pendidikan dengan sebaik-baiknya, sedangkan peserta didik
harus aktif mengikuti pembelajaran. Pendidik harus mempu menarik minat peserta
didik untuk mengikuti pembelajaran yang berlangsung. Pendidik juga harus rela
melayani peserta didik, dengan kesadaran bahwa:
1) Peserta
didik adalah mahluk yang berpribadi, karena itu harus diperlakuka sesuai dengan
kepribadiannya.
2) Peserta
didik tidak dapat berkembang dengan sendirinya.
3) Peserta
didik adalah mahluk manusia yang selalu ingin berkembang.
4) Atas
dasar keterbatasan tersebut, peserta didik membutuhkan pertolongan dan bantuan
dari pendidik/orang tua.
5.Pergaulan
Dalam Keluarga, Sekolah, Dan Masyarakat
a. Pergaulan
Dalam Keluarga
Selama anak belum dewasa, maka
orang tua mempunyai peranan pertama dan utama bagi anak-anaknya untuk membawa
anak kepada kedewasaan. Orang tua harus memberi contoh yang baik kepada anak
karena anak lebih sering mengimitasi segala tingkah laku orang tuanya. Dalam
memberikan sugesti kepada anak, orang tua hendaknya tidak dengan cara otoriter,
melainkan dengan sistem pergaulan sehingga anak dengan senang hati
melaksanakannya. Setiap anak dalam
keluarga secara tidak langsung berguru kepada saudaranya, saling belajar
tukar-menukar pengalamannya sehingga makin banyak hal-hal yang diketahui oleh
anak baik itu baik maupun yang buruk, tentang hak dan kewajibannya, dan
sebagainya.
b. Pergaulan
Dalam Sekolah
Di sekolah, guru sebagai pendidik,
dapat mempergunakan wibawanya untuk membawa peserta didik kearah kedewasaan. Menggunakan
pergaulan sehari-hari dalam pendidikan adalah cara yang peling efektif dalam
pembentukan kepribadian, dan dengan ini hilanglah jurang pemisah antara guru
dengan siswa. Kepramukaan yang diadakan di sekolah adalah salah satu organisasi
yang mengembangkan cara pergaulan untuk membentuk kepribadian. Suasana
pergaulan dalam pramuka adalah suasana paedagogis. Semua perintah dan larangan
diberikan dalam suasana yang edukatif. Kegiatan-kegiatan lain di sekolah yang
mengandung gejala-gejala pendidikan antara lain OSIS, pelajaran berolahraga,
kerja bakti, baris-berbaris, senam, keterampilan, dan sebagainya. Kesemuanya
mengharuskan murid berdisiplin dan meningkatkan keahlian.
c. Pergaulan
Dalam Masyarakat
Masyarakat merupakan tempat
pergaulan sesama manusia dan merupakan lapangan pendidikan yang luas dan
meluas, yaitu adanya hubungan dua orang atau lebih yang tak terbatas. Ajaran
Tonnis membedakan pergaulan dalam Gemeinschaft (persekutuan) dan Gesselschaft
(perbuatan). Hubungan yang dibentuk oleh kodrat disebut Gemeinschaf, seperti
hubungan antara anak dengan orang tuanya, dengan tokoh masyarakat, dengan tokoh
agama, dengan pejabat. Dan hubungan yang dibentuk oleh ikatan organisasi
disebut Gesselschaft, seperti hubungan dengan pemimpin, organisasi massa, organisasi
kelembagaan, organisasi politik, dan sebagainya. Pergaulan hidup dalam
Gemeinschaf cenderung mendewasakan, sehingga dalam pergaulan tersebut
mengandung gejala-gejala pendidikan, karena dalam pergaulan tersebut mengarah
kepada pengaruh yang positif, menuju kepada tujuan yang mencakup nilai yang
tinggi / luhur.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Pendidikan pada
hakikatnya merupakan suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta
penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga
timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang
dicita-citakan dan berlangsung terus menerus. Bidang yang ditelaah oleh teori
pendidikan sebagai ilmu ialah sekitar manusia dan sesamanya yang memiliki
kesamaan dan keragaman di dalam fenomena pendidikan. Pendidikan diperlukan oleh
semua orang dari anak-anak hingga orang dewasa dan lanjut usia. Karena itu
selain cabang pedagogik teoritis sistematis juga terdapat cabang-cabang
pedagogik praktis, diantaranya pendidikan formal di sekolah, pendidikan
informal dalam keluarga, pendidikan orang dewasa, serta pendidikan non-formal
sebagai pelengkap pendidikan jenjang sekolah dan pendidikan orang dewasa maupun
lansia.
Pergaulan merupakan
lapangan yang memungkinkan terjadinya pendidikan. Pendidikan itu akan muncul di
dalam pergaulan antara orang dewasa dengan yang belum dewasa. Kesempatan
bergaul wajib diadakan dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya, karena kontak
langsung ini menimbulkan hubungan yang wajar antara kekuasaan pendidik dan
ketaatan peserta didik.
B.
Saran
Pendidikan memerlukan adanya
interaksi timbal balik antara pendidik dengan peserta didik. Jika pendidiknya
baik maka materi yang disampaikan akan tersampaikan dengan baik pula ke peserta
didik. Untuk itu, perlu adanya memperbaiki kualitas guru dan kesejahteraannya. Sebagai
pendidik dan calon pendidik hendaknya dapat memahami dengan baik makna dari
pendidikan, selalu terbuka dengan ilmu pengetahuan, serta terus menerus
meningkatkan pengetahuan dan kompetensinya dalam mendidik. Sehingga kedepannya
dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya
sendiri, serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Abu
Ahmadi, Drs. 2003. Ilmu Pendidikan. Rineka
Cipta. Jakarta
Munib,
Achmad. 2011. Pengantar Ilmu Pendidikan.
Semarang : Unnes Press.
http://cahayak4.wordpress.com/2010/10/22/pentingnya-pendidikan-dan-ilmu-pendidikan/.
Diakses tanggal 14 september 2013
No comments:
Post a Comment