Thursday, September 5, 2013

IMPLIKASI KEAGAMAAN PENDIDIKAN PESERTA DIDIK TERHADAP IPS, SIFAT INGIN TAHU PESERTA DIDIK DAN IPS

A.    Pengartian Anak Didik

Anak didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pendidikan. Sosok anak didik umumnya merupakan ssosok anak yang membutuhkan bantuan orang lain untuk dapat tumbuh dan berkembang ke arah kedewasaan, ia adalah sosok yang selalu mengalami perkembangan sejak lahir sampai meninggal dengan perubahan-perubahan yang terjadi secara wajar (Sutari Imam Barnadib, 1995; dalam buku Ilmu Pendidikan, Dwi siswoyo dkk. 2007). Istilah peserta didik pada pendidikan formal atau sekolah jenjang dasar dan menengah dikenal dengan nama anak didik atau siswa.
Anak didik sangat tergantung dan membutuhkan bantuan dari orang lain yang memiliki kewibawaan dan kedewasaan. Anak didik masih dalam kondisi lemah, kurang berdaya, belum bisa mandiri dan serba kekuramgan dibanding orang dewasa, namun dalam dirinya terdapat potensi bakat-bakat dan disposisi luar biasa yang memungkinkan tumbuh dan berkembang melalui pendidikan. Beberapa hakikat anak didik dan implikasinya terhadap pendidikan, yaitu:
1.      Anak didik bukan merupakan miniature orang dewasa, akan tetapi memiliki dunia sendiri.
2.      Anak didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan.
3.      Anak didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
4.      Anak didik adalah makhluk Tuhan yang memiliki perbedaan individual.
5.      Anak didik terdiri dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.
6.      Anak didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.

B.     Pengaruh Pendidikan Agama pada Siswa
Pendidikan, apa pun jenisnya, pasti punya pengaruh pada yang terlibat di dalamnya. Terutama pada siswa. Pengaruh ini, bukan sebatas kecerdasan dan kecendiakaan saja. Pengaruh ini, terobosannya, sampai pula menyentuh relung-relung terdalam jiwa siswa. Juga, menyentuh kesadaran siswa terhadap kenyataan di dalam dan di luar dirinya. Disamping, tentunya, menyentuh kesadaran spiritual siswa.
Bicara soal kesadaran spiritual siswa, tak bisa lepas dari masalah agama. Dengan demikian, tak bisa lepas pula dari pendidikan agama yang siswa dapat di sekolah.
Pendidikan agama, memang, pengaruhnya lebih dominan memperkaya dan mempertebal kesadaran spiritual siswa. Kesadaran mana, terejawantah lewat sikap dan laku selaras agama anutan mereka. Namun demikian, bukan berarti, pengaruh lain pendidikan agama tidak ada pada siswa. Pengaruh lain ini, lebih dari satu. Apa saja rupa pengaruh itu?
1) Pengaruh Psikologi
Pada dasarnya, bidang-bidang pokok bahasan yang ada dalam kurikulum agama menyangkut etika, filsafat dan kaidah-kaidah serta akidah-akidah yang menyangkut tata pelaksanaan praktis agama. Baik etika,filsafat maupun kaidah-kaidah dan akidah-akidah, disadari atau tidak, secara psikologi telah membentuk jiwa siswa. Membentuk bagaimana? Etika, menjadikan jiwa siswa faham akan pekerti dan budi laksana yang diwajibkan agama. Faham dimaksudkan disini, bukan sebatas tatanan teoritis saja. Melainkan, juga, faham menjalankan dalam mekanika praktek nyata. Dengan demikian, secara bertahap, jiwa siswa terbentuk kearah karakter aagamawi. Karakter agamawi, pada dasarnya, karakter yang tegar menegakkan nilai-nilai agama kapan dan di manapun. Arah karakter agamawi ini jauh dari maksud membentuk kader-kader agama berpandangan pundamentallistik ekstrim. Sebab manusia berkarakter agamawi, manusia yang jiwanya dibuka lebar-lebar oleh agama. Ini berarti agama berkarakter agamawi bukan manusia yang jiwanya diblelenggu agama, sehingga memandang agama sebagai satu-satunya azas hidup yang paling mulia.
Pada hakekatnya, manusia yang berkarakter agamawi, manusia yang telah dilarahkan agama sebagai sosok atau figur beragama yang punya persepsi dan visi agama luas. Sebab, etika yang ditransformasikan dalam pendidikan agama, bukan belenggu yang diikatkan pada jiwa siswa. Melainkan, cahaya budi yang dipancarkan guna memperluas pandangan mata jiwa siswa.
Kemudian filsafat membentuk jiwa siswa agar menjadi kritis. Kritis dalam hal menaggapi terobosan-trobosan yang ditimba dalam dunia sekolah. Dengan demikian, bisa diartikan, pendidikan agama disekolah berperan serta membentuk umat beragama yang kritis konstruktif.
Sesungguhnya makin klritis umat satu agama, makin tangguhlah umat agama bersangkutan. Terlebih sifat kritis yang dimiliki bernilai konstruktif. Sebab, tanpa memiliki umat kritis konstruktif, agama bersangkutan sulit menjadi makin tangguh dan kokoh. Agama, betapapun, tak bisa lepas dari umat penganutnya. Umat agama yang kritis konsumtif, pada dasarnya, umat agama yang tangguh. Umat agama yang tangguh, pada dasarnya umat yang setia. Siswa yang kritis konstruktif sebagai umat, dengan demikian, siswa yang tangguh dan punya nilai kesetiaan pada agama anutan mereka sangat luar biasa. Karena itu, dengan tidak meragukan lagi, siswa seperti itu, siswa yang menjalankan kaidah – kaidah dan akidah-akidah agama dengan ketangguhan dan kesetiaan sangat luar biasa.
2. Pengaruh Sosial
Pendidikan agama, bisa dipastikan, mengajarkan pula kepada siswa: menghargai dan meletakkan pada posisi sesama pada proporsi yang layak. Inti ajaran ini, sedikit banyak ternukil pada pengarahan untuk menjungjung kebaikan dalam mengemban hidup bersama. Dalam arti lain, mengemban keseimbangan kosmos sosial atau keseimbangan kosmos kemasyarakatan. Menunjuk hal terakhir tadi, bisa dikatakan, pendidikan agama berpengaruh terhadap pribadi siswa untuk bisa meletakkan diri sebagai individu dalam jagat kemasyarakatan. Atau, berpengaruh terhadap pribadi siswa untuk berperan aktif dalam menegakkan tata kehidupan bersama.
3) Pengaruh Manusiawi
Perihal pengaruh manusiawi pendidikan agama pada siswa, kebenarannya sudah tak bisa ditolak lagi. Kenapa? Pendidikan agama, adalah pendidikan yang memanusiakan manusia. Memanusiakan manusia, artinya menjadikan manusia lebih faham dan lebih menghayati perihal keberadaannya sebagai manusia. Juga, sebagai sosok bereksistensi. Bisa nuga dikatakan, menjadikan manusia yang lebih tahu dan lebih kenal fitrah dirinya sendiri.
Manusia yang kenal dirinya sendiri, sesungguhnya manusia yang telah matang pengetahuannya tentang harkat dan hakekat manusia. Manusia yang kenal diri sendiri, sesungguhnya, manusia yang mempunyai kesadran nya terhadap nilai jati diri manusia. Manusia yang kenal diri sendiri, sesungguhnya manusia yang yang terdidik untuk mengajengi prinsip: manusia dilahirkan untuk meletakkan sesama sebagai makhluk mulia ciptaan Yang Maha Mulia.
Dari sini, bisa ditarik garis kecil estimasi. Yakni, pendidikan agama, menjadikan siswa bukan hanya sadar akan eksistensinya sebagai manusia individu saja. Melainkan juga, menjadikan siswa insyaf terhadap eksistensinya sebagai makhluk sosial. Ini berarti, siswa dijadikan sebagai sosok yang tidak secara membabibuta mengukuhkan ego atas eksistensinya. Ego, memang fitrah manusiawi manusia. Namun meletakkan ego di atas eksistensi kemanusiaan, sama dengan menceburkan fitrah manusiawi sendiri ke parit individualistik ekstrim. Pendidikan agama, jelas, bukan menjadikan siswa sebagai manusia yang menyetiai individualistik ekstrim. Sebab ini, bukan memanusiakan manusia.

C.    Hubungan Agama dengan Ilmu Pengetahuan Sosial
Dalam situasi yang semakin global seperti sekarang ini manusia dibedakan kepada berbagai tantangan, disamping peluang dan kesempatan dalam keadaan demikian dijumpai adanya manusia yang berhasil menyikapi kehidupan global secara lebih bermakna dan berdaya guna, tetapi malah ada juga yang tidak tahu arah yang harus dituju.
Dan ilmu pengetahuan sosial diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif strategis bagi pengembangan manusia pada situasi global sekarang ini. Namun, demikian ilmu pengetahuan sosial dinilai sudah mulai atau hampir gagal dalam memberikan pemecahan masalah sosial yang muncul dalam era globalisasi, karena dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang dijadikan landasan dalam ilmu pengetahuan sosial tersebut berasal dari filsafat Barat yang bertumpu pada logika rasional dan cara berpikir empirik.
Dan salah satu upaya mengatasi kebuntuan dari ilmu pengetahuan sosial yang demikian itu, agama diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap berbagai masalah yang berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, politik, keamanan maupun kemakmuran, dan lain sebagainya. Sehingga kehadiran agama tersebut secara manfaatnya para penganut agama.

D.    Implikasi Keragaman Pendidikan Anak Terhadap Pengajaran IPS
Untuk dapat menghadapi bahan belajar dengan baik, siswa dituntut menunjukan adanya perhatian.Perhatian seseorang terhadap sesuatu tampak dari gerak-geriknya. Misalnya hal itu tampak dari bagaimana ia melihat benda yang dihadapinya. Dengan perkataan lain perhatian akan tampak dari cara bagaimana ia “menghadirkan” dirinya terhadap sesuatu. Sebagai contoh apabila seorang guru sedang berdiskusi dengan siswa-siswanya tentang sesuatu masalah diharapkan semua peserta diskusi menghadirkan diri masing-masing untuk memecahkan masalah.Apabila terjadi yang demikian maka kita dapat menyatakan bahwa mereka menaruh perhatian dalam diskusi. Akan tetapi apabila beberapa peserta berbicara dengan temannya tentang hal lain kita katakan mereka tidak memperhatikan terhadap apa yang sedang dihadapi. Parhatian tertuju pada sesuata yang tetentu, tidak bersifat menyebar tak terbatas.
Perhatian menjadi titik awal yang mengarah pada belajar.Perhatian menjadi prasyarat dalam belajar. Dengan adanya perhatian si pelajar akan menghadirkan diri dan mereaksi sedemikian rupa terhadap stimulus. Dengan demikian terjadilah peristiwa belajar, walaupun mungkin tidak disadari sepenuhnya.Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan peristiwa berkesinambungan selama kita sadar dan mereaksi terhadap setiap stimulus. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa belajar akan terjadi selama seseorang memperhatikan apa yang dihadapinya.
Perhatian bukanlah belajar, namun dengan belajar akan timbul ketertarikan oleh sesuatu yang dihadapi. Dengan demikian perstiwa belajar diharapkan dapat terjadi.Maka ada penulis yang beranggapan bahwa perhatian dapat dijadikan acuan dalam penyusunan kurikulum.Namun perlu diingat bahwa yang dijadikan acuan bukan perhatian siswa pada masa anak.Sebaliknya, yang dapat dijadikan acuan ialah perhatian yang “baru” diarahkan.Apabila perhatian masa anak-anaknya yang dijadikan acuan berarti mengacu pada perhatian yang masih terbentuk, masih sempit dan masih aneh.Oleh karena itu, perhatian yang menjadi acuan adalah yang sudah mendapat warna dari pengaruh pendidikan di sekolah.
Pada umumnya perhatian anak-anak masih belum dapat bertahan lama.Oleh karena itu guru seyogyanya mampu membangkitkan perhatian siswa.Hal ini mungkin dicapai dengan jalan penngalan waktu di SD tidak terlalu panjang.Disamping itu peristiwa belajar diusahakan cukup bervariasi.Yang lebih penting adalah perlu diusahakan supaya sajian dapat menarik siswa. Guru dituntut bukan hanya berupaya mengarahkan perhatian siswa agar tetep terjaga, melainkan juga tetap mengarahkan perhatian siswa kepada hal-hal pokok. Kenyataannya perhatian siswa SD, terutama kelas rendah hanya dapat bertahan singkat, berarti dalam waktu tertentu perhatian mereka terarah pada banyak hal.Perhatain anak juga mudah beralih.Perhatian mereka tidak mudah terarah pada suatu pokok saja. Akibatnya hanpir sama dengan daya tahan perhatian anak. Hal ini selanjutnya berarti bahwa dalam jangka waktu tertentu anak-anak dapat tetarik pada banyak hal.Dalam waktu tertentu perhatian mereka berpindah-pindah.
Selanjutnya ada sifat anak yang perlu mendapat perhatian kita. Pada umumnya anak-anak tertarik cara kerja benda-benda. Hal ini tidak mengherankan karena umumnya anak tetarik oleh sesuatu yang bergerak.Akibatnya selanjutnya ialah anak ingin mengetahui sebab terjadinya sesuatu.Yang juga berarti mereka ingin tahu bagaimana timbulnya sesuatu, yang membawa anak tertarik kepada sejarah timbulnya sesuatu.Oleh kerena itu dalam batas tertentu mereka tertarik oleh sesuatu yang berjauhan juga.Jauh dalam arti jarak maupun dalm arti waktu, ialah sesuatu yang jauh dan tentang zaman lampau.
Dari gambaran di atas dapat dikatakan bahwa anak hidup dalam dunia yang beragam dan imaginatif.Agaknya sifat IPS yang terpadu dengan pendekatan multi atau interdisipliner dapat mewadahi keragaman perhatian anak.Bahan belajar dalam IPS cukup beragam.Yang mungkin sulit ditangani ialah supaya bahan yang beragam itu dapat lebih “hidup”.Artinya supaya para siswa ditangani untuk mencurahkan perhatian mereka terhadap berbagai segi kehidupan masyarakat secara luas.

E.     Sifat Ingin Tahu Anak Didik Terhadap IPS
Sifat keingintahuan anak begitu besar.Keingintahuan paling tidak seiring dengan perhatian.Ditinjau dari segi belajar maka keingintahuan juga merupakan gerak awal menuju belajar.Keingintahuan merupakan dorongan untuk mengeksplorasi dunia sekeliling.Sehubungan dengan itu anak yang rasa ingin tahunya besar biasanya mempunyai pengalaman yang luas, mempunyai kemampuan tinggi dan lebih berhasil dalam menghadapi dunia luar.Tindakan eksploratif memungkinkan si anak mencari terus sampai keingintahuannya terpuaskan.Akan tetapi sifat ingin tahu umumnya tidak bersifat siklis melainkan bersifat spiralis. Artinya pada saat ingin tahu awal terpuaskan maka apa yang dihadapi telah berubah ke arah di atasnya. Hal ini akan memacu keingintahuan berikutnya, dan begitulah seterusnya. Dengan demikian maka sifat ingin tahu akan terus tertantang. Hal semacam ini agaknya lebih menantang pada anak dari pada orang dewasa.
Ditinjau dari anak maka usaha mengeksplorasi sebagai pencerminan keingintahuan akan memberi pengalaman yang memuaskan. Pengalaman seperti itu mungkin akan memacu untuk terus melakukan eksplorasi. Sedangkan apabila hasil eksplorasi itu memberikan pengalaman yang tidak memuaskan hal ini akan menghambat eksplorasi berikutnya. Jadi guru perlu waspada dalam mendorong belajar, khususnya banyak belajar bahan IPS.
Keberhasilan dalam menunaikan eksplorasi mempunyai dampak yang besar dalam kegiatan belajar.Hal ini mencerminkan keberhasilan dalam memenuhi keingintahuan dan mempunyai hubungan positif dengan kepercayaan diri. Kepercayaan diri juga akan memberi pengaruh kepada usaha memenuhi keingintahuan. Yang selanjutnya kepercayaan diri mendorong untuk mencapai hasil belajar yang tinggi.Jadi antara keinginan bereksplorasi dan kehendak mencapai hasil yang tinggi terhadap hubungan.
Karena sifat ingin tahu sangat erat dengan perhatian maka dampak sifat ingin tahu tidak akan jauh dari dampak perhatian. Perhatian dan sifat imajinatif mendoring seseorang untuk lebih tahu. Gejala-gejala kehidupan dalam masyarakat begitu kompleks.Banyak peristiwa dalam masyarakat yang sebab musababnya bersifat berangkai.Hal-hal tersebut dapat mendorong para siswa untuk menyusun hipotesis tentang kejadian sebenarnya atau sebab-sebab timbulnya.Para siswa didorong untuk mencari berbagai kemungkinan asal-usul atau sebab-musabab timbulnya sesuatu.Hal ini dapat dipergunakan dalam pengajaran IPS yang sering menghadapi hal-hal yang sifatnya tentative.



DAFTAR PUSTAKA

Djodjo Suradisastra, dkk. 1991. Pendidikan IPS 3. Jakarta: Depdikbud.
Dwi Siswoyo, dkk. 2007. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
http://tugasakhirskripsi.blogspot.com/2009/10/hubungan-agama-dengan-ilmu-pengetahuan.html

No comments:

Post a Comment